Oleh Hasrul Harahap
Sangat mungkin politik dinasti kembali terulang lagi di Kabupaten Deliserdang. Sebabnya, kuku kekuasaan keluarga Amri Tambunan dan Ashari Tambunan masih mengakar dan peluang itu terbuka lebar
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak kembali dilaksanakan pada 27 November tahun 2024. Pada Tahun ini, hiruk pikuk politik nasional kian riuh diperbincangkan banyak kalangan. Ruang-ruang publik seperti media, baik cetak ataupun online, tak henti-hentinya memuat berita politik. Hal yang demikian menjadi logis karena bagi partai politik, perhelatan pilkada serentak 2024 bernilai sangat strategis dalam konsolidasi partai politik. Mencermati perkembangan terakhir dinamika politik terkait Pilkada Serentak 2024, sepertinya fenomena pasangan calon tunggal masih potensial mewarnai Pilkada di sejumlah daerah. Menarik untuk dielaborasi, ada kecenderungan fenomena calon tunggal mengalami peningkatan. Pada Pilkada 2015 tercatat ada tiga daerah dengan paslon tunggal, yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Blitar dan Kabupaten Timur Tengah Utara.
Sedangkan pada Pilkada 2017 ada sembilan daerah dan pada Pilkada 2018 meningkat sebanyak 16 daerah. Sementara itu, pada pilkada serentak 2020 calon tunggal ada sekitar 31 daerah yang terdiri dari 26 Kabupaten dan 5 Kota. Dari sisi regulasi, calon tunggal diakomodir melalui Pasal 54C ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa “(1) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi:
a. Setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat; b. Terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon;
c. Sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; d. Sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon; atau e. Terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon”.
Faktor Calon Tunggal
Pada Pilkada Serentak 2020 faktor kemunculan orang kuat lokal, dan elit ekonomi berkontribusi terhadap lahirnya pasangan calon tunggal. Namun ada satu faktor yang perlu dieksploraasi di sini, yakni proses koalisi partai politik dalam menentukan pasangan calon. Elit partai politik lokal, dan juga di level pusat, memiliki pandangan tersendiri terhadap apa yang menurut mereka ideal. Idealisme elit parpol tersebut seringkali berbeda dengan pandangan masyarakat luas yang berada diakar rumput.
Menurut Heywood koalisi adalah sebuah pengelompokan aktor-aktor politik pesaing untuk dibawa bersama baik melalui persepsi ancaman atau pengakuan yang menyatakan bahwa tujuan mereka tidak dapat dicapai tanpa adanya kerja sama. Sementara itu, menurut Laver, koalisi partai politik didorong oleh hasrat untuk mendapat kekuasaan baik di ranah eksekutif maupun legislatif. Dalam konteks calon tunggal dalam perhelatan Pilkada serentak 2024, partai politik mendukung salah satu calon seringkali bukan berbasiskan kesamaan ideologi namun lebih didasarkan pada kepentingan politik. Lebih lanjut bahwa tujuan utama partai-partai adalah menjaga kepentingan partai-partai politik besar tanpa mengindahkan kesamaan ideologis dan platform politik dalam melanggengkan kepentingan bersama.
Namun jika dilihat dari perspektif hak memilih dan dipilih, konteks pilkada yang diikuti calon tunggal dirasakan hanya memberikan unsur partisipasi warga negara dalam menentukan pemimpinnya namun dalam konteks kontestasi dalam pemilihan tersebut, masyarakat hanya diberikan dua pilihan yaitu pasangan calon tunggal dan pilihan kotak kosong yang menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap pasangan calon tunggal yang belum tentu dapat merepresentasikan hak pilih masyarakat sehingga hak masyarakat menjadi terbatasi dari adanya konsekuensi hukum bahwa pasangan calon tunggal tetap dapat mengikuti Pilkada.
Seyogiyanya, partai politik secara ideal harus mengedepankan tujuan partai politik yang sebenarnya, yaitu koalisi berbasis kepada ideologi, karena dari sisi idealitas politik, kekuasaan merupakan alat untuk mencapai tujuan ideologis partai politik. Ideologi kemudian diterjemahkan ke dalam sesuatu yang bersifat program kongkrit. Kesamaan platform ini yang kemudian akan mengelompokkan partai-partai politik ke dalam sebuah koalisi. Namun, fakta menunjukkan koalisi berbasis ideologi, platform, program, seringkali tidak mengemuka di lapangan praktis.
Perjalanan Pilkada Deliserdang
Perjalanan politik Kabupaten Deliserdang pernah mencatatkan sejarah unik. Pertama kalinya perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) Bupati dan Wakil Bupati Deliserdang tahun 2019-2024 mengompetisikan pasangan petahana Ashari Tambunan bersama Muhammad Ali Yusuf Siregar melawan kotak kosong. Sebagai contoh, salah satu provinsi yang terdapat pilkada paslon tunggal melawan kotak kosong adalah Sumatera Utara (Sumut). Provinsi Sumut pernah menyelenggarakan dua pilkada paslon tunggal yaitu di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Padang Lawas Utara. Untuk provinsi Sumatera Utara sendiri, pilkada paslon tunggal melawaan kolom kosong bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya, tahun 2017 Pilkada Paslon tunggal vs kolom kosong terjadi di Kabupaten Tebing Tinggi.
