Langsa Dari Kota Terasi Hingga Smart City

  • Bagikan
HAMPARAN hutan mangrove Icon Langsa mendunia.
HAMPARAN hutan mangrove Icon Langsa mendunia.

Oleh: Adnan NS

Judul selintas di atas hanya bagian ungkapan untuk mengenang romantismenya perdagangan ekspor-impor masa silam, di sebuah kota tua, Langsa namanya.

Kota Langsa kini berpenduduk 185.971 jiwa, merupakan salah satu deretan kota tua ternama di Nanggroe Aceh Darussalam. Sejak kemerdekaan RI Kota ini ditetapkan sebagai Ibukota kabupaten Aceh Timur.

Kota ini belum berdiri dan berstatus belum bersatus sebagai Ibukota Pemko Langsa. Status eks ibukota Aceh Timur menjadi Pemerintah Kota tersendiri, sejak 21 Juni 2001, seiring diterbitnya UU No 3 oleh Presiden Gusdur.

Era order baru, diterbitnya PP 64 pada 1991, mengantar kota ini hanya sebatas Kota Administratif (Kotif) sama dengan status Kotif di Lhokseumawe, Aceh Utara.

Jauh sebelum masa pemerintahan Kolonial Belanda kota ini memang sudah lebih dahulu ada. Hanya dulu populernya dikarenakan peran Pelabuhan Kuala Langsa. Pelabuhan ini merupakan gerbang keluar masuk barang dagangan impor ekspor antara daratan Aceh dengan Pulau Penang, Malaysia.

Perdagangan masa jayanya Aceh itu dilakukan secara barter, namun kesohor ke seantero Nusantara dan dunia. Perhimpunan kantor dagang Aceh ikut bertengger di George Town, Pulau Penang, kini disebut kawasan Lebuh Acheh. Para pedagang Aceh secara person maupun yang terhimpun Atjeh Kongsi membangun pusat dagang di sana. PT Tawi & Sons sendiri di bawah pimpinan Wahi membuka cabangnya di Singapura.

Jauh sebelum itu, persisnya pada tahun 1808 Teungku Sayed Husein saudagar besar asal Idi, Aceh Timur juga membangun Masjid Acheh-Melayu. Semua bangunan monumental ini masih terpacak hingga kini di sana.

Ketika itu Penang dan Langsa ibarat Twin Sister (saudara kembar). Menggunungnya tumbukan buah Penang kering, kopra, karet dan lada serta lainnya di sana, maka orang lebih sering menyebut “Pulau Penang”.

Kita tahu tidak ada luasan kebun pinang di pulau kecil ini. Begitu pun pulau Penang itu dianggap sangat strategis di jalur pelayaran Selat Melaka. Semua komoditi ini berasal dari Pelabuhan Lhokseumawe dan Kuala Langsa. Masa itu Belawan belum berjaya seperti sekarang.

Fungsi pulau di daratan Indo China ini pun otomatis menjadi pusat kegiatan re-ekspor barang dagangan ke India dan Timur Tengah. “Ya, seperti Singapura sekarang inilah,” ungkap Teuku Badlisyah Saudagar asal Lhokseumawe suatu ketika kepada penulis.

Balik pada cerita Kota Langsa. Kota ini dulunya termasuk kota maju tidak saja dalam segi perdagangan ekspor-impor, tapi juga dalam segi kemajuan pendidikannya. Buktinya Prof. DR. Ibrahim Hasan dan Prof. DR. Abdullah Ali dan lainnya sempat mengecap SLTPnya di kota kecap dan kota terasi ini.

Kota ini acap disebut sebagai “kota kecap” dan “kota terasi”, sempat sijuek su’uem (panas-dingin) beberapa saat semasa berlangsung Daerah Operasi Militer (DOM)1989-1998. Bara panas (su’uem) di “kota arang bakau” ini kembali mendidih masa dinobatkan sebagai Darurat Militer (Darmil) dan Darurat Sipil (Darpil) 2003-2005, ikut mendera kota ini lagi. Masa itu kilauan mesiu, aksi bom-boman, bakar membakar sering membahana.

