MENGAPA ORANG BERAGAMA (TEIS)

  • Bagikan

Catatan terdahulu menyebut bahwa ada 3 (tiga) sikap beragama di tengah anak manusia, yaitu teis (percaya kepada Tuhan), ateis (tidak percaya ada tuhan), dan agnotisis (tidak perduli ada atau tidak ada agama). Catatan berikut akan menjelaskan alasan orang mengapa beragama atau menganut suatu agama, paling tidak dalam 7 (tujuh) pertimbangan, yaitu:

  1. Naluri. Naluri manusia memang beragama, homo religius kata Aristoteles. Islam menyebutnya dengan istilah fithrah, yaitu bawaan manusia memang beragama, sebagaimana dicatat dalam al-Qur’an surat Rum/30: 30. Jadi jika ada yang tidak beragama berarti deviasi naluri, yang bisa terjadi karena ada faktor lain.
  2. Keterbatasan kemampuan manusia. Manusia kendati disebut sebagai ciptaan terbaik (ahsana taqwim) seperti terekam dalam al-Qur’an surat ath-Thin/95: 4, namun karena kompleksitas kehidupan, manusia tetaplah memiliki keterbatasan, yang juga dicatat al-Qur’an pada surat an-Nisa’/4: 220. Dalam keterbatasan itu ialah membutuhkan panduan hidup. Ibarat perenang kelas dunia sekalipun, jika ia menyeberangi samudera luas, pastilah tetap membutuhkan pelampung, atau ia akan tenggelam ditelan gelombang samudera luas.
  3. Panduan hidup. Kelanjutan keterbatasan manusia, lalu manusia mencari panduan hidup. Sebelum agama hadir, panduan itu sepenuhnya didasarkan pada kearifan lokal, namun dalam perkembangannya beralih ke agama, karena agama memang memberikan panduan hidup tersebut.
  4. Kebahagiaan. Faktor lain orang beragama ialah untuk beroleh kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana do’a yang terekam dalam surat al-Baqarah/2: 201 yang selalu ditadahkan umat Islam sehingga disebut do’a sapu jagad, yaitu: “Rabbana atina fid-dunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina ‘azaban-nar” (Ya Tuhan kami beri kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksaan api neraka).
  5. Keputus asaan. Dalam kondisi putus harapan, dorongan beragama akan muncul. Dosen saya dulu bercerita dalam suatu penerbangan ke Amesterdam Belanda dari Jakarta Indonesia. Dalam perjalanan terjadi turbulansi atau goncangan pesawat yang cukup lama, di situ dia melihat masing-masing memasrahkan dirinya kepada Tuhannya sesuai agamanya. Bagi yang tidak beragama (ateis), menyerahkan hidupnya pada minuman keras, maka yang terucap “wisyki-wisyki…”.
    Fenomena ini memang disebut dalam al-Qur’an surat Luqman/: 32, yang artinya: “Dan apabila mereka digulung ombak besar seperti gunung, mereka menyerukan Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebahagian mereka tetap berada di jalan yang lurus”.
  6. Dilahirkan sebagai orang beragama. Seorang beragama karena orangtuanya beragama ini sering disebut dengan beragama karena keturunan. Faktor ini juga berkaitan dengan anutan seorang menganut suatu agama. Misalnya, mengapa menganut agama Islam, karena lahir di kawasan beragama Islam, dan setrusnya.
  7. Pengaruh luaran. Faktor lain orang beragama ialah pengaruh luar atau karena diajak orang lain menganut suatu agama. Di sini muncul teori proselit atau perpindahan agama dari agama A ke agama B, dan seterusnya. Jika upaya proselit dilakukan secara sistemik oleh suatu agama akan berbenturan dengan agama lain, sehingga ini menjadi bibit konflik hubungan antar umat beragama.
    ………2-01-2022

  • Bagikan