Megaproyek Ibu Kota Negara

  • Bagikan

Mengapa Joko Widodo masih tetap begitu percayadiri dan bahkan semula dipastikan tak akan menggunakan dana APBN untuk megaproyek ibu kota negara? Mungkin waktu itu ada pembisik yang dibawa ke istana dan menjanjikan kehadiran investor dan menjadi keputusan pemerintah

Ratas Kabinet 29 April 2019 membicarakan 3 alternatif tentang Ibu Kota Negara (IKN). Pertama, modifikasi daerah sekitar Istana dan Monas. Kedua, pusat pemerintahan digeser ke radius 50-70 km di luar Jakarta.

Joko Widodo memilih alternatif ketiga, yakni IKN dipindahkan ke luar Jawa agar Indonesia tidak lagi Jawa sentris seperti selama ini dan pertumbuhan ekonomi merata (https://nasional.kompas.com/read/2019/04/29/15384561/kepala-bappenas-presiden-setuju-ibu-kota-negara-dipindah-ke-luar-jawa).

Penegasan ulang muncul sebulan kemudian dengan dimasukkannya pemindahan IKN dalam RPJMN 2020-2025 (https://money.kompas.com/read/2019/05/09/184859926/kepala-bappenas-pemindahan-ibu-kota-masuk-rpjmn-2020-2024).

Pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2019 kembali disinggung, IKN bukan hanya simbol identitas, tetapi juga representasi kemajuan bangsa; dan demi terwujudnya pemerataan, dan keadilan ekonomi yang sesuai visi Indonesia Maju dan Indonesia yang hidup selama-lamanya (https://jeo.kompas.com/naskah-lengkap-pidato-kenegaraan-2019-presiden-jokowi).

Pada 26 Agustus 2019 lokasi IKN baru itu diumumkan, yakni wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara (https://nasional.kompas.com/read/2019/08/26/13351161/jokowi-ibu-kota-baru-di-sebagian-penajam-paser-utara-dan-kutai-kartanegara?page=all).

Dengan menyisihkan 80 nominasi, nama IKN ditetapkan Nusantara (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220117125414-20-747549/nusantara-jadi-nama-ibu-kota-negara-pilihan-jokowi-gugurkan-80-nama). RUU tentang IKN pun ditetapkan 18 Januari 2022. Hanya PKS yang menolak. Alasannya tidak sensitif atas masalah yang dihadapi bangsa saat ini terutama soal keuangan (https://www.youtube.com/watch?v=a3vo9-lGvo8).

Meski awalnya tidak menggunakan dana APBN, tetapi belakangan IKN akan dikucuri Rp 12 triliun pada 2022 untuk infrastruktur dasar (Istana, waduk, kali, dan lain-lain). Tahap pertama membutuhkan ongkos investasi Rp110 triliun dan belum dapat dipastikan porsi APBN untuk keseluruhannya (https://bisnis.tempo.co/read/1553893/pembangunan-ikn-tahun-ini-kepala-bappenas-rp-12-triliun-dana-apbn-disiapkan/full&view=ok).

Megaproyek IKN & Paru-paru Dunia

Indonesia pernah menyatakan Kalimantan for Heart of Borneo programme terkait posisinya sebagai paru-paru dunia. Perpres No. 3 tahun 2012 diterbitkan mengikuti UU No. 26 tahun 2007 yang mencakup intergrasi kawasan konservasi dan lindung di seluruh provinsi di Kalimantan.

Sedikitnya 45% dari luas wilayah dipertahankan sebagai paru-paru dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% (2020). Selain sebagai paru-paru dunia, pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati, satwa dan tumbuhan endemik seperti Orangutan, dan pengembangan koridor ekosistem antar kawasan konservasi, akan menjadi perhatian pemerintah (https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/01/120125_hutankalimantan).

Ketika Tahun 2018 Kalteng dinobatkan sebagai Ibukota Paru-Paru Dunia, Presiden Komite Perdamaian Dunia, Djuyoto Suntani, mengatakan predikat ini seharusnya membuat Kalteng bangga sebagai satu-satunya ibukota paru-paru dunia. Ini karena hutan kalimantan yang menyediakan udara sejuk bagi masyarakat dunia.

Tanggal 17 Desember dipilih sebagai hari deklarasi Kalteng sebagai ibukota paru-paru dunia. Kalteng didirikan tanggal 17 Juli 1957, ada 17 titik dan Desember dikaitkan dengan Protokol Kyoto yang diadakan tanggal 11 Desember 1997 di Jepang, yang di sana 180 kepala negara membubuhkan tanda tangan untuk menjaga keseimbangan alam. Meski ada Amazon, Brazil, namun ibukota paru-paru dunia ada di Kalteng (https://indonews.id/artikel/18022/Kalimantan-Tengah-Dinobatkan-Sebagai-Ibukota-Paru-Paru-Dunia/).

Bagaimana pun juga, potensi kerusakan lingkungan dari IKN adalah masalah serius dan mata dunia tidak mungkin tak menyorotnya secara kritis.

Megakritik

Saat lokasi IKN diumumkan, Presiden Joko Widodo menyebut 5 alasan (minim risiko bencana, secara geografis berada persis di tengah Indonesia, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, infrastruktur di dua kabupaten itu sudah relatif lengkap dan ketersediaan 180.000 hektare lahan yang dikuasai pemerintah) (https://www.merdeka.com/peristiwa/lima-alasan-jokowi-pilih-penajam-paser-utara-kutai-kartanegara-jadi-ibu-kota-baru.html).

