Dengan modal keimanan, seorang hamba memiliki orientasi berpikir selalu rindu untuk selalu dapat mendekat kepadaNya. Kriteria kedua meyakini bahwa setiap manusia akan menghadap Maha PenciptaNya harus mempertanggungjawabkan semua anugerah yang diterimanya. Kehidupan yang abadi adalah alam Akhirat yang sebelumnya berdiam di alam barzakh
Masjid dan pasar adalah dua sentra kegiatan masyarakat dengan pengertian setiap orang terbuka peluang mendatangi keduanya. Akan tetapi belum tentu setiap orang yang mendatanginya menjadikan kedatangannya ke masjid memiliki keterkaitan dengan kegiatan sebagai komunitas pasar.
Demikian juga sebaliknya, seorang yang datang ke pasar belum tentu menjadi kekuatan pendorong dirinya mendatangi masjid. Apabila ditelisik lebih jauh penyebabnya adalah sekalipun masjid dan pasar sama-sama dibutuhkan tetapi keberadaan keduanya belum ditempatkan sebagai dua kekuatan yang saling integratif. Dalam agama, dua sentra sosial itu yaitu masjid dan pasar sama-sama memiliki landasan dalam Al Quran.
Masjid sebagai Rumah Allah menjadi tempat bagi seorang untuk menundukkan diri ke hadiratNya, menyadari keberadaan dirinya dan bagaimana ia seharusnya menempatkan diri agar selalu mendekatkan diri kepadaNya. Dalam masjid seorang yang mendatanginya menemukan berbagai nilai-nilai yang bersifat fundamental bagi kehidupan seperti kesungguhan untuk menegakkan keadilan, kebenaran, kemakmuran, persamaan derajat dan lain sebagainya. Sehingga apabila seorang ingin melihat penampilan struktur sosial yang ideal itu maka ia dapat menemukannya di masjid.
Karena itu, menjadi tugas setiap orang yang merasa menjadi bagian dari masjid untuk menjadikan masjid sebagai rumah yang sesungguhnya karena itu dituntut berusaha dengan segala kemampuannya untuk mewujudkan kemakmuran masjid. Pengertian memakmurkan masjid bukan hanya dari segi fisik akan tetapi yang paling esensial adalah memakmurkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya sebagaimana yang disinggung di atas.
Salah satu sifat asasi masjid adalah menyebarkan semangat bagi setiap penghuninya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua umat meraih kesejahteraan spiritual, kecerdasan, keterampilan dan akhirnya menghasilkan produktivitas finansial, sehingga masjid menjadi pusat gerakan yang melahirkan dinamika, kreativitas dan inovasi semangat setiap pribadi.
Al Quran telah menegaskan indikator orang-orang yang bisa memakmurkan masjid yang tersimpul dalam (1) beriman kepada Allah (2) beriman kepada Hari Kemudian (3) mendirikan shalat (4) menunaikan zakat (5) tidak ada yang ditakutiNya kecuali Allah (Q.S. Al Taubah: 18). Kriteria pertama tentu merupakan penegasan tentang dasar dan tujuan setiap orang yang beriman kepadaNya.
Dengan modal keimanan, seorang hamba memiliki orientasi berpikir selalu rindu untuk selalu dapat mendekat kepadaNya. Kriteria kedua meyakini bahwa setiap manusia akan menghadap Maha PenciptaNya harus mempertanggungjawabkan semua anugerah yang diterimanya. Kehidupan yang abadi adalah alam akhirat yang sebelumnya berdiam di alam barzakh.
