Kemiskinan & Pemiskinan Berkedok Bansos

  • Bagikan

Selama ini kebijakan penanggulangan kemiskinan Kota Medan berfokus kepada program stimulant Bansos sehingga tidak mampu memutus rantai kemiskinan. Masyarakat diajari untuk menunggu bukan untuk mengubah keadaannya
 
 Persoalan kemiskinan tidaklah berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi berbagai aspek, seperri keterbatasan ekonomi, mental dan pandangan hidup masyarakat dalam menyikapi kemiskinan tersebut.
 
Berbagai program sudah dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah agar masyarakat yang tergolong miskin dapat keluar dari kemiskinannya, namun hasil yang diperoleh masih jauh dari harapan.
 
Kemiskinan masih tetap menjadi isu berita di berbagai media, kemiskinan masih tetap penghalang pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan Makmur. Bahkan warga miskin ada yang semakin jauh terperangkap dengan kemiskinannya seiring dengan krisis keuangan global dan efek merebaknya Covid 19 yang menimpa Indonesia pada beberapa tahun belakangan ini.
 
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan antara lain, melalui program penyaluran beras untuk rakyat miskin (Raskin), Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk orang miskin, Asuransi Kesehatan untuk Orang Miskin (Askeskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
 
Dalam kenyataannya, program tersebut belum sepenuhnya mampu menanggulangi kemiskinan di daerah. Hal ini disebabkan pelaksanaan programnya masih bersifat top down.
 
Program bantuan yang bersifat top down, sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan, justru melahirkan persoalan baru seperti: konflik horizontal, ketergantungan, korupsi, dis-integrasi warga, hingga melahirkan mental peminta minta.
 
Mangadopsi data yang dirilis (BPS, 2019) bahwa, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 25,14 juta orang (9,41%). Oleh karenanya pemerintah harus bergerak cepat menuntaskan dan mencari jalan keluarnya.
 
Permasalahan kemiskinan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, diperlukan fasilitator (agen pembangunan) yang memiliki sumberdaya, kekuasaan, dan kemampuan untuk bertindak. Mengingat, saat ini banyak masyarakat terjebak dalam situasi ketidakberdayaan ekonomi dan sosial yang ekstrim.
 
Kebijakan penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh sangat diharapkan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat dan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dalam penyediaan fasilitas pelayanan sosial.
 
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanahkan, Fakir miskin dan anak-anak terlantar diasuh oleh negara.
 
Berdasarkan amanat tersebut, maka diperlukan upaya-upaya nyata dari pemerintah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi warga miskin yang bersifat multi dimensi, multi sektor dengan beragam karakteristik yang harus segera diatasi.
 
Hal ini tentunya, kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi warga miskin harus memilki kebijakan yang melibatkan partisipasi masyarakat agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
 
Apabila kebijakan tidak bersifat kontinuitas dan tepat sasaran dikhawatirkan berdampak kepada kegagalan program.
 
Pemiskinan Berkedok Bansos
Isu kemiskinan secara nasional, tidak jauh berbeda dengan kondisi riil di Kota Medan. Meski kebijakan penanggulangan kemiskinan sudah tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 Tahun 2015, tentang Penanggulangan Kemiskinan, namun persoalan kemiskinan belum dapat diselesaikan.
 
Perda ini mengatur ketersediaan program dan fasilitas-fasilitas dari pemerintah yang dibiayai APBD Kota Medan untuk masyarakat yang dikategorikan sebagai warga kurang mampu (miskin).
 
Pasal 14 Perda No 5 Tahun 2015 menyebutkan: “Program penanggulangan kemiskinan meliputi: Bantuan pangan; Bantuan Kesehatan; Bantuan Pendidikan Bantuan perumahan; Bantuan peningkatan keterampilan bantuan modal usaha; dan bantuan perlindungan rasa aman.
 
Program bantuan pangan berupa pemberian sembako, terdiri dari beras telur dan pemberian subsidi bahan pangan yang aman, utuh, sehat dan halal. Bantuan kesehatan berupa memberikan perawatan jalan dan rawat inap gratis pada instansi pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah.
 
