Kembalinya Orientasi PPP

  • Bagikan

Kembalinya orientasi PPP. Harapannya bagaimana PPP kembali jadi pilihan umat, menjadi satu-satunya partai yang memperjuangkan ideologi Islam. Kalau itu bisa dipahami umat, tidak perlu kita memaksa orang untuk memilih PPP

Ada hal menarik yang sedang terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam merespons dinamika dan persoalan baik yang terjadi di dalam negeri maupun di dalam negeri. Demikian juga dalam internal partai PPP. Hal yang menarik ini menurut saya terkait dengan orientasi politik PPP.

Pertama, saya tertarik dengan pernyataan Wakil Ketua MPR Fraksi PPP Arsul Sani dengan menyebutkan bakal menolak amandemen UUD 1945 bila perubahan yang dilakukan bukan untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). PPP bakal menolak amandemen jika berkaitan dengan penundaan Pemilu.

Di laman resmi PPP (18/3/2022), Arsul Sani menyebutkan, sesuai rencana awal, amandemen itu hanya buat memasukkan kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN saja. Tidak ada hal-hal lain. Nah kalau hal-hal lain mau dimasukkan ya mending tidak usah ada amandemen. PPP tidak mau amandemen dilakukan secara buru-buru, tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik.

PPP juga tidak ingin agenda amandemen hanya untuk kepentingan jangka pendek. PPP ingin agar soal amandemen ini tidak dilakukan dengan ‘grusak-grusuk’. Jikapun perlu dilakukan maka transparansi dan partisipasi publiknya harus terbangun dengan baik dan harus dilakukan secara terbatas. PPP juga ingin agar amandemen tidak dilakukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan jangka pendek.

Menurutnya, jika hanya mengamandemen konstitusi untuk kepentingan jangka pendek dikhawatirkan ke depan akan mudah amandemen dilakukan untuk kepentingan pemegang kekuasaan saja. Karena sekali kita mengamandemen konstitusi hanya untuk kepentingan jangka pendek maka ke depan jika ada kepentingan-kepentingan jangka pendek dari mayoritas pemegang kekuasaan, akan mudah sekali nanti kita mengamandemen konstitusi.

Pernyataan Arsul Sani, jelas mengindikasikan pandangan resmi PPP. Pandangan resmi ini jelas berbeda pandangan dengan partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi lainnya seperti Partai Golkar, PKB maupun PAN yang mengajukan dan mendukung penundaan Pemilu. Padahal sebelumnya PPP selalu sehaluan pandangan dengan partai pendukung pemerintah Presiden Jokowi dalam berbagai wacana politik yang berkembang atau dikembangkan terkait dengan kebijakan pemerintahan Presien Jokowi.

Kedua, terkait dengan persoalan jilbab di India. Sebagaimana diketahui, Ketua DPP PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal, mendukung aksi Muskaan Khan yang teguh mempertahankan hak dan pendidikannya di tengah perlakuan rasisme Hindu terhadap Muslim India.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, seorang pelajar dari India Muskaan Khan, menjadi sorotan media atas aksinya melakukan perlawanan terhadap kebijakan sekolahnya yang melarang penggunaan hijab di sekolah. Kegiatan aksi tersebut beredar luas di media sosial. Permasalahan tersebut dimulai saat siswa di sebuah kampus pra-universitas, setara dengan SMA, di distrik Udupi, Karnataka, tidak memperbolehkan siswanya mengenakan jilbab di dalam kelas.

Hal tersebut yang menyebabkan terjadi protes hingga permasalah tersebut meluas.
Bagi PPP, Muskaan Khan adalah wajah perlawanan yang menolak tindakan rasisme terhadap dirinya dan umat Islam lainnya di tengah larangan menggunakan hijab, dan ini perlu kita dukung.

Illiza menyesalkan dan mengutuk keras kejadian tersebut. Sebab itu ia meminta pemerintah India untuk memberikan perhatian atas kejadian itu, karena hal ini sudah menjadi perhatian dunia internasional.