Kriteria ketiga, shalat sebagai kunci ibadah yang menjadi pusat getaran (center of gravity) bagi setiap manusia yang mempercayai Allah. Melalui solat, setiap hamba selalu melakukan dialog kepadaNyamelalui lantunan zikr dan doa. Kriteria keempat, setiap orang hendaklah memiliki cita-cita agar mencapai persyaratan menjadi orang yang menunaikan pembayaran zakat apabila telah memiliki harta sebagai hasil pencahariannya. Dengan demikian seorang beriman tidak hanya berada di masjid sekedar memperkaya nilai kerohanian akan tetapi melalui kekuatan spiritualitas, seseorang akan tergerak jiwa dan raganya melakukan berbagai usaha yang dibutuhkan masyarakat melalui kerajinan bekerja yang akan membuka baginya pintu rezeki. Harta yang diperoleh bukanlah milik absolut pribadi akan tetapi juga tersimpan milik orang lain. Kriteria kelima, upaya membangun kemakmuran masjid harus dilandasi oleh jiwa ksatria yang disebut syaja’ah dengan menempatkan diri manusia sebagai subyek (khalifah) dan melalui subyek itulah ia akan mengolah secara amanah semua obyek yang dititipkan Allah kepadanya.
Pasar adalah tempat untuk mengais rezeki karena itu selayaknya pasar berkolaborasi dengan masjid sehingga motivasi para pelaku di pasar selalu memiliki cita-cita yang luhur untuk berbuat kebajikan. Dan bisa dibayangkan dampak sosialnya ketika para pedagang telah memiliki kesadaran mewujudkan fungsi pasar mengelola (ri’ayah) sekaligus tanggung jawab (mas-uliah) aset perekonomian.
Dengan demikian, akan terbayang betapa dahsyatnya prestasi kemakmuran sebuah bangsa yang menjadikan pasar bukan hanya mengejar kekayaan individual akan tetapi sebagai sentra pengembangan keadilan sosial sehingga pasar menjadi tempat persemaian nilai-nilai kebenaran, kejujuran, semangat berbagi kepada orang lain melalui berbagai saluran seperti infak, sodaqah, hibah, wasiat ataupun zakat yang semuanya tersimpul dalam sikap amanah yaitu menjaga kepercayaan masyarakat dan institusi pemerintahan.
Nabi Muhammad SAW memiliki pengalaman kesejarahan cara berdagang yang sehat. Dengan modal kejujuran menghasilkan keuntungan disebabkan dagang yang dilaksanakan beliau didasari kejujuran, kasih sayang dan persahabatan. Demikian juga, ketika ekspedisi perdagangan datang ke nusantara, mereka memadukan profesi sebagai pedagang sekaligus muballig. Melalui pasar mereka memperkenalkan ajaran kejujuran, ksatria sehingga masyarakat menyimpulkan bahwa Islam adalah ajaran yang murni (genuine). Oleh karena itu, saatnya merumuskan sinkronisasi kehidupan masjid serta pasar. Masjid sebagai sumber inspirasi lahirnya dinamika, kreativitas dan inovasi sebagai buah dari pengayaan rohani (spiritual enrichment) yang disebut keimanan yang paripurna disandingkan dengan kekuatan pasar yang jujur, adil, optimis dan terbuka. Kekuatan umat menjadi paripurna apabila mereka tidak berhenti pada format kerohanian yang pasif akan tetapi bersifat aktif sehingga masjid dan pasar saling mendukung. Dan hal itulah yang menjadi landasan terwujudnya relevansi abadi antara Islam pada segenap penjuru ruang dan waktu (al islamu shalihun li kulli zaman wa makan).
Dalam kerangka itulah, lembaga kajian-kajian perekonomian serta organisasi kemasjidan membangun kolaborasi keintiman hubungan masjid dengan pasar sehingga masjid tidak hanya merupakan tempat orang menunaikan shalat tetapi juga sekaligus diharapkan menjadi pusat getaran yang merangsang minat umat ke dalam kegiatan perdagangan sehingga agama menjadi pendorong terwujudnya kemajuan umat. Demikian juga pegiat sektor perdagangan perlu memperluas wawasan untuk mengaitkan setiap kegiatan ekonomi yang didasari etos spiritualitas. Demikianlah masjid dan pasar dilihat sebagai dua pranata kehidupan yang saling mendukung (mutual simbiosis) antara satu dengan lainnya.
Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.