DALAM Studi internasional, terdapat disiplin ilmu yang mempelajari dua aspek yang saling terkait satu sama lain dalam skala global ekonomi politik internasional. Studi Ekonomi Politik Internasional percaya bahwa negara dan pasar adalah dua komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Aktivitas di pasar tidak luput dari bagian yang diberikan oleh suatu negara dan sebaliknya. Ekonomi politik internasional memiliki dinamika yang dinamis. Hal ini terlihat dari adanya sistem ekonomi global yang mengalami perubahan dan revolusi seiring dengan perkembangan sistem internasional.
Dinamika tersebut telah melahirkan banyak teori atau substansi yang digunakan oleh para peneliti dalam analisis, serta fenomena dalam ekonomi politik internasional. Berbagai fenomena fundamental beserta teori dalam ekonomi politik internasional adalah, Great Depression, Keynesianisme, dan Fordisme.
Frieden (2006) menjelaskan bahwa Great Depression adalah peristiwa yang terjadi dari tahun 1920an hingga 1930an. Peristiwa ini terjadi dengan dimulainya kejatuhan pasar saham yang biasa dikenal sebagai Wall Street Crash.
Peristiwa tersebut menyebabkan negara-negara di dunia mengalami krisis dan terpuruk dengan disintegrasi ekonomi negara-negara industri, penurunan jumlah pendapatan suatu negara secara signifikan, peningkatan pengangguran yang dialami oleh masyarakat di seluruh dunia, serta krisis keuangan dan ekonomi.
Kejadian ini menyebabkan Pemerintah mengambil keputusan untuk menaikkan suku bunga sehingga tindakan keuangan dapat dikurangi, sehingga dengan cara ini investor akan kesulitan untuk meminta uang pinjaman.
Namun, Pemerintah mulai menyadari bahwa keputusan yang disepakati belum memberikan hasil dan memperburuk situasi, berikaitan dengan konsumsi terdapat kondisi yang mana daya beli masyarakat menurun drastis. Hal ini disebabkan adanya deflasi atau sedikitnya jumlah uang yang beredar di masyarakat (Frieden, 2006).
Selain peristiwa Wall Street Crash, beberapa ekonom juga percaya bahwa salah satu alasan terjadinya Great Depression adalah kebijakan Federal Reserve yang mana mengizinkan atau menyebabkan penurunan besar dalam jumlah uang beredar Amerika Serikat untuk mempertahankan sistem Gold Standard.
Melalui sistem Gold Standard, setiap negara menetapkan nilai mata uangnya dalam bentuk emas dan mengambil tindakan moneter untuk mempertahankan harga tetap.
Terdapat kemungkinan bahwa Federal Reserve memperluas pasokan uang secara besar