Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)
Hari Tarwiyah adalah hari ke-8 bulan Dzulhijjah yang secara historis dapat diartikan dengan beberapa pengertian, di antaranya tarwiyah berarti hari perbekalan karena jamaah haji pada era Nabi Saw mengisi perbekalan air di Mina sebagai bekal untuk perjalanan ke Arafah. Kedua tarwiyah adalah hari memuaskan diri dengan kepastian bagi Nabi Ibrahim as atas perintah Allah dalam mimpinya yang memerintahkan untuk menyembelih putranya nabi Ismail as.
Menurut Fakhruddin al Razi di dalam kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib, tarwiyah juga bermakna merenung dan berpikir. Dalam konteks Nabi Ibrahim as, beliau berpikir dan merenung apakah perintah menyembelih putranya yaitu nabi Ismail as adalah benar benar perintah Allah Swt atau tipu daya iblis, sampai akhirnya nabi Ibrahim as mendapatkan kepastian yang memuaskan bahwa perintah menyembelih nabi Ismail as tersebut adalah benar dari Allah Swt.
Secara historis tarwiyah juga berkaitan dengan hari pergantian kain kiswah (kain penutup ka’bah) dari warna hitam kepada warna merah untuk pertama kalinya pada era khalifah Al Ma’mun dari dinasti Abbasiyah (Lihat syekh Sulaiman Bin Muhammad Bin Umar al Bujairimi, Tuhfatul Habib ‘Ala Syarhil Khatib, halaman, 37). Adapun secara etimologi, tarwiyah berasal dari kata rawiya dengan dua pengertian pertama, Artinya minum sampai puas. Kedua, menyediakan air atau mengalirkan air.
Hari Tarwiyah bahagian dari 10 hari pertama bulan Dzulhijjah yang diutamakan dan termasuk hari yang dianjurkan banyak berbuat baik dan berpuasa. Hari Tarwiyah adalah hari yang disunnahkan untuk berangkat ke Mina dan bermalam di Mina (Lihat hadits dari Jabir Bin Abdillah riwayat imam al Nasa’i). Tentang keutamaan puasa Tarwiyah dapat menghapuskan dosa selama satu tahun ( صوم يوم التروية كفارة سنة ) haditsnya dinyatakan dha’if (lemah) bahkan ada yang menelitinya dan dinyatakan sebagai hadits maudhu’ (palsu). Hadits tersebut diriwayatkan oleh imam al Dailami di dalam kitabnya Musnad al Firdaus, jilid, 2, halaman, 248.
Urutan periwayatan sanad haditsnya dimulai dari Abu Syaikh dari Ali Bin Ali al Himyari dari al Kalby (Muhammad Bin Saabi Alkalby) dari Abu Shalih dari Abdullah Ibn Abbas. Sanad yang bermasalah di dalam hadits tentang keutamaan puasa hari Tarwiyah ini ada pada sanad yang bernama Muhammad Bin Saabi Alkalby yang oleh para ulama ahli hadits di antaranya Sufyan al Tsauri, disebut sebagai pendusta atau kadzab.
Imam al Hakim mengatakan hadits yang bersanadkan kepada Muhammad Bin Saabi Alkalby dari Abu Shalih adalah hadits maudhu’ atau palsu (Lihat imam Ibnu Hajar al Asqalani, kitab al Taqrib, jilid,2, halaman 163, dan imam al Daraquthni, kitab al Dhu’afaa Wa al Matrukin, jilid, 3, halaman,467, dan imam Ibnu Abi Hatim, kitab al Jarh Wa al Ta’dil, jilid,7, halaman, 721). Dengan demikian, puasa sunat hari Tarwiyah didasarkan kepada hadits umum tentang anjuran 10 hari puasa sunat selama di bulan Dzulhijjah dan dalil keutamaan puasa hari Tarwiyah menghapus dosa selama satu tahun tidak bisa dijadikan hujjah hukum, karena haditsnya maudhu’ atau palsu.
Hari Arafah adalah hari ke 9 dalam bulan Dzulhijjah. Hari Arafah adalah hari yang istimewa bagi umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji karena pada hari Arafah itu semua jamaah haji berkumpul di padang Arafah dan Allah Swt membanggakan jamaah haji yang berkumpul di padang Arafah di hadapan para Malaikatnya. Hari Arafah adalah hari dimana jamaah haji wukuf, dimulai dari waktu dzawal (matahari tergelincir) di waktu Dzuhur sampai dengan ghurub al Syam (matahari terbenam) di waktu Maghrib. Bagi umat Islam yang tidak wukuf di padang Arafah disunatkan untuk puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Secara etimologi Arafah artinya mengetahui.
Kemudian, secara historis Arafah adalah tempat pertemuan nabi Adam as dan saidati Hawa, setelah sempat terpisah lama tatkala diturunkan ke alam dunia. Arafah juga nama gunung dengan hamparan bukit bukit dan lembah yang terhampar luas. Dan Arafah juga tempat bertemu dan berkumpulnya banyak orang di saat haji setiap tahun untuk beribadah wukuf dan ta’araruf (saling mengenal). Gunung Arafah adalah bebatuan granit yang terletak 20 km (12 mil) arah Tenggara Mekkah di dataran Arafah.