Persoalan rasisme terhadap umat Islam di India bukan yang pertama kali tapi sudah sering terjadi. Tindakan diskriminasi terhadap umat islam tidak hanya terjadi dalam dunia pendidikan tapi juga di berbagai bidang termasuk pekerjaan dan kesehatan. Aksi rasisme atas nama agama tak masuk akal dan tidak dapat dibenarkan.

Menurutnya, umat Muslim khusunya pelajar Muslim di India berhak mendapatkan haknya dan mempertahankan keyakinannya. Ketua Lembaga Hubungan Internasional DPP PPP mengaku prihatin atas larangan penggunaan hijab bagi siswi sekolah di India. Bukannya menjaga toleransi, tindakan itu justru dinilai membahayakan bagi kemanusiaan dan kebebasan beragama.

Karena itu, dia meminta pemerintah Indonesia untuk menyampaikan nota protes melalui saluran diplomatik kepada pemerintah India atas perilaku diskriminasi bermotif agama dan penistaan terhadap umat Islam yang kerap terjadi belakangan ini.

Ketiga, pembenahan dan penguatan ideologi PPP. Sebagaimaa diketahui, DPP PPP kembali mengadakan sekolah politik bagi pengurus di tingkat wilayah. Kali ini sekolah politik PPP digelar di Hotel Claro, Kota Makassar, (11/2/2022). Wakil Ketua Umum DPP PPP Amir Uskara mengatakan, sekolah politik ini wajib diikuti oleh ketua, sekretaris dan ketua bidang OKK DPW PPP sebagai bentuk penguatan Islam sebagai ideologi partai. Memang diwajibkan seluruh kader di semua tingkatan.

Tapi ini khusus untuk 20 ketua, sekretaris dan OKK DPW PPP. Kenapa penting, karena kecendrungan sekarang susah membedakan diri sebagai partai politik yang Islam dengan partai lain. Ketua Fraksi PPP DPR RI itu menjelaskan, sekolah politik ini digagas oleh para senior partai berlambang Ka’bah dengan pengurus DPP. Forum yang diadakan di Makassar saat ini merupakan edisi ketiga.

Sebelumnya, sekolah politik telah digelar khusus untuk pengurus DPP PPP di Bangka Belitung. Kemudian, edisi kedua berlangsung di Bogor, Jawa Barat, yang diikuti sejumlah petinggi DPW. Mereka yang tidak ikut pada edisi kedua diwajibkan menuntaskan forum ketiga saat ini.

Selain untuk pengurus di tingkat DPW, sekolah politik ini menurutnya juga akan diadakan bagi pengurus tingkat DPC atau kabupaten kota. Dia berharap output dari forum tersebut mendorong pengurus bisa memaksimalkan perjuangan partai.

Kembalinya orientasi PPP. Harapannya bagaimana PPP kembali jadi pilihan umat, menjadi satu-satunya partai yang memperjuangkan ideologi Islam. Kalau itu bisa dipahami umat, tidak perlu kita memaksa orang untuk memilih PPP.

Tiga hal menarik di atas–yang memunculkan sikap politik PPP menjadi bagian penting dari orientasi politiknya. PPP tidak sekedar sebagai partai pendukung pemerintah. Tapi punya sikap baik untuk berpihak pada kerakyatan, Islam dan usaha membangun dirinya kembali.

Tiga hal penting ini yang sebelumnya menutupi jatidiri PPP–terutama setelah bergaung dan mendukung pemerintahan Presiden Jokowi sejak Pemilu 2014. Apa sesungguhnya yang terjadi dalam PPP?

Basis Liberalisme Politik

Menurut saya, PPP sedang berusaha untuk mengembangkan dirinya lewat apa yang disebut Liberalisme politik yang diselaraskan dengan visinya yaitu “Terwujudnya masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT dan negara Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, bermoral, demokratis, tegaknya supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta menjunjung tinggi harkat-martabat kemanusiaan dan keadilan sosial yang berlandaskan kepada nilai-nilai ke-Islaman”.

Pertama, dan secara fundamental–bagi PPP masyarakat liberalisme politik menawarkan dan melindungi prinsip-prinsip dasar kebebasan hukum. Ini berada dalam hak-hak inti kewarganegaraan meskipun mereka sering meluas ke penduduk dan orang asing yang bukan warga negara.

Konsep pembatasan hak kewarganegaraan yang sesuai dengan hak-hak dalam politik liberal Eropa sebelumnya yang mendahului hak-hak ekonomi dan sosial dan hak-hak politik yang bersangkutan dengan hak pilih.

Kebebasan hukum dasar terletak pada pemberian kepribadian hukum untuk warga negara dan perlindungan semua penduduk dalam yurisdiksi hukum yang berdaulat artikulasi. Kebebasan tersebut meliputi pelembagaan hak yuridis.

Misalnya, hak atas proses hukum, habeas corpus, perwakilan hukum dan akses terhadap keadilan, kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, kematian yang kadang-kadang ditafsirkan sebagai hak negatif, dan perlindungan hak-hak dasar kebebasan politik.

Misalnya, berbicara, beriman, bepergian, berserikat) tidak termasuk hak pilih, dan hak milik, yang terkadang ditafsirkan sebagai hak positif.

Kedua, liberalisme politik mencakup negara moderat. Negara mencakup banyak elemen, mulai dari legislatif, lembaga eksekutif hingga pengadilan dan militer. Sebuah negara moderat dibedakan oleh internal dan fragmentasi kekuasaan yang sistematis, sehingga ada keteraturan atau konstituen kontestasi yang terstruktur secara nasional di antara unsur-unsur negara.

Negara moderat bergantung pada beberapa otonomi peradilan, setidaknya sampai tingkat yang dapat menahan diri atas unsur-unsur negara lainnya atau memajukan klaim atas hak atau keadilan (Erence C Halliday, Lucien Karpik and Malcolm M Feeley, 2007).

Bangsa yang tidak pernah dicari atau dicapai masyarakat politik liberal dibatasi atau terinspirasi untuk melakukannya oleh lembaga keuangan dan pemerintahan internasional, LSM internasional, dan negara-negara yang berpengaruh secara geopolitik.

Bangsa yang telah maju menuju dan kemudian mundur dari liberalisme politik ditekan untuk mendapatkan kembali pijakan yang hilang. Bangsa yang baru-baru ini bergeser dari otoriter ke sistem politik liberal didorong untuk mengunci transisi melalui institusi dan konstitusi.

Dan negara-negara yang tampaknya merupakan negara demokrasi yang matang sedang didorong untuk memulihkan kebebasan yang berkurang dalam menghadapi terorisme dan konflik rumah tangga.

Di seluruh dunia, liberalisme politik sedang diperjuangkan, dikonsolidasikan dan dipertahankan. Sebagai reaksi terhadap sebelumnya satu partai atau negara berkembang (misalnya, Indonesia, Taiwan, Korea Selatan), rezim otoriter ‘Big Man’ (misalnya, Kenya), rezim komunis sebelumnya dan saat ini di tengah dan timur Eropa dan Asia (misalnya, China), dan bekas kediktatoran militer dalam bahasa Latin Amerika (misalnya, Brasil, Chili dan Argentina), sponsor internal dan eksternal dari perubahan dengan penuh semangat menganjurkan model politik liberal. Di mana-mana, itu nampaknya, nasib liberalisme politik dipertaruhkan.

Itulah yang terjadi pada negara-negara yang tidak pernah menikmati politik liberal, untuk demokrasi yang matang menghadapi terorisme dan konflik domestik. Tentu saja untuk PPP, ini akan menjadi transformasi politik ketimbang gimik politik. WASPADA

Penulis adalah Dosen Ilmu Politik Fisip USU

  • Bagikan