Mendidik Pemilih Pemula

  • Bagikan

Sudah saatnya, negara ini harus melibatkan para pelajar SMU/SMK yang nantinya sebagai pemilih pemula agar menjadi kader kepemiluan yang mandiri, bebas dan independen

Sebagai salah satu Lembaga Penyelenggara Pemilu, KPU mendapat amanat yang sangat penting dalam aspek peningkatan partisipasi masyarakat. Salah satu amanat tersebut adalah dengan terselenggaranya kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada masyarakat.

Melalui aspek inilah, siklus Pemilu akan berjalan secara berkelanjutan. Dengan kata lain, ada atau tidak adanya tahapan Pemilu, entitas KPU menjadi satu-satunya institusi yang penting dalam sebuah proses pendidikan bagi pemilih.

Di saat yang bersamaan, entitas partai politik (parpol) nyaris tidak pernah menjalankan program pendidikan pemilih bagi masyarakat.

Dalam konteks ini, KPU diibaratkan sebagai jantung dan nafas pelaksanaan pemilu yang demokratis. Karena secara bersamaan, fungsi KPU sebagai penyelenggara teknis Pemilu juga harus berperan untuk mendidik masyarakat menjadi pemilih yang cerdas.

Berani menolak politik uang dan bentuk transaksi politik lainnya dari para calon legislatif, calon kepala daerah, dan calon presiden. Keberanian ini tentu saja membutuhkan waktu dan energi yang relatif panjang. Karena sifatnya terkait dengan budaya transaksional dan cara pikir masyarakat yang selama ini sudah dan selalu diracuni oleh para Caleg, Cagub, dan Cabup/Calwakot yang berkontestasi di Pemilu dan Pilkada.

Dengan sesat pikir demikian, maka selanjutnya menjadi tugas KPU untuk memberikan sosialisasi dan pendidikan pemilih bagi masyarakat. Terkhusus juga bagi para pemilih pemula yang akan menggunakan hak pilihnya di Pemilu Serentak 2024.

Dimana pengalaman Pemilu 2019 lalu, ada ditemukan sebanyak 5.035.887 pemilih pemula sesuai data DP4 yang dirilis oleh Kemendagri (detiknews, 17/09/2018). Diprediksi, jumlah pemilih pemula ini akan bertambah di Pemilu 2024 yang angkanya bisa menembus 60 persen dari total suara pemilih di DPT.

Tentunya, angka ini akan menjadi rebutan para Parpol yang nantinya dinyatakan lolos sebagai parpol peserta Pemilu 2024. Potensi ini pastinya akan dijadikan salah satu sumber perolehan suara para Caleg, Capres, dan Cagub/Cabup/Cawalkot. Sedangkan kerja-kerja pendidikan politik bagi pemilih pemula, selalu dianggap tidak penting bagi para calon tersebut.

Penting Bagi KPU

Tapi bagi KPU sendiri, potensi jumlah pemilih pemula ini menjadi penting untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis dan partisipatif. Untuk itu, implementasi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2018 tentang pendidikan pemilih menjadi satu landasan hukum yang mengikat bagi para penyelenggara Pemilu di setiap tingkatan.

Pertanyaannya kemudian, apakah KPU mampu secara mandiri untuk melakukan kerja-kerja ini? Pastinya, KPU membutuhkan mitra strategis untuk melakukan program pendidikan pemilih bagi masyarakat. Mengingat spektrum kerja pendidikan pemilih itu fungsinya untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan kesadaran pemilih tentang Pemilu.

Dan tujuannya sendiri juga untuk meningkatkan partisipasi pemilih, baik itu dari aspek kuantitas dan kualitas. Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, maka pemilih pemula sebagai salah satu sasaran aspek pendidikan pemilih menjadi teramat penting untuk disasar oleh KPU.

Sebagai salah satu sasaran dalam kerja-kerja pendidikan pemilih, maka muncullah terobosan program KPU yang diberi nama Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3). Dimana program ini sudah diluncurkan bulan Agustus 2021 dengan tujuan untuk melahirkan kader DP3 di masing-masing kelompok sasaran yang diamanatkan oleh UU.

Sekalipun sasarannya sudah menjangkau beberapa kelompok, sasaran kepada pemilih pemula perlu dibangun sebuah langkah dan strategi yang sistimatis. Mekanismenya bisa melalui Perjanjian Kerja Sama atau MoU antara KPU (provinsi dan kabupaten/kota) dengan berbagai pihak, misalnya sekolah atau kampus.

Kemudian, dibuatlah sebuah pelatihan kader secara berkelanjutan yang kurikulumnya ditentukan secara bersama antara KPU dengan pihak terkait.

Sembari menunggu keluarnya Peraturan KPU tentang tahapan, jadwal, dan program Pemilu 2024, KPU perlu juga menggandeng Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan LSM yang concern terhadap Pemilu.

Dibangunnya kerja sama itu pastinya terkait dengan program pendidikan pemilih yang menyasar pemilih pemula. Langkah ini perlu diambil sebagai cara menyiasati pembiayaan kegiatan. Mengingat kebiasaannya bila tahapan Pemilu belum dikeluarkan oleh KPU RI, maka anggaran kegiatan juga tidak ada.