Dari situs resmi pemerintah (https://ikn.go.id/) diperoleh keterangan ideal bahwa IKN yang dinamai Nusantara itu menjanjikan 8 prinsip, yakni mendesain sesuai kondisi alam; Bhinneka Tunggal Ika; terhubung, aktif, dan mudah diakses; rendah emisi karbon; sirkuler dan tangguh; aman dan terjangkau; kenyamanan dan efisiensi melalui teknologi; dan, peluang ekonomi untuk semua.

Tetapi banyak kritik telah mengemuka. Emil Salim misalnya, dengan tegas menunjukkan kekeliruan perencanaan pemindahan IKN sebagai solusi dari semrawutnya Jakarta. Itu tidak masuk akal baginya. Jika masalah Jakarta adalah macat, banjir, air yang kotor dan sebagainya, maka yang seharusnya dilakukan ialah membicarakan solusinya, bukan pindah ke tempat lain.

Menyikapi kondisi Jawasentrisme selama ini, ia pun meminta bahwa seharusnya pemerintah menyiapkan anggaran menghadapi bonus demografi pada 2030 ketimbang menggelontorkan anggaran untuk memindahkan IKN.

Joko Widodo semestinya fokus kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dengan demikian majunya bangsa itu kalau kita fokus, termasuk pada Indonesia bagian Timur bisa kita tingkatkan sumber daya manusia, terciptalah pemerataan pembangunan bukan dengan memindahkan fisik (https://www.suara.com/news/2019/08/23/203723/pemindahan-ibu-kota-emil-salim-astagfirullah-saya-menangis-membaca-ini).

“Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN” dalam pernyataannya menyebut rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan non manusia) dan cenderung dipaksakan.

Koalisi ini melihatnya berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat. Karena itu mereka mendesak pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN yang tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini.

Menurut mereka, krisis yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur, bukan pemindahan ibu kota negara baru. (http://helloborneo.com/2022/01/19/koalisi-masyarakat-kaltim-menolak-ikn-minta-pemerintah-cabut-uu-ikn/).

Megaproyek IKN dilaksanakan di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus melambat. Kritik tajam dari Faisal Basri sangat mengena (https://www.youtube.com/watch?v=ZwK7UnTOXdQ).

Jika sebelumnya sekitar 6 %, maka era Jokowi terlihat turun menjadi 5 % dan era Jokowi II ini diperkirakan hanya akan berkisar maksimun 4 %.

Pada segi lain tax ratio turun terus dan mencatat angka terendah sepanjang sejarah dalam posisi urutan 127 dari 140 negara. Di tengah kondisi itu belanja pemerintah terus meningkat yang meniscayakan pelebaran defisit dan utang melambung tanpa rem.

Fakta lain yang mestinya dipertimbangkan ialah bahwa Indonesia baru turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas menjadi negara berpendapatan menengah bawah. Karena itu target Bappenas membawa Indonesia menjadi negara dengan berpendapatan tinggi direvisi dari tahun 2036 menjadi tahun 2043 disebablan jantung perekonomian semakin lemah (https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/11/113300865/indonesia-turun-kelas-jadi-negara-berpendapatan-menengah-ke-bawah?page=all).

Begitu juga kondiai ekonomi dibanding negara tetangga, dan ini diiringi oleh transformasi ekonomi yang melambat dengan dominasi komoditas primer serta manufaktur yang menunjukkan gejala dini deindustrialisasi (https://nasional.kontan.co.id/news/membangun-transformasi-ekonomi-berbasis-pengetahuan-dan-inovasi).

Di tengah ketidakpastian soal penanganan covid-19 dan kehadiran varian omicron dengan segenap konsekuensinya (vaksinasi dan lain-lain), ancaman nyata perubahan iklim dan potensi bencana pasti semakin besar.

Pekerja informal yang lebih besar dari pekerja formal diikuti oleh proses pertambahan penduduk miskin menjadi 52,8 persen. Belajar siswa selama 2 tahun terakhir dengan ketidakjelasan solusi atau hanya dengan fasilitas terbatas, sebetulnya sangat jauh lebih mendesak.

Menyoroti kehadiran oligarki, Faisal Basri meneyebut fabrik semen baru di Kalimantan padahal produksi fabrik semen Indonesia hanya mampu diserap 60 persen. Kesempatan pemasokan air akan digondol oligarki, 2 pelabuhan dan pengembangan Green City di luar wilayah IKN juga akan menjadi lahan investasi buat mereka.

Megaaneh

Mengapa Joko Widodo masih tetap begitu percayadiri dan bahkan semula dipastikan tak akan menggunakan dana APBN untuk megaproyek ibu kota negara? Mungkin waktu itu ada pembisik yang dibawa ke istana dan menjanjikan kehadiran investor dan menjadi keputusan pemerintah.

Kini harus dipertimbangkan, hak rakyat (terhadap APBN) tidak bisa ditangguhkan. Pantaskah mendahulukan ambisi menyelenggarakan upacara 17 Agustus 2,5 tahun mendatang di IKN padahal skema pembiayaan tidak jelas dan di tengah carut-marut yang melanda kehidupan bangsa?

Dengan keadaan itu akan masih getolkah pengusul pemperpanjangan masa jabatan Joko Widodo atau melanjutkan kepemimpinannya ke periode berikut dengan terlebih dahulu mengamandemen konstitusi?

Megaproyek IKN adalah proyek megaaneh. Bahkan menteri yang paling bertanggung jawab tidak tahu atau pura-pura tidak tahu orang-orang kuat pemilik konsesi di lokasi IKN. (https://bisnis.tempo.co/read/1554063/kepala-bappenas-tak-tahu-ada-konsesi-tambang-di-ibu-kota-negara). WASPADA

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS).

  • Bagikan