Oleh Taufiq Abdul Rahim
Kabinet Gemoy sejak awal tahapan Pemilu melanggar konstitusi dan penyimpangan untuk menang dengan menghalalkan segala cara, menggunakan kekuasaan legislatif serta yudikatif, sehingga menentukan kemenangan melalui MK
Pelantikan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024, menjadi perhatian publik secara nasional dan internasional. Sehingga menjadi catatan tersendiri dari berbagai sudut pandang politik serta demokratisasi politik politik Indonesia di era modern, juga berlaku dinamika yang memiliki penilaian rasional dan irrasional dalam konteks politik kenegaraan yang penuh dengan dari berbagai pandangan, pemikiran, penilaian, analisis secara keilmuan politik yang semakin rumit dan memiliki konsekwensi logis.
Karenanya, bagi sebagian yang merasa sebagai sebuah kemenangan partai politik, kelompojk politik serta pendukung, merasa bangga dengan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tersebut (RI) tersebut, meskipun dengan pemikirann irrasional karena permainan politik. Namun bagi yang berfikir rasional bahwa, praktik demokrasi politik yang penuh dengan kecurangan, keculasan, melanggar konstitusional atau aturan hukum, bahkan dengan segala cara memperoleh kemenangan termasuk tipu-daya dan melahirkan anak haram konstisi untuk melahirkan pemimpin yang cacat hukum dan sangat tidak menjunjung tinggi ketentuan hukum serta etika-moral.
Dengan keangkuhan serta kepongahan kekuasaan politik, kemudian Presiden RI melantik para pembantu kerja politik dengan sejumlah sekitar 110 Pejabat Menteri dan Wakil Menteri dengan istilah Kabinet Merah-Putih, secara umum rakyat menyata dan media massa memberikan istilah lainnya sebagai “Kabinet Gemoy”. Kata kabinet mengacu kepada orang-orang atau para individu yang ikut membantu kerja Presiden dalam bentuk tugas kerja Kementrian sebanyak 45 Kementrian, Badan dan Lembaga untuk mengurus pemerintah untuk melaksanakan program kerja dan proyek yang seringkali mengatasnamakan untuk rakyat.
Sementara itu “Gemoy” merupakan kata yang mencirikan seseorang yang menggemaskan, gemuk, lucu dan memiliki perilaku yang mengundang tawa dan kegelian, kelucuan bagi yang melihatnya. Sehingga secara fisik, struktur dan fostur Kabinet Gemoy, jelas menunjukkan perilaku serta pandangan tidak sehat, lucu dan tidak memiliki cara berpikir yang cemerlang, jauh dari pemikiran rasional yang sehat dan efisien. Dimana bentuk yang besar, bongsor, banyak, ramainya orang dalam kebinet tersebut dapat dipastikan akan menyerap anggaran belanja publik, terutama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik berupa gaji sebagai biaya operasional tetap, biaya teknis, tunjangan, penggunaan staf ahli asisten, pembantu asisten dan pembantu pendukung kinerja serta berbagai anggaran biaya lainnya yang semakin membengkak, besar dan inefisien dan efektif.
Selanjutnya bukan hanya Menteri, Badan dan Lembaga yang memiliki wakilnya, juga beberapa Dirjen pada Kementrian juga bertambah. Di samping adanya tambahan Staf Khusus Presiden yang juga dilantik membantu Presiden dan juga Wakil Presiden memiliki 8 staf khusus tersendiri, termasuk dibantu beberapa orang yang ikut membangun serta membuat pencitraan. Sehingga semakin lengkaplah uang anggaran belanja publik miliaran rupiah untuk memberikan gaji dan tunjangan lainnya, yang menunjukkan bahwa Presiden Gemoy, Wakil Presiden Fufufafa, Kabinet Gemoy, yang dapat dipastikan akan semakin memperbesar pengeluaran atau belanja negara untuk keperluan pejabat negara Kabinet Merah-Putih. Sehingga rakyat tidak perlu berharap banyak akan memperoleh perubahan serta perbaikan kehidupan, hanya saja bersiap untuk menanggung beban pajak semakin besar dan tinggi.