Maka diperlukan sebuah kolaborasi antara KPU dengan para stakeholder untuk mewujudkan kerja-kerja pendidikan pemilih bagi pemilih pemula. Dengan langkah dan strategi tersebut, niscaya partisipasi Pemilu Serentak 2024 akan tinggi melampaui pengalaman Pemilu 2019 yang lalu.

Gagasan ini perlu diseriusi oleh KPU kepada para stakeholder di setiap level tingkatan mengingat semakin dekatnya momentum Pemilu Serentak 2024

Untuk itu, sebagai persiapan awal menuju hari pemungutan suara yang jatuh pada tanggal 14 Februari 2024, KPU secara berjenjang harus mau menggedor Pemprov atau Pemkab/Pemko untuk berkolaborasi.

Langkah ini juga sebagai salah satu upaya KPU untuk menyiasati minimnya anggaran yang tersedia. Di samping itu, kerja sama yang sudah terjalin nantinya bisa menjadi sebuah program yang berkelanjutan di KPU dan bagi pemerintahan provinsi serta kabupaten/kota).

Bahwa ada atau tidak adanya tahapan Pemilu, KPU bisa secara konsisten melaksanakan pelatihan kader bagi para pemilih pemula. Dari konsistensi kerja sama tersebut, KPU pastinya akan memiliki mitra strategis di dalam membangun Pemilu dan Pilkada yang beradab sesuai nilai-nilai luhur kebangsaan kita.

Mitra Strategis

Dalam mewujudkan pemilu dan pemilihan yang demokratis serta beradab, peran serta pemerintah pastinya sangat penting dilibatkan secara intens. Tuntutan ini sebenarnya berangkat dari tidak pernah tuntasnya praktik-praktik politik uang dan seringnya mobilisasi massa dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.

Ditambah lagi dengan semakin tingginya sikap apatis dan pragmatisme masyarakat terhadap situasi politik di Indonesia. Baik itu yang ditujukan langsung kepada institusi DPR RI maupun kepada partai politik. Hal ini disebabkan salah satunya, tidak berjalannya pendidikan politik yang mencerdaskan bagi para pemilih di Indonesia.

Begitulah salah satu contoh dimensi persoalan yang sering didiskusikan dan dicoba diurai masalahnya oleh KPU. Dari persoalan itulah kemudian KPU membuat terobosan program DP3 dimana salah satu kelompok yang perlu mendapat pendidikan politik yakni para pemilih pemula.

Kelompok ini dilibatkan untuk dididik secara intens melalui model pendidikan orang dewasa di dalam kelas melalui metode penggalian masalah dan eksposure pengalaman di lingkungan. Katakanlah bagi para pelajar yang sekarang duduk di jenjang SMU, pemilihan ketua kelas dan pengurus OSIS menjadi praktek belajar mereka dalam berdemokrasi.

Dimana unsur-unsur pemilihan yang mereka lakukan, prinsip dan cara kerjanya juga relatif mirip alur pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.

Lantas pertanyaannya kemudian, dari siapa pelajar dan pengurus OSIS itu melakukan praktek demokrasi yang seperti itu? Siapa atau pihak mana yang menjadi rujukan kepala sekolah beserta guru-guru lainnya dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pemilihannya?

Pada titik inilah sebenarnya KPU bersama para stakeholder lainnya bisa masuk menjadi mitra sekolah dalam hal pendidikan politik bagi pemilih pemula. Titik tekannya tentu saja berangkat dari praktek dan pengalaman yang selama ini diterapkan di sekolah lalu dielaborasi dengan aspek kepemiluan yang ada di Indonesia.

Maka, pada spektrum inilah akan diawalinya sebuah kerja sama yang strategis antara KPU, pemerintah, dan SMU/SMK yang kemudian secara bersama membangun fondasi pendidikan politik bagi pemilih pemula demi mewujudkan Pemilu/Pilkada yang Luber, Jurdil, dan Beradab.

Karena itu, locus pelajar SMU dan SMK menjadi satu-satunya mitra strategis KPU dalam melakukan kerja-kerja pendidikan politik bagi pemilih pemula. Hal ini menjadi sebuah syarat agar wajah demokrasi Indonesia melalui Pemilu dan Pilkada bisa secara perlahan mencapai perbaikan yang fundamental dan substansial.

Untuk itu, langkah dan strategi ini kiranya bisa menjadi pintu masuk bagi KPU bersama pemerintah dalam mendidik para pemilih pemula yang akan menggunakan hak politiknya di Pemilu Serentak 2024.

Dengan adanya mitra strategis ini, tentu saja KPU tidak lagi menjadi pihak yang selalu disalahkan kenapa tingkat partisipasi masyarakat rendah dalam setiap Pemilu dan Pilkada. Sudah saatnya, negara ini harus melibatkan para pelajar SMU/SMK yang nantinya sebagai pemilih pemula agar menjadi kader kepemiluan yang mandiri, bebas dan independen.

Penulis adalah Alumnus Fakultas Ilmu Budaya USU, Peminat Kepemiluan.

  • Bagikan