Oleh Astina Desi
Perambahan kawasan hutan di Desa Wonosari, Panai Hilir, Labuhanbatu, terjadi sejak 2006. Sebanyak 1.700 ha dirambah jadi sawah. Seluas 2.250 ha lain dirambah jadi perkebunan sawit berbentuk koperasi serba usaha (KSU) atau pribadi.
Hutan lindung merupakan rumah dari berbagai satwa liar dan tumbuhan untuk berkembang. Di hutan lindung kita dapat menjumpai berbagai macam satwa liar yang endemik. Contohnya Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, orang utan Sumatera. Selain satwa liar juga terdapat Tumbuhan Kayu yang berfungsi untuk penyerapan air dan penyedia oksigen bagi makhluk hidup.
Jika hutan lindung tidak ada maka satwa liar ini memasuki kawasan pemukiman masyarakat, dan juga dapat menyerang manusia karena mereka tidak memiliki rumah untuk tinggal, begitu juga jika hutan menjadi gundul maka sumber oksigen juga berkurang bagi kita.
Hutan lindung (protected forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, bertujuan agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya.
Merujuk pada UU No. 41 Tahun 1999 pasal 26 bahwa kawasan hutan lindung memiliki manfaat-manfaat khusus yaitu: Pertama, hutan lindung mampu mencegah bencana alam. Kedua, sumber hasil hutan yang berlimpah. Ketiga, tempat tinggal masyarakat adat. Keempat, menjaga siklus air. Kelima, sarana rekreasi dan wisata. Keenam, tempat edukasi tentang flora dan fauna.
Dalam PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, menyebutkan enam kriteria hutan lindung yaitu: Pertama, memiliki lereng lapangan 40% atau lebih. Kedua, mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih. Ketiga, wilayah dengan faktor kelas lereng.
Keempat, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai skor 175 atau lebih. Kelima, kawasan yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15 persen. Keenam, daerah resapan air dan merupakan daerah perlindungan pantai.
Namun sekarang kawasan hutan lindung banyak digarap oleh pihak-pihak yang tidak bertangungjawab. Beberapa organisasi atau masyarakat menggarap hutan secara illegal dan mengalihkan menjadi kebun kelapa sawit. Perambahan hutan banyak terjadi di berbagai
daerah salah satunya Kabupaten Labuhanbatu. Perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di wilayah tersebut, baik perorangan maupun kelompok. Usaha dan Perkebunan milik negara.
Kabupaten Labuhanbatu memiliki kawasan hutan lindung di Panai Tengah dan Panai Hilir. Kawasan hutan lindung di dua kecamatan ini sering dirambah menjadi kebun kelapa sawit dan hutan menjadi rusak. Perambahan kawasan hutan di Desa Wonosari, Panai Hilir, Labuhanbatu, terjadi sejak 2006. Sebanyak 1.700 ha dirambah jadi sawah. Seluas 2.250 ha lain dirambah jadi perkebunan sawit berbentuk koperasi serba usaha (KSU) atau pribadi. Setiap KSU atau pribadi menguasai 100-750 ha kebun sawit. Namun, KSU atau orang pribadi itu tak dapat menunjukkan alas hak apa pun di lahan perkebunan itu. Izin koperasinya juga tidak ada.
Sudah ada tindakan yang dilakukan pemerintah selama ini namun masih belum maksimal. Beberapa tahun yang lalu telah dibentuk tim oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara untuk memonitoring sekaligus menindak mereka yang membajak hutan lindung.
Menurut Yulinia selaku Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumatra Utara saat itu, bahwa Tim yang ada itu telah menumbangkan 70 ha kebun sawit. Para petugas yang ada dalam tim itu juga telah membuka saluran air ke kebun sawit bekas hutan bakau itu agar tanaman sawit mati. Selain menyita lahan, petugas juga menyita alat berat dua unit, truk, dan generator set. ”Puluhan barak kerja yang ada di perkebunan juga kami robohkan,” kata Yuliani.
Yuliani mengatakan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi untuk kasus perambahan hutan, khususnya bagi perkebunan sawit yang mengelola lebih dari 100 ha. Berdasarkan data Dinas Kehutanan, dari 3,05 juta ha kawasan hutan Sumut, hanya sekitar 50 persen kawasan hutan yang masih punya fungsi hutan. Selebihnya rusak dirambah.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Tarigan mengatakan, pembentukan badan hukum KSU jadi modus perkebunan sawit merambah hutan mengatasnamakan rakyat. Padahal, mereka mengelola hingga 750 hektar.
Sejak puluhan tahun lalu kawasan hutan di Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumut, dirambah dan dijadikan permukiman serta perkebunan kelapa sawit. Dari ribuan hektare yang rusak, baru 70-an hektare (ha) yang dipulihkan beberapa waktu lalu.
Pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial dianggap sebagai jalan yang efektif untuk melibatkan masyarakat dalam perlindungan kawasan.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumatera Utara, Yuliani Siregar menegaskan, bahwa operasi pemulihan tersebut dilakukan akhir November 2018 di Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir. Desa tersebut keseluruhannya masuk dalam kawasan hutan produksi (3900 ha) yang berbatasan dengan hutan lindung (43 ha).
Dari sini dapat kita ketahui bahwa kawasan hutan lindung sudah lama digarap dan dialihkan fungsinya, namun perlu ditegaskan bahwa pengalihan fungsi tersebut sangat berdampak besar bagi lingkungan dan struktur tanah dan satwa liar. Tanaman kelapa sawit
bukan asli tanaman Indonesia, tanaman ini masuk ke Indonesia sejak tahun 1848 yang dibawa oleh belanda dan ditanam di kebun Raya Bogor, kelapa sawit tanaman asli dari Nigeria, Afrika barat. Sejak saat itu kelapa sawit dibudidayakan dan tumbuh subur di Indonesia. kelapa sawit menghasilkan minyak karena itu banyak dibudidayakan dan masyarakat menjadi tergiur untuk membudidayakan karena dapat membantu ekonomi.
Hal yang tidak disadari oleh masyarakat ialah bahwa dampak yang ditimbulkan dari kelapa sawit ini, tanaman ini banyak menyerap unsur hara makro sehingga wajib dipupuk setiap 6 bulan sekali. Hal inilah yang merusak struktur tanah, tanah menjadi tandus dan asam, serta kehilangan kesuburannya. Kelapa sawit juga termasuk tanaman yang memerlukan banyak air, maka air tanah di sekitar kebun kelapa sawit menjadi berkurang karena diserap. Tanaman kelapa sawit tidak dapat menggatikan tanaman hutan, hal ini karena di hutan jenis tanamanya banyak dan menyediakan makanan bagi berbagai hewan dan tempat tinggal.
Sementara kebun kelapa sawit hanya 1 jenis tanaman saja dan tidak dapat menyediakan makanan bagi semua hewan, serta tidak dapat menjadi rumah bagi hewan. Bukan hanya itu sumber oksigen yang disumbangakan oleh tanaman hutan jauh lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan oksigen yang dihasilkan oleh kelapa sawit.
Selain hutan dialihfungsikan sebagai kebun kelapa sawit, masyarakat juga banyak menebang pohon (kayu keras) untuk dijual yang mengakibatkan ruang terbuaka pada hutan lindung, sehingga hewan yang ada di hutan kehilangan makanan dan tempat tinggal. Ruang terbuka pada hutan tersebut mempengaruhi suhu dan iklim di lingkungan sekitar. Masyarakat hanya memikirkan keuntungan secara ekonomi saja, tetapi tidak memikirkan dampak yang akan ditimbulkan kedepan untuk kelangsungan hidup anak cucu. Inilah satu bentuk keegoisan manusia pada alam tanpa mempertimbangkan keseimbangan lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka Amalia, Arya Hadi Dharmawan, Lilik B. Prasetyo, Pablo Pacheco (Perubahan Tutupan Lahan Akibat Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Sosial, Ekonomi dan Ekologi, 2019 Jurnal Ilmu Lingkungan) beberapa waktu yang lalu, tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh kelapa sawit secara ekologinya (bagi lingkungan) mengemukakan beberapa hal yaitu:
1.Suhu udara menjadi lebih panah karena banyaknya ruang terbuka dan kurangnya penyeran panas oleh tanaman. 2. Seringnya banjir yang disebabkan karena akar kelapa sawit tidak mampu menahan air pada waktu musim hujan sehingga air mengalir ke tempat yang lebih rendah. 3. Hilangnya biodiversitas pada hutan, hilangnya berbagai jenis tanaman seperti tanaman herbal, sayuran hutan, dan juga hewan banyak yang mati pada saat pembukaan lahan perkebunan. 4. Penurunan Jasa lingkungan, masyarakat akan susah mendapatkan tanaman obat hutan, buahbuahan hutan dan juga masyarakat tidak bisa dapat berburu hewan yang dapat dikonsumsi seperti babi hutan, ayam hutan, rusa, ikan dan lainnya.
Maka marilah kita menjaga hutan lindung kita agar keberlangsungan makhluk hidup dan bumi kita ini seimbang, menghindari agar tidak terjadi kerusakan yang parah yang dapat mengakibatkan Pemanasan Global. Manusia adalah makhluk yang istimewa yang memiliki akal dan pikiran untuk menjaga bumi dan merawatnya. Jika bukan kita yang menjaga hutan siapa lagi, jika tidak sekarang kapan lagi? Salam Lestari…
Penulis adalah guru/PNS
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.