Kemudian sekitar 90 persen Kabinet Gemoy muka-muka lama, dan juga diperkirakan 90 persen terindikasi korupsi yang melanggar konstitusi hukum tidak berani diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dilindungi oleh pejabat tinggi kekuasaan negara untuk menjerat mereka agar tetap loyal, tunduk kepada penguasa negara. Secara politik adanya politik akomodatif serta merangkul para individu, teman yang sangat menjaga rahasia, membela kesalahan masa lalu, juga partai politik agar tidak membongkar kesalahan dan menjadi satu bahasa baik dieksekutif maupun legislatif, agar kerja-kerja otoriter dapat dilaksanakan secara mulus tanpa adanya oposisi politik. Pada Kabinet Gemoy ini juga ada pelanggaran konstitusi terhadap keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) aktif dalam susunan kabinet yang juga melanggar konstitusi.
Karena itu konstitusi sebagai landasan ideal, normatif dan etika-moral, jika merujuk Bolingbroke (1413) yaitu, by constitution, we mean, whenever we speak with propriety and exactness, that assemblage of laws, institution and customs, derived from certain fixed principles of reason… that compose the general system, according to which the community hath agreed to be governed.
Kemudian Wirjono (1989) menyatakan, istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis, yakni; constituer, yang berarti membentuk, maka pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan ialah pembentuk suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Demikian juga jika merujuk kepada Undang-Undang Dasar (UUD) bahwa, Secara etimologi antara kata “konstitusi”, “konstitusional” dan “konstitusionalisme” inti maknanya sama, namun penggunaan dan penerapannya berbeda. Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-undang Dasar, dan sebagainya), atau Undang-undang dasar suatu negara.
Sehingga pemahaman konstitusi apabila dipahami secara konsiten dan bertanggung jawab sebagai pemimpin, segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari konstitusi, berarti tindakan atau kebijakan tersebut adalah tidak konstitusional. Maka tidak mudah melanggar konstitusi dikarenakan kepentingan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Hal ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI. 1991) yaitu, berbeda halnya dengan konstitusionalisme yang diartikan sebagai suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Dengan demikian bahwa, ini dapat dibuktikan pada paham Aristoteles (384-322 s.M) yang membedakan istilah politea dan nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah undang-undang biasa. Karena itu, karena itu Kusnardi dan Harmaily (1988) menyatakan, di antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yaitu bahwa politea mengandung kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan tidak ada, karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar supaya tidak bercerai-berai.
Dengan demikian, Kabinet Gemoy yang sejak awal tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) melanggar konstitusi dan melakukan penyimpangan untuk memperoleh kemenangan dengan menempuh berbagai cara atau menghalalkan segala cara, dengan menggunakan kekuasaan legislatif serta yudikatif, sehingga menentukan kemenangan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga diduga cacat konstitusi dan etika-moral, dapat dipastikan bahwa Pemerintah Presiden periode 2024-2029, cacat hukum dan konstitusi. Sehingga Kabinet Gemoy tidak menjamin bahwa, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tidak dapat dipastikan akan mengalami perubahan, perbaikan serta peningkatam secara signifikan menjadi lebih baik dalam jangka panjang.
Sehingga berbagai praktik haram serta melanggar hukum, konstitusi, aturan serta etika-moral akan berlanjut. Karena sesungguhnya ini merupakan banyaknya campur tangan, cawe-cawe penguasa otoriter sebelumnya yang ingin melindungi politik dinasti anak keturunannya yang fufufafa tidak memiliki kompetensi, juga diduga ijazah palsu, penuh kelicikan, tidak memiliki rasa malu, anak haram konstitusi serta telah memperlihatkan gejala kelainan, baik kejiwaan, mental, moralitas dan gila kekuasaan politik. Dengan itu, segala sesuatu dari haramnya kekuasaan politik yang dilakukan dengan melanggar, mengangkangi konstitusi, konspirasi politik jahat dilakukan secara bersama-sama baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, selamanya akan merugikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Pada dasarnya keterlibatan Kabinet Gemoy yang terjerat penyimpangan serta pelanggaran konstitusi, menjadikan kuasa demokrasi politik negara semakin rusak, terpuruk, hancur, tak semakin baik harapannnya, semua yang terjerat serta terjebak permainan busuk pemerintah masa lalu akan tetap terjebak oleh busuknya political will, agar tetap berkuasa berusaha tak diadili hukum.
Penulis adalah Dosen FE Universitas Muhammadiyah Aceh dan Peneliti Senior PERC-Aceh.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.