HIFZUL BI’AH; IMPLEMENTASI HUKUM PEDULI ALAM

  • Bagikan

SETIDAKNYA, keimanan tidak hanya terukur dari nilai-nilai ke-akhiratan saja. Keimanan harus terimplementasi dalam ruang sosial. Menerjemahkan keimanan pada setiap sisi duniawi. Sehingga Iman dan Taqwa bersatu-padu membentuk gerak sosial yang beradab. Inilah cita-cita tinggi dari keberimanan (dalam konsep ini sering disebut Islam-Iman dan Ihsan). Salah satu realitas itu bisa kita lihat dari peran keimanan dalam menjaga alam dan lingkungan.

Dari pendekatan historis-sosiologis, banyak sejarah kehidupan Rasul dan para sahabat yang juga melibatkan aspek alam. Salah satunya dalam perjanjian perang, bahwa dalam peperangan tidak boleh ada yang merusak tanaman, pepohonan. Dari perspektif qurani, bahwa Alquran bukan hanya membincang hukum dan sosial. Dalam Alquran juga banyak ayat-ayat Kauniyah yang di dalamnya membincang tentang alam dan alam.

Sebab itu, perhatian kita seharusnya beralih dari sesuatu yang mahdhah belaka dengan pendekatan ke-akhiratan, menuju pada aspek-aspek ghairu mahdhah yang lebih sosialis dan me-masyarakat. Islam yang hidup di tengah-tengah kehidupan realistis masyarakat. Islam yang manusiawi, islam yang membumi. Inilah yang harus menjadi analisis lebih jauh para pakar hukum Islam.

Hifz al-bi’ah dan Alam hifz al-bi’ah (melestarikan lingkungan hidup) adalah bagian maqashid al-syariah. sebab, menjaga lingkungan hidup merupakan salah satu yang mesti dijaga dalam kehidupan manusia, agar kehidupan itu tetap digaris kemaslahatan. Dan kemaslahatan adalah tujuan dari syariah atau maqashid al-syariah. Dan para ulama cenderung menjadikan Hifz al- bi’ah menjadikannya sebagai bagian dari Maqashid Syariah.

Menurut Yusuf al-Qaradhawi, menjaga lingkungan hidup (hifz al-bi’ah) adalah termasuk aspek al-daruriah dalam hukum Islam. Namun, al-Qaradhawi tidak menjadikan rumusan hifz al-bi’ah sebagai aspek mandiri, melainkan dihubungkan kepada al-daruriyah al-khams. Sebagaimana dijelaskannya dalam Ri’ayah al-Bi’ah fi Syari’ah al-Islamiyah

Bagi al-Qaradhawi, pemeliharaan lingkungan inheren dengan perintah menjaga agama. Dengan kata lain, merusak lingkungan hidup sama halnya menentang perintah agama. Pasalnya, dalam keterangan agama, manusia hanya sebagai khalifah di bumi, bukan pemilik bumi—Allah Swt.-lah pemiliki bumi. Karena itu, sebagai khalifah, manusia harus tunduk dan patuh dengan perintah Allah, yang mewajibkan manusia menjaga bumi dengan baik. Ringkasnya, manusia tidak dibenarkan merasa memilki bumi sehingga berbuat seenaknya

Lalu bagaimana mengerakkan potensi kepedulian terhadap alam?. Pertanyaan ini yang harus segera di jawab untuk menjawab realita yang saat ini terjadi, banjir, menumpuknya sampah pada tempat-tempat yang tak semestinya, membuang sampah sembarangan, pekarangan yang kotor dan tergenang, menjadi sederetan masalah yang real terjadi. Dan salah satu penyebab dasarnya adalah ketidak pedulian personal terhadap diri dan alam pribadi.

Mari kita memulai membincang Islam dalam sudut yang lebih luas. Membincang dan menyadari Islam pada aspek yang jauh. Dalam kehidupan sosial ini ada Islam sebagai nilai. Sehingga kepatuhan kepada Islam dalam ruang sosial akan memunculkan ruang sadar keimanan yang sama tingginya. Lahirlah orang-orang Islam yang humanis-zuhud, orang-orang Islam yang sukses tapi wara’ dan semacamnya. Semoga kita bisa lebih bermanfaat. Wallahu a’lam (Ka.Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU)

  • Bagikan