Pada Pilkada Tebingtinggi 2017 itu, pasangan calon Umar Zunaidi Hasibuan-Oki Doni Siregar menang 71,39% melawan kolom kosong (28,61%). Jika pada Pilkada serentak 2017 di Sumatera Utara terdapat satu Paslon tunggal, pada Pilkada Serentak 2018 terdapat dua Paslon tunggal melawan kolom kosong. Peningkatan jumlah tersebut diiringi dinamika politik lokal Sumatera Utara yang khas. Deliserdang merupakan sebuah kabupaten dengan jumlah penduduk 2.114.627 jiwa. Jumlah penduduk sebanyak itu berada di 2.497,72 km2, berada di 22 kecamatan, 380 desa, dan 14 kelurahan.
Dari jumlah penduduk dua juta lebih, di Pilkada 2018 jumlah pemilih yang ditetapkan sebagai pemilih adalah 1.170.5543 jiwa. Fakta yang menarik adalah meski sampai pada tahapan kampanye, sengketa bakal paslon perseorangan masih berjalan, bahkan sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Pada muara akhir, sengketa hukum terhadap bakal calon perseorangan, yaitu pasangan Sofyan Nasution dan Hj. Jamilah memeroleh putusan tidak bisa mencalonkan diri karena dipandang tidak mencukupi batas minimal dukungan. Sedangkan pasangan calon dari Partai Politik, H. Ashari Tambunan dan H.M. Ali Yusuf Siregar berhasil memborong seluruh. Partai Politik yang ada di DPRD Deliserdang untuk menjadi partai pengusungnya.
Sebelas (11) partai politik yang mengusung pencalonan H.Ashari Tambunan dan H.M. Ali Yusuf Siregar yakni PAN 6 kursi, PKB 3 kursi, Demokrat 5 kursi, PKPI 1 kursi, PKS 4 kursi, PPP 3 kursi, Hanura 4 kursi, PDIP 6 kursi, Nasdem 4 kursi, Gerindra 6 kursi, dan Golkar 8 kursi. Atas kondisi tersebut, akhirnya pilkada di Deli Serdang diputuskan hanya satu paslon melawan kolom kosong. Yang menggelitik adalah bahwa persepsi elit politik lokal di Deli Serdang terhadap paslon yang diusung oleh partai politik sangat positif. Paslon H. Ashari Tambunan dan H.M. Ali Yusuf Siregar dianggap sebagai sosok yang populer dan memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi serta memiliki visi misi yang sejalan dengan misi partai politik.
Peluang Kotak Kosong
Membaca perjalanan sejarah perpolitikan di Deliserdang, politik dinasti tidak bisa terelakkan. Setuju tidak setuju, mau tidak mau, tidak salah bila politik dinasti berlangsung di Kabupaten Deliserdang, Secara regulasi sudah diatur dalam UU Pilkada dan sah dan tidak ada yang salah. Sebab peraturan yang ada di Indonesia tidak melarang setiap warganya untuk mendapatkan hak politik tersebut. Namun, apakah Pilkada Deliserdang yang bakal digelar 27 Nopember 2024 mendatang kembali menghasilkan pemerintahan yang lahir dari praktik politik dinasti?
Menurut saya, menjawab pertanyaan di atas, sangat mungkin politik dinasti kembali terulang lagi di Kabupaten Deliserdang. Sebabnya, kuku kekuasaan keluarga Amri Tambunan dan Ashari Tambunan masih mengakar dan peluang itu terbuka lebar. Namun sinyal kuat datang dari dr Asri Ludin Tambunan yang telah mendaftarkan dirinya bakal maju di Pilkada Deliserdang melalui partai Golkar. Asri Ludin merupakan anak kandung dari Amri Tambunan dan saat ini menjabat Kepala Dinas Kesehatan Deliserdang. Realita politik dinasti akan kembali terulang. Namun fakta ini hanya akan terjadi bila dr Asril Ludin Tambuna direkomendasikan Golkar sebagai calon yang diusung dan tentunya harus menuntaskan koalisi dengan parpol lainnya seperti Partai Gerindra atau partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Pasalnya, Golkar hanya punya 7 kursi di legislatif dan harus melengkapi 3 kursi lagi agar bisa diusung secara regulasi. Peluang besar terjadinya lagi politik dinasti di Deliserdang juga dilhat dari keberadaan sosok Wakil Ketua Partai Gerindra Sumut Lomlom Suwondo yang juga merupakan pendiri Partai Gerindra Sumut yang telah mendapat restu dan dukungan dari Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Prof Ir Sufmi Dasco Ahmad., SH., MH. Untuk dr Asril Ludin Tambunan kemungkinan menjadi bakal calon bupati maupun wakil bupati Deliserdang pada Pilkada mendatang sangat besar peluangnya.
Selanjutnya, peluang besar Lomlom Suwondo juga didukung kapasitasnya sebagai pendiri Partai Gerindra Sumut dan juga Wakil Ketua Gerindra Sumut yang saat ini memiliki 7 kursi di DPRD Deliserdang. Modal politik ini menjadi modal kuat untuk menjadi Bupati atau Wakil Bupati Deliserdang bila dibandingkan peluang kandidat calon Bupati/Wakil Bupati yang lainnya. Sebagai bukti nyata, saat ini baliho Lom Lom Suwondo sudah mulai bermunculan di beberapa titik di Kabupaten Deliserdang. Diharapkan Pilkada serentak November mendatang berjalan dengan aman, lancar dan kondusif serta melahirkan pemimpin yanga amanah dan membawa Kabupaten Deliserang ke arah yang lebih baik.
Penulis adalah Wakil Dekan Satu Fisip Universitas Jakarta.