Kalian memang keterlaluan. Jika itu lolos maka meraja-lelalah komunis hidup subur di negeri ini. Akibatnya praksis pendidikan pun akan semakin jauh dari nuansa agama.
Kalian memang keterlaluan, kalian hampir tidak punya i’tikad baik untuk menyenangkan rakyat barang sediki pun lebih-lebih di masa pandemi ini. Kalian justru menambah kocek dengan cara mengedepankan azas manfaat alias menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
Kalian tak henti-hentinya menyakiti rakyat dengan cara mengganggu aktivitas mereka untuk mencari makan termasuk jualan sayur sekalipun dengan dalih pandemi, padahal kalian sendiri tidak transparan tentang pandemi ini.
Bahkan berita terakhir yang dimuat di harian ini Minggu (6/3) bahwa negara tetangga menuding Indonesia memanipulasi data Omicron dan data Covid-19 sebelumnya. Itu artinya justru kalian yang menciptakan body immunity (kekebalan tubuh) anggota masyarakat semakin menurun karena dibayangi rasa was-was hari demi hari.
Apalagi kehadiran vaksin jilid 1, 2, 3, bahkan mungkin bakal ada jilid 4 yang sebagian besar orang menganggapnya begitu menakutkan karena menaruh curiga yang mendalam terhadap vaksin itu.
Di negeri ini penuh dengan anomali, menempatkan posisi Menkes pun bukan berlatar – belakang dokter atau kesehatan, seakan tak ada lagi putra-putri terbaik bangsa yang ahli di bidang ini.
Di negara mana pun di dunia ini tidak lazim mengangkat pejabat yang bukan ahli di bidang yang diembannya lebih-lebih di bidang kesehatan. Menkes sebagai jabatan politis tidak bisa lebih ditonjolkan apalagi disamakan dengan jabatan lainnya.
Jabatan yang mengurus pasir, batu, semen, rumah dan jembatan tentu berbeda dengan mengurus kesehatan masyarakat karena bersintuhan langsung dengan kemanusiaan.
Patut saja penanganan pandemi ini bukan bertujuan untuk mewujudkan cita-cita filosofi kesehatan melainkan sebaliknya mempersakiti orang yang sedang sehat serta membuka ladang KKN dan menguntungkan segelintir para pebisnis kesehatan.
Di saat ekonomi rakyat makin terpuruk, kalian masih sanggup menaikkan harga BBM. Kalian pertontonkan kepada rakyat ironi kelangkaan minyak goreng. Rakyat bagaikan tikus yang mati kelaparan di dalam lumbung padi akibat hilangnya dari peredaran.
Kalaupun ada terpaksa harus antrian untuk memdapatkan kebutuhan pokok yang satu ini. Padahal Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Mungkin setelah ini bisa saja akan hilang lagi bahan kebutuhan pokok lainnya yang akan memperparah kehidupan masyarakat.
Belum lagi rencana kebijakan kalian tentang Jaminan Hari Tua (JHT) buruh tanpa hati nurani. Kalian lemparkan testing the water menguji kelengahan buruh untuk turun ke jalan berdemonstrasi.
Syukurlah kebijakan yang tak populis ini kalian ralat setelah didemo dan akhirnya kembali ke peraturan lama sehingga JHT bisa cair di usia buruh sebelum 56 tahun. Tercium bau busuk bahwa dana JHT itu bakal kalian gunakan senasib dengan dana haji dan dana ansuransi serta sejumlah kantong-kantong dana lainnya yang bilangannya triliunan rupiah.
Ribuan nasabah ansuransi yang sudah jatuh tempo pun tidak bisa cair meski sudah lama diklaim oleh pemiliknya. Hampir semua sektor kehidupan kalian pajaki secara bertahap yang jelas-jelas membebani rakyat guna menutupi utang yang kalian gali.
Bukan tidak mungkin suatu ketika setiap orang kentut dan menghirup udara segar akan dipajaki setelah pajak knalpot kenderaan yang rencananya akan kalian berlakukan juga. Omnibus Law (OL) kalian paksa dibuat untuk kepentingan kalian beserta oligarki tanpa memikirkan akibatnya kepada rakyat.
Tega-teganya kalian mengkhianati rakyat dengan membiarkan orang asing menjajah di negeri ini. Begitulah cara kalian mencekik rakyat yang tak manusiawi dan tak Pancasilais itu.
Pertahanan Dan Keamanan
Bukan tidak mungkin suatu saat negeri ini akan porak-poranda jika pertahanan di segala bidang semakin rapuh dalam menangkis kehadiran kompeni baru yang wujudnya bermacam-macam.
Ada wujud kompeni pendatang yang sengaja dibiarkan berkeliaran di negeri ini, ada pula makhluk yang berwujud pakai topeng. Kerjanya selingkuh politik, sifatnya sadis, anti agama dan pengkhianat bangsa.
Model manusia seperti ini harus dibuka dulu topengnya baru diketahui warnanya. Kalau tidak, akan turun hujan tipu-tipu merajai hari demi hari di alam bumi dan langit Indonesia. Begitu kurang lebih kata Peterpan dalam lagunya.
Bisa saja terjadi suatu ketika negeri ini berpotensi menjadi negeri entah-berentah alias terra incognita (hilang) dalam peta bumi akibat perubahan yang terjadi sekarang ini yang diawali dengan perubahan ibu kota baru yang bernama Nusantara.
Nama Indonesia akan rentan hilang ditelan masa di kemudian hari sekaligus berimplikasi terhadap perubahan sosial kehidupan manusia yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Penghilangan nama merupakan salah satu modus jahat untuk mereduksi dan menghancurkan nasionalisme penduduk rakyat Indonesia. Perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim membuka pintu negeri ini mudah tergadai, terjual dan terjajah hingga suatu masa kedaulatan negeri jatuh di tangan orang asing.