Julukan kota kecap atau pun kota terasi dari segi eksistensinya masih dipertahankan hingga saat ini. Di mana kita tahu pabrikan besar kopi di Langkahan bubar, korek api, kawat duri dan paku di Cot Gapu, Bireuen semua gulung tikar, pabrik tebu Cot Girek dipindah ke Kendari, Sulawesi Tenggara dan pabrik siroop Kurnia di Banda Aceh terpaksa hijrah ke Medan.Tapi, Alhamdulillah aroma kecap cap singa dan harumnya terasi masih mewarnai kota kecil ini.

“Alhamdulillah” tujuh tahun usai MoU Helsinki, pimpinan negeri pun ikut berganti, wujud kota ini mulai pun mulai apik, berseri dan sejuk kembali, lewat anyaman dua pasang jari jemari yang melakoni visi dan missi pasangan Usman Abdullah dan Marzuki Hamid, dalam branded politiknya disingkat “Umara”.

Awal suksesinya, banyak pengamat dan politikus meragukan kemampuan pasangan Umara ini. Pengamat sosial-politik banyak tidak simpati atas kemenangan ini, apalagi berempat sama sekali tidak!

Kebanyakan mereka justru berestimasi; Terpilihnya Usman Abdullah alias toke Su’uem (panas) akan meupaloe (gelisah) dan semua jadi galau melihatnya. Konon katanya? Asal indatunya berdarah Cot Campli keu’eueng (cabai pedas), Kota Baro, Aceh Besar, terkenal tukang berperang. Pasti style sepak terjangnya di Kota Langsa ini bakal kramkrum (porak-poranda) minimal berjalan (chep-chep) di tempat.

Ada yang membanding beberapa tokoh dalam memimpin banyak yang down. Mereka menamsilkan dengan Bupati Aceh Selatan, Pidie, Aceh Utara dan Aceh Timur hanya berijazah Paket C.

Kenyataannya semua melesat dan meleset? Orang boleh berestimasi, orang boleh berasumsi, fakta di lapangan tidak seperti hayalannya. Pada awalnya banyak orang “tak taroh” (bertaruh), apalagi lawan politiknya menyerang dari kiri-kanan, muka dan belakangnya, namun Usman mantan DPRA ini tidak bergeming.

Masa itu, Dia sepertinya tetap memberikan hak demokrasi secara individualistis dalam beropini. Saya menyimak, sepertinya membiarkan setiap “gonggongan, namun kafilah tetap berlalu”. Dia sepertinya tak peduli dengan suara terompet yang memekik dan memekakkan telinga yang ditiup lawan politiknya. Bahkan suara semprotan media tak dihiraukanya. Tidak difungsikan ruang udara konteran atau tangkisan, melainkan terus kerja dan bekerja. Wujud “bingkisannya” hasil kerjanya menjadi tontonan kasat matanya. Buah tangan hasil karya Umara, itulah jawaban untuk warga kota ini.

Siapa sangka kalau kota ini bisa “disulap” bagaikan malam menjadi siang. Kota dulu kumuh, lusuh. Anjungan lapangan merdeka hanya beberapa puluh meter dari “hidung” pendopo dijadikan tempat berjingkrak jengkrik para PSK-nya. Kini Langsa menjadi kota yang gemerlapan, hiasan taman kota bertebaran, hutan kota, hutan mangrove hingga tower megahnya kini menjadi icon kota, paling spektakuler berwujud monumentalnya.

Semua objek ini menjadi daya tarik dunia pariwisata, andai anda singgah di sini. Apalagi ikut menyempatkan diri mengelililingi eks kota dagang internasional masa lampau yang mengharumkan nama Aceh.