Bantuan pendidikan berupa pembebasan biaya pada jenjang sekolah dasar dan menengah dalam bentuk beasiswa dan bantuan penyelenggaraan pendidikan. Bantuan perumahan berupa penyediaan perumahan, bantuan perbaikan rumah dan bantuan sarana dan prasarana pemukiman.
 
Selanjutnya bantuan keterampilan dan modal usaha dilakukan melalui bantuan keterampilan dan menajemen usaha. Terakhir, bantuan perlindungan rasa aman dilakukan melalui pengurusan administrasi pendidikan, penyelesaian konflik sosial, perlinduangan anak dan kekerasan serta perlindungan dalam menjalankan ibadah.
 
Pasal 9 Perda Kota Medan No 5 Tahun 2015 juga menyebutkan, setiap warga miskin mempunyai hak atas kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, modal usaha, perumahan, air bersih dan sanitasi yang baik, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, rasa aman dari ancaman tindak kekerasan dan berpatisipasi dalam kehidupan sosial dan politik.
 
Faktanya, dalam implementasi program penanggulangan kemiskinan yang disebut bantuan pangan, bantuan siswa miskin, program keluarga harapan, kartu Indonesia pintar, kartu Indonesia sehat, bedah rumah, kelompok usaha bersama (KUBE) tidak berjalan optimal.
 
Misalnya, masih ada rumah tangga penerima Raskin yang tidak sesuai kriteria, waktu pelaksanaan penyaluran beras ke masyarakat tidak menentu, ketidak tepatan waktu dalam sosialisasi menyebabkan minimnya pengetahuan penerima manfaat terhadap program tersebut.
 
Selama ini kebijakan penanggulangan kemiskinan Kota Medan berfokus kepada program stimulant Bansos sehingga tidak mampu memutus rantai kemiskinan. Masyarakat diajari untuk menunggu bukan untuk mengubah keadaannya.
 
Modal-modal usaha, dana stimulan program pelatihan dan pendidikan tidak dimanfaatkan dengan baik dan akhirnya menyebabkan masyarakat tetap miskin.
 
Kondisi data dasar kelompok miskin yang diandalkan juga melalui data dari pusat tanpa melakukan sinkronisasi data di daerah, sehingga banyak didapati masyarakat belum tercakup dalam program-program penanggulangan kemiskinan. Dari berbagai program tersebut menunjukkan, penurunan penduduk miskin belum signifikan.
 
Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan 2010-2018
No.
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa)

1.
2010
212.300

2.
2011
204.190

3.
2012
201.060

4.
2013
209.690

5.
2014
200.320

6.
2015
207.500

7.
2016
206.870

8.
2017
204.220

9
2018
186.000

Sumber : BPS Kota Medan dalam Angka 2019
 
 
Karenanya, untuk mengatasi kemiskinan di Kota Medan diperlukan proses perencanaan, desentralisasi ke tingkat masyarakat, mobilisasi dan alokasi sumber daya harus ditangani oleh pemerintah daerah melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, paket dukungan untuk komune sangat ideal untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan pengurangan kemiskinan dan sistem pemantauan kemiskinan yang baik harus didasarkan pada partisipasi masyarakat setempat.
 
Kebijakan pengendalian kemiskinan yang dilakukan OPD selama ini, terkesan masih bersifat egosektoral dengan menjalankan program penanggulangan kemiskinan secasra masing-masing tanpa adanya kordinasi antara OPD terkait.
 
Data dasar kelompok miskin yang diandalkan masing-masing OPD adalah melalui data dari pusat tanpa melakukan sinkronisasi data di daerah, sehingga banyak didapati warga yang menerima bantuan lebih dari dua kali dalam satu bulan, di sisi lain ada yang tidak mendapatkan bantuan.
 
Penutup
Petuah lama mengatakan, untuk membantu seseorang jangan berikan ikannya, tapi berikanlah kail-nya. Oleh karenanya, tidak perlu melulu diberikan bantuan pangan kepada warga miskin, karena yang mereka butuhkan adalah pemberdayaan ekonomi keluarga sesuai dengan potensinya.
 
Penulis adalah Dosen Fisip Universitas Medan Area.
 

  • Bagikan