Jika itu yang terjadi, maka kalian bukan saja durhaka politik kepada rakyat tetapi juga terhadap para pejuang dan pendiri bangsa ini.
Sebenarnya rakyat sangat berharap banyak terhadap TNI guna menjaga pertahanan dan keamanan negara, namun posisi TNI belakangan ini menjadi sebuah teka teki serta susah ditebak meski tidak sampai suudzon (berburuk sangka).
Hal ini dipicu keluarnya sebuah statemen dari pimpinan yang mengatakan rakyat tak perlu berharap banyak terhadap TNI. Jika itu betul hati awak pun menangis, entah kepada siapa lagi mengadu jika negeri ini suatu saat terjadi apa-apa.
Lahir pula baru-baru ini larangan kepada ibu-ibu persit TNI supaya jangan “gatal” mempersoalkan Ibu Kota Negara (IKN) baru di medsos. Demikian juga perintah yang melarangan untuk mengundang penceramah yang terindikasi radikal.
Jelasnya, di tubuh TNI tidak perlu ada demokrasi dan harus tunduk kepada komando. Entah jenis paranoid apa pulalah namanya ini sehingga ibu-ibu TNI yang bermedsos ria pun harus dikontrol. Padahal mereka hanya istri-istri setia dalam membantu suami melaksanakan tugas.
Tak kedengaran lagi manunggal ABRI (TNI) dengan rakyat seperti pada masa ORBA dulu. Demikian juga keharmonisan Pangeran Diponegoro dengan ulama untuk melawan penjajahan Belanda. Dahulu mau saja awak memeluk dan mencium TNI sangkin cinta dan bangganya.
Sekarang jangankan menciumnya, mau dekat saja pun harus berpikir ulang. Apalagi kalau sudah bergandengan tangan dengan POLRI, awak pun bertambah ciut.
Jarang sekarang ditemui TNI yang berjiwa ulama dan demikian juga ulama yang berjiwa TNI. Pada masa ORBA, dua komponen ini bisa berkolaborasi serta berhasil menyatukan umat. Namun sekarang tak begitu signifikan lagi kolaborasi itu dalam wujud yang nyata.
Tentu rakyat tetap mendoakan, semoga mereka tidak terbawa arus dan tidak luntur memaknai sapta marga dan tetap memiliki patriotisme agar senantiasa dapat diandalkan dalam menjaga pertahanan dan keamanan serta bela negara.
Jujur saja, selama ini rakyat merasa risih jika dichotomi “mayoritas – minoritas” dan “pribumi – non pribumi” diungkit dan dipersoalkan di negeri ini demi menjaga persatuan dan kesatuan. Karena itulah doktrin Pancasila yang dipahami rakyat selama ini.
Namun sekarang rakyat sudah mulai sadar bahwa keummatan dan kepribumian naga-naganya harus kembali dikobarkan agar dua komponen bangsa ini bersinergi dalam bela negara. Itulah tampaknya isyarat yang kalian maui.
Umat pribumi kalian posisikan seolah kaum yang tak punya saham dalam mendirikan negeri ini sementara kaum pendatang kalian sambut dengan karpet merah sekaligus menjadi tuan yang terhormat di negeri ini.
Pendidikan
Kebijakan di bidang pendidikan pun nasibnya juga semakin tidak terarah. Kontraproduktif dengan falsafah pendidikan Indonesia yang berbasis Pancasila. Kalian terbitkan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang mengedepankan budaya sekuler dari pada agama.
Terkesan membiarkan seks bebas hidup di kampus dengan dalih persetujuan secara seksual (sexual consent). Subsansi peraturan itu sebenarnya tidak sukar-sukar amat untuk diterima, namun dicederai adanya muatan frasa tanpa persetujuan korban.
Seolah tidak illegal secara syariah jika segala perbuatan dan pelecehan seks (meraba, merogo, mencium dan berzina, dll) jika dilakukan suka-sama suka. Bersiul saja pun kalian persoalkan di kampus seolah tidak ada lagi masalah urgen lainnya tentang pendidikan yang perlu dibenahi dalam bentuk peraturan.
Yang paling berbahaya adalah soal pendidikan dalam jangka panjang. Rancangan Undang-Undang Pendidikan Nasional yang sedang ditunda pembahasannya besar kemungkinan akan mengundang masalah di kemudian hari.
Bisik-bisik tetangga, materi undang-undang tersebut akan menggusur pendidikan agama dari kurikulum nasional dan akan diganti dengan pendidikan budi pekerti. Bukan tidak mungkin filsafat pendidikan komunis pun akan terbuka lebar menyusup masuk dalam konsep rancangan itu.
Kalian memang keterlaluan. Jika itu lolos maka meraja-lelalah komunis hidup subur di negeri ini. Akibatnya praksis pendidikan pun akan semakin jauh dari nuansa agama.
Pesantren hendak kalian bubarkan dari sistem pendidikan nasional dan mengejek para pelajar dan santri yang hafiz (hafal) alquran. Kalian lupa bahwa para pejuang negeri ini tidak sedikit dari alumni pesantren dan bahkan ada yang hafal kitab Al-Qur’an.
Pancasila hendak kalian peras jadi ekasila. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa kalian ganti menjadi ketuhanan yang berkebudayaan. Ini semua sudah jelas akan diajarkan kepada siswa sehingga hilanglah sejarah Pancasila yang murni itu.
Akibatnya tuntunan agama yang bersumber dari firman Tuhan dan sabda Nabi hanya tinggal tontonan warga Indonesia sepanjang masa.
Penulis adalah Guru Besar Unimed.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.