“Dulu Engkau boleh dicaci maki, kini dan esok Engkau akan dipuja dan dipuji”. Hasil karya nyata sudah membuah hasil. Konsekwensi positif dalam bentuk reward kerjanya tak bisa dipungkiri siapa pun. Lemari di ruangnya penuh trophy dan penghargaan tingkat nasional pun terus menghiasi.Tak mungkin harus ditulis semua, kecuali beberapa jenis saja.

Dalam kiprah Umaranya, pada sudut ruangannya terlihat onggokan predikat. Di antaranya sewindu predikat WTP sebagai indikator tertibnya penggunaan financial dalam hitungan tahunannya. Di situ juga terlihat terlihat The Fifty Smart City Nasional, Anugerah Pesona Indonesia (API), Kota Layak Anak, Mangrove Forest Park berkategori wisata terpopuler, Ekowisata, Ekonomi Kreatif dan dan penghargaan Adipura. Tidak itu saja, masih dua lusinan award dan reward lainnya berhasil digondolnya si Toke Su-uem ini.

Begitupun, masih ada urusan satu lagi, sangat mencolok mata memandangnya. Apa itu? Tidak lain kecuali lintasan gerombolan sang sapi di Langsa Smart City masih belum kunjung teratasi. Semoga hal yang satu ini menjadi “PR”, si pengganti wali Umara. Saya haqqul yaqin, Insya Allah, Pj pengganti ini pasti menanggapinya, jika ingin tidak menjadi cermin buruk buat Si Smart City.

Satu bukti telah ditunjuki, Pj Wali Kota ini Said Mahdum Madjid, meneruskan MoU dengan Badan Siber Sandi Negara (BSSN) pada Rabu 08 Februari 2023. Dengan penandatanganan ini berarti Pj Wali Mahdum membuktikan diri menyetujui kelanjutan pemantapan program Smart City, untuk kota terasi ini.

“Kita harus meneruskan program Smart City ini untuk mempertahankan predikat kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi di era digitalusasi dalam segala hal dan operasionalnya. Banyak kemudahan dalam memberikan pelayanan tata pemerintahan dan sistem administrasi yang langsung kelak dirasakan warga kota ini,” sebutnya kepada penulis menjelang penandatanganan kesepahaman dan kesepakatan tentang tanda tangan digital ini, waktu itu.

Didampingi M.Husin Kadis Kominfo dan dr Helmi Dp.OG, Said Mahdum Majid Pj Wali Kota ini menjelaskan, pilot project program penandatanganan digital ini sebagai pelaksananya ditunjuk pihak RSUD Langsa.

Dengan sistem ini urainya lagi, masyarakat tidak perlu antrean untuk mendaftar jika hendak mendapatkan pelayanan kesehatan hingga pola pengambilan obat serta lainnya.

Selama ini lanjut Husin, Pemko Langsa sudah berkali-kali mendapat kunjungan studi banding dari beberapa kabupaten/kota, baik dari unsur legislatif maupun unsur pemerintahnya. “Ini tidak lain katanya, berkat keberhasilan Pemko ini menerapkan sistem digitalisasi dalam bidang informasi, pendataan dan administrasinya sejak dua tahun lalu,” katanya.

Menurut Husin, secara Antropologis dan Sosiologi penduduk kota ini sangat beragam. Keheterogenannya tentu didominasi etnis lokal (Aceh), menyusul etnis Melayu, Jawa, sub etnis Gayo, Minang, Arab, Mandailing, Batak, sub etnis Alas, India dan China.

Pertumbuhan penduduk kota ini katanya, setiap tahun mencapai rata-rata 2,17 persen. Sebagai simbol kota heterogen di kota ini terdapat 62 unit masjid, 120 musalla, satu gereja dan satu wihara.

Dua Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Samudra (Unsam) dan Institut Agama Islam Negeri, telah ikut meramaikan kota ini dengan suasana muda mudi dari berbagai penjuru daerah termasuk dari Papua. Secara tidak langsung kehadiran mereka ini telah ikut memberi warga kota ini sebagai kota berperadaban yang madani.