Gunung Arafah berada pada ketinggian 70 meter (230 ft) dan disebut sebagai gunung kasih sayang (jabal Rahmah) dan di atas perbukitan itulah Nabi Saw pernah menyampaikan khutbah wada’ (perpisahan) pada tahun ke 10 Hijriah dalam peristiwa haji wada’ (Lihat Caudil Mark, Twiligh in The Kingdom: Understanding the Saudis, 2006, Praeger Security International, halaman, 51).
Merujuk kepada hadits shahih riwayat imam Muslim dari Abu Qatadah, bahwa keutamaan puasa sunat Arafah diampuni dosa selama dua tahun yaitu satu tahun sebelumnya dan satu tahun sesudahnya. Berdasarkan hadits riwayat imam al Nasa’i dari sahabat Abdurrahman Bin Ya’mar bahwa ukuran haji itu adalah wukuf di padang Arafah ( عن عبد الرحمن بن يعمر قال شهدت رسول الله ص فاتاه ناس فسالوه عن الحج فقال رسول الله ص الحج عرفة.
Artinya, dari Abdurrahman Bin Ya’mar dia berkata aku telah menyaksikan bahwa Rasulullah Saw didatangi orang orang, kemudian mereka bertanya tentang haji, lalu Rasulullah Saw menjawab inti haji adalah wukuf di padang Arafah). Hari Nahar adalah hari ke 10 bulan Dzulhijjah dan merupakan hari raya Idul Adha dan hari penyembelihan hewan Qurban. Hari penyembelihan hewan qurban adalah hari Nahar (10 Dzuhijjah) dan hari Tasyrik (hari ke 11, 12, dan 13 bulan Dzulijjah). Hari Nahar dan hari Tasyrik adalah hari makan dan minum dan hari berdzikir mengumandangkan takbir mengingat Allah Swt yang umat Islam dilarang berpuasa di hari tersebut.
Qurban adalah ibadah yang telah Allah Swt syariatkan pada setiap umat, sebagaimana yang telah Allah Swt firmankan di dalam surat al Hajj, ayat,34 berikut ini: ولكل امة جعلنا منسكا Artinya, dan bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan hewan qurban. Dan bagi umat Islam, pelaksanaan ibadah qurban diperintahkan di dalam surat al Kautsar, ayat, 2 berikut ini : فصل لربك وانحر Artinya, Tegakkanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah karena Tuhanmu.
Ibadah qurban berbeda dengan ibadah haji yang kewajibannya hanya sekali seumur hidup. Ibadah qurban disunatkan bagi yang mampu untuk ditunaikan setiap tahun bagi setiap rumah tangga sebagaimana hadits Abu Hurairah riwayat imam Abu Daud berikut ini : يايها الناس ان على كل اهل بيت في كل عام اضحية . Artinya, Wahai orang orang ! sesungguhnya atas tiap tiap rumah tangga pada setiap tahun hendaknya menunaikan ibadah qurban.
Bagi orang beriman yang mampu berqurban, namun tidak mau berqurban oleh Nabi Saw dilarang untuk ikut shalat Idul Adha sebagaimana hadits riwayat imam Ahmad dan imam Ibnu Majah dari abu Hurairah berikut ini : من كان له سعة و لم يضح فلا يقربن مصلانا Artinya, Siapa yang berkemampuan untuk berqurban tetapi ia tidak mau berqurban, maka janganlah dia dekat dekat dengan tempat shalat kami.
Ibadah qurban memiliki pahala yang besar, karena setiap helai dari bulu hewan yang diqurbankan mengandung kebaikan atau pahala, sebagaimana hadits riwayat imam Ahmad berikut ini : بكل شعرة حسنة. Artinya, Setiap helainya mengandung kebaikan. Adapun hal hal yang dianjurkan Nabi Saw dan larangan berkaitan dengan ibadah qurban adalah agar tidak memotong rambut dan kuku bagi yang akan qurban terhitung sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai dengan hewan qurbanya selesai disembelih.
Hewan qurban yang akan disembelih dihadapkan ke arah kiblat, penyembelihan dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan syari’at, alat sembelihan harus tajam, hewan yang akan disembelih diperlakukan dan dirawat dengan baik, orang yang berqurban tidak boleh menjual kulit dari hewan qurbannya, sesuai hadits riwayat imaam al Hakim dan imam al Baihaqi dari Abu Hurairah berikut ini : من باع جلد اضحيته فلا اضحية له Artinya, barangsiapa yang menjual kulit dari hewan qurbannya, maka tidak ada qurban baginya. Dan Nabi Saw juga melarang memberi upah kepada penyembelih hewan qurban dengan menggunakan daging dari hewan qurban sebagai pembayaran upahnya.
Larangan tersebut merujuk kepada hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim dari Ali Ibn Abi Thalib dimana Nabi Saw bersabda : ولا يعطي في جزارتها شيا نحن نعطه من عندنا Artinya, Tidak boleh memberi bahagian apapun dari hewan qurban itu kepada tukang sembelih sebagai upah. Dan Ali Ibn Abi Thalib mengatakan, kami memberi upahnya dengan uang pribadi kami. Dengan mengetahui anjuran dan larangan yang menyangkut ibadah qurban, diharapkan ibadah qurban dapat terlaksana dengan sempurna. Ibadah haji dan qurban penuh dengan makna dan nilai nilai yang pantas untuk senantiasa diteladani dan diamalkan oleh umat Islam.
Akhirnya semoga umat Islam dapat terus istiqamah dengan ibadah ibadahnya. Selamat Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah. Wallahu’alam.
Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa