Kami Terus Tumbuh

  • Bagikan

SETIAP kali bentuk baru media muncul, setiap kali pula guncangan terjadi dan menghantam media yang telah lebih dahulu eksis. Tapi guncangan ini dicatat oleh sejarah menjadi bagian dari proses pengayaan distribusi informasi. Ya, dunia pers sesungguhnya sangat fasih terhadap perubahan.

Cerita dimulai ketika media massa cetak (print media) mulai mapan sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg di abad ke-15 atau di awal tahun 1.400-an. Meskipun Gutenberg adalah seorang pengrajin logam, orang Jerman ini dikenal sebagai penemu mesin cetak bergerak (moveable type) pertama di dunia.

Temuannya kemudian dianggap sebagai tonggak sejarah manusia modern. Seiring munculnya media cetak, mesin cetak kemudian dinilai memiliki peran penting perkembangan di Eropa, seperti lahirnya Renaissance, dan Abad Pencerahan.

Tapi media cetak seperti koran mengalami guncangan ketika teknologi audio mulai ditemukan. Sejak James Maxwell menemukan rumus yang diduga dapat mewujudkan gelombang elektromagnetis pada 1865, yaitu gelombang yang digunakan gelombang radio.

Para ilmuan kemudian seperti Guglielmo Marconi, John Ambrose Fleming, Lee de Forest mengembangkan teknologi audio yang walaupun sinyal yang ditangkap masih sangat lemah, namun guncangan yang dialami koran tetap saja terjadi.

Karena dengan cepat radio menjadi media komunikasi massa yang menghantarkan pesan secara lebih cepat. Dari satu-satunya media komunikasi massa, sejak kemunculan radio, media cetak memiliki kompetitor yang tidak dapat ditandinginya dari segi kecepatan.

Tapi alih-alih murung, redup dan mati, media cetak semakin melejit. Sejak saat itu bentuknya semakin bervariasi, dan berwarna. Media cetak seperti koran kemudian bersiap-siap menjadi idola bagi orang-orang cerdas di seluruh dunia.

Tetapi guncangan belum berakhir dan terjadi lagi. Awalnya pada 26 Januari 1926 saat John Logie Baird menemukan cikal bakal televisi yang disebutnya “televisor”. Dengan komponen yang berputar di tahun 1928 ia berhasil menciptakan televisi transatlantik antara London dan New York.

Dengan segera televisi menjadi primadona penghantar pesan. Dia memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media cetak dan media radio.

Dengan kombinasi audio (suara) dan visual (gambar), dan penyebaran yang massif, jelas bukan lawan tanding yang seimbang dengan media cetak.

Guncangan yang dialami oleh media cetak kali ini tidak main-main. Pun media radio ikut mengalami guncangan hebat. Tapi apa yang terjadi beberapa dekade kemudian, meskipun industri media televisi berkembang pesat, namun media massa cetak pun semakin menyebar ke seluruh dunia.

Koran-koran dan majalah-majalah mainstream dunia bahkan menembus pasar mancanegara. Begitu juga halnya dengan radio, bangunan jaringan global semakin menggurita.

Sampai awal abad 21, media massa cetak dan radio berkembang pesat sesuai jalurnya masing-masing. Bahwa guncangan yang terjadi karena hadirnya jenis media baru, justru memunculkan jalan keluar dari masalah yang terjadi. Media massa akan terus tumbuh di tengah guncangan.

Kali ini, sejak dekade belakangan ini, guncangan datang dari perkembangan teknologi informasi atau yang kita kenal dengan gelombang keempat teknologi informasi. Bersiap-siap gelombang kelima segera menyusul.

Dalam dinamika seperti ini semua jenis media terkonversikan. Artinya, digitalisasi telah mereduksi seluruh jenis media massa yang sudah ada sebelumnya. Bahkan masih ditambah lagi dengan varian baru yang disebut dengan media sosial.

Bahkan wajah dunia seketika berubah. Saat ini di hampir semua sekor telah terkoneksi dengan digitalisasi. Pola membaca khalayak pun bergeser. Dengan dukungan smarphone dan beragam jenis gadget lainnya. Maka media cetak, radio, pun televisi mengalami guncangan.

Orang-orang mulai tidak lagi menenteng koran di saku celananya dengan bangga. Pengemudi merasa tidak perlu lagi mendengar radio dalam perjalannya, karena semua kebutuhan informasi dan hiburan alternatif dia punya. Televisi juga tidak lagi tontonan utama, karena semua jenis hiburan dan informasi ada di genggaman setiap saat.

Inikah akhir media massa? Jawabnya tentu tidak. Konvergensi media menjadi jawabannya. Media cetak melalui e-paper, radio melalui audio dan televisi dengan audio visualnya menjadi satu di dalam media online.

Harian Waspada yang merupakan koran mainstream khususnya di Sumatera Utara dan Aceh melakukan transformasi menjadi media online yang kami sebut waspada.id. dengan konsep konvergensi media, perlahan-lahan kami akan menyempurnakan tampilan untuk memberikan suguhan yang berarti kepada pembaca sekalian.

Pengalaman telah mengajarkan bahwa guncangan-guncangan yang terjadi justru membuat media massa semakin berkembang. Ini karena sifatnya yang elastis dengan kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi. Di dalamnya ada syarat khusus yang harus ada yakni kerja keras. Ya, di hari lahir waspada.id ke-3 hari ini, kami pun akan terus tumbuh. (Pemimpin Redaksi)

  • Bagikan