Dalam memasarkan produk terasi home industri dan kuliner lainnya, diterapkan sistrm teknologi komunikasi secara online kini sangat digemari warga.

Untuk mempertahankan Smart City -nya, terutama dalam meningkatkan pelayanan dalam penanganan birokratisasi kepada masyarakat, Pemko ini memberlakukan Sistem Pemerintah Berbasisi Elektronik (SPBE).

Pengadaan dan pembelajaran sistem Smart City ini merupakan kebutuhan sesuai undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Katanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak 2017 telah mencanangkan program gerakan menuju 100 Smart City Kota Langsa.

Kota Langsa berkomitmen untuk mewujudkan nilai-nilai islami dalam seluruh tatanan pemerintahan dan aspek kehidupan masyarakat perkotaan. Artinya konsep pembangunan Smart City Kota Langsa beradaptif terhadap kearifan lokal. Untuk itu sangat diharapkan unsur aparatur Pemerintahan Kota, stakeholder beserta segenap lapisan masyarakat mampu menjalankan konsep Smart City tersebut. Tentu dalam hal ini harus mempertimbangkan potensi, infrastruktur, sumber daya manusia, serta permasalahannya, agar program dicanangkan ini berkesinambungan hendaknya.

Kota ini sekarang ini juga dikenal sebagai pusat pelayanan pendidikan dan pusat keagamaan. Untuk itu dalam proses pembangunan “Langsa Smart City”, Kota siap melakukan berbagai persiapan RX dan analisis.

Kesiapan Smart City Kota Langsa telah melihat kapasitas dan kapabilitas kota dalam mengimplementasikan setiap program pembangunan Smart City-nya.

Kata Dia, ada tiga hal utama yang akan menjadi kajian dalam proses ini yakni kesiapan struktur, infrastruktur dan suprastruktur. Adapun tujuan analisis struktur kota ini dilakukan untuk mengetahui kondisi riil unsur yang mana saja diperlukan menjadi penggerak dalam pembangunan kota. Kesiapan infrastruktur dimaksudkan tambah Husin, guna memberi gambaran dan ukuran kondisi sarana dan prasarana fisik yang menjadi titik tolak dalam pembangunan Smart City daerah.

Sedangkan kajian kesiapan suprastruktur dilakukan guna penyiapan kebijakan atau Peraturan Kota Langsa, kelembagaan, dan tata laksana pelaksanaan pembangunan Smart City yang telah mendapat 50 besar secara nasional.

Enam dimensi dalam sistem pembangunan Smart City yaitu, Smart Governance, Smart Branding, Smart Economy, Smart Living, Smart Society, dan Smart Environment. Semua dimensi tersebut adalah pendekatan terhadap tata kelola yang terhubung langsung dengan isu-isu strategis dalam tatanan pemerintahan dan masyarakat perkotaan. Terwujud visi Smart City Kota Langsa: “Menjadi Kota Jasa Cerdas yang berperadaban Madani”.

Perencanaan dan pengembangan Smart City Kota Langsa dengan pendekatan enam dimensi dituang dalam penyusunan master plan secara adaptif, sistematis, efektif, efisien, logis, kondisional, partisipatif dan realistis dengan kebutuhan daerah untuk jangka pendek, menengah dan panjang.

Mewujudkan Kota Langsa yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel dengan tingkat pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. serta kualitas kehidupan seluruh komponen masyarakat akan meningkat lebih baik.

Ke depan, berperadaban Madani adalah entity Kota Langsa sebagai jati diri, harga diri, dan budaya masyarakatnya berlandasan Syariat Islam. (Penulis adalah tokoh masyarakat Aceh)




Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Langsa Dari Kota Terasi Hingga Smart City

Langsa Dari Kota Terasi Hingga Smart City

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *