Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Kepemimpinan Dan Tanggung Jawab

  • Bagikan

Ia menyadari sekalipun kepemimpinan didukung oleh tim yang kuat akan tetapi tanggung jawab tetap ada pada dirinya. Karena itu, menjadi pemimpin adalah kesiapan hidup menderita

Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah Hadisnya yang menyatakan: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban dari kepemimpinannya. Karena setiap warga masyarakat memiliki potensi sebagai pemimpin maka selayaknya setiap manusia memiliki semangat kebersamaan.

Dalam urusan yang bersifat pribadi tentu orang lain tidak perlu turun tangan karena diri itulah yang bertanggung jawab terhadap urusan dirinya. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat maka tumbuh berbagai aspirasi yang berkembang dari sekedar kreativitas bersifat pribadi berubah menjadi kegiatan dari berbagai aspek komponen sosial yang berkaitan dengan ekonomi, politik, pendidikan, hukum, budaya dan sebagainya.

Pentingnya kreatifitas yang kemudian menghasilkan komponen sosial disebabkan karena setiap manusia mampu menyelesaikan urusannya sehingga harus terkait dengan kemampuan orang lain. Pada saat itulah kehadiran seorang pemimpin menjadi kenyataan yang memiliki otoritas guna memimpin penyelesaian urusan yang berkaitan dengan masyarakat.

Melihat berbagai kelebihan yang dimiliki seorang pemimpin, orang yang berada di luar struktur kepemimpinan berpandangan alangkah enaknya seorang pemimpin ketersediaan berbagai sarana pendukung pelaksanaan tugas-tugasnya sebagai pemimpin.

Namun di balik sarana dan fasilitasi yang tersedia itu terdapat hal lain yang luput dari pengamatan masyarakat yaitu beratnya tanggung jawab yang dipikul seorang pemimpin. Bagi yang menyadari betapa beratnya tugas pemimpin yang menuntut tanggung jawab yang demikian besar maka terkadang mereka segan untuk menyampaikan kesulitan yang mereka.

Dan bagi yang sadar beratnya beban tanggung jawab seorang pemimpin, mereka dapat memahami ketika ada pemimpin yang ingin mengundurkan diri agar lekas meninggalkan jabatannya sekalipun periode kepemimpinan belum berakhir.

Kesadaran tanggung jawab seorang pemimpin karena ia harus berpikir dalam spektrum yang lebih luas menghadapi berbagai persoalan politik, ekonomi, hukum, dan lainnya yang selalu memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek.

Masa Keemasan Pemimpin
Sering terbayang dalam ingatan masyarakat riwayat kepemimpinan seseorang pada masa lalu yang masih terus meninggalkan kenangan indah sehingga sekalipun ia telah lama meninggalkan jabatannya tetapi masih selalu diingat dan disebut-sebut generasi kemudian.

Padahal mereka tidak pernah berjumpa dengannya. Biasanya keberhasilan kepemimpinan yang mampu mewariskan kenangan indah disebabkan keberhasilannya mendahulukan kepentingan masyarakat serta menempatkan di belakang kepentingan pribadinya dan keluarganya.

Ia menyadari sekalipun kepemimpinan didukung oleh tim yang kuat akan tetapi tanggung jawab tetap ada pada dirinya. Karena itu, menjadi pemimpin adalah kesiapan hidup menderita.

Karena keberhasilan seorang pemimpin sering dikaitkan sebagai penderitaan bagi dirinya beserta keluarganya karena harus bersedia hidup dalam kesederhanaan, jauh dari glamor kehidupan akibat sikapnya yang mendahulukan kepentingan orang-orang yang dipimpinnya.

Sebagai contoh para para sahabat nabi meneteskan air mata ketika diberi amanah menjadi pemimpin karena menyadari betapa beratnya tanggung jawab yang dipikul seorang pemimpin di hadapan pengadilan Ilahi.

Karena itu, sesungguhnya merupakan sebuah keanehan manakala pada zaman modern ini, manakala ada yang berlomba-lomba agar diangkat sebagai pemimpin organisasi maupun lembaga birokrasi.

Namun pemimpin yang berangkat dari kesadaran menapaki jalan terjal perjuangan apalagi didasari niat yang tulus dan ikhlas. Kemampuannya membimbing dan mengarahkan orang lain kepada jalan kebaikan akan memperoleh ganjaran pahala yang sama dengan orang yang melaksanakan bimbingannya (al dallu ‘ala al khair ka fa’ilihi).

Hal itulah landasan etos kerja yang akan menghindarkan mereka dari kemungkinan putus asa.
Merupakan sebuah ironi manakala ada orang yang menyodorkan dirinya sebagai pemimpin.

Bahkan yang lebih sedihnya manakala berupaya mengumbar berbagai janji agar diangkat sebagai pemimpin padahal untuk menuju keberhasilan sungguh merupakan jalan pendakian yang sangat terjal.

Pesan Rasulullah: janganlah seseorang meminta-minta tugas kepemimpinan, karena Allah tidak akan menolongnya ketika ia dalam kesulitan. Seorang pemimpin yang ideal, manakala merasa terpaksa diangkat sebagai pemimpin bukan karena ia mengajukan permintaan tetapi karena permintaan orang lain.

Terkadang sikap seperti ini pada masa sekarang sering dianggap tidak populer, tetapi demikianlah seharusnya model kepemimpinan yang sehat karena sadar betapa beratnya beban pertanggungjawaban di hari kemudian.

Terdapat beberapa landasan berpikir para pemimpin yang menyadari arti sebuah tanggung jawab. Sebagai seorang pemimpin maka karakter pertama adalah dirinya sama sekali tidak memiliki kelebihan dibanding orang yang dipimpinnya kecuali besarnya tanggung jawab yang harus ditunaikan kepada pemilik amanah yaitu warga.

Karena itu, tidak ada alasan baginya untuk mendahulukan memperoleh fasilitas sebagai pemimpin daripada menunaikan kewajiban. Kemudian, seorang pemimpin tentulah harus mengetahui secara persis keadaan orang-orang yang dipimpinnya.

Menunaikan tanggung jawab dengan membeda-bedakan masyarakat di lingkaran terdekat dibanding terjauh merupakan kekeliruan logika berpikir. Seorang pemimpin dapat mengambil keputusan sebagai kebijakan berdasar nalurinya sendiri dalam rangka menunaikan beban amanah dan tidak menggantungkan diri kepada pendapat orang lain.

Dan karena kinerja kepemimpinan merupakan ijtihad personal maka seorang pemimpin tidak layak membanggakan keberhasilannya karena yang berhak menilai adalah masyarakat serta keputusan dari Allah.

Karena betapapun seorang merasa pemimpin berhasil namun pada dasarnya masih lebih banyak beban amanah yang belum tertunaikan. Sadar terhadap beban amanah, selayaknya seorang pemimpin memiliki kerangka berpikir yang dapat menggerakkan pembangunan menuju kesejahteraan seluruh warganya.

Menjadi pemimpin, tidak layak berlama-lama karena bisa saja pada mulanya seorang pemimpin berangkat dari cita-cita dalam bentuk visi, misi dan program yang jitu akan tetapi karena terlalu lama maka idealisme menjadi tumpul.

Akhirnya, pemimpin hanya bekerja menurut pertimbangan rutinitas semata tekad yang awal sudah terlupakan. Ketika hanya mengandalkan rutinitas semata kecil kemungkinan mampu menghadapi tantangan baru karena adanya perubahan ruang dan waktu memerlukan strategi dari pola kepemimpinan yang baru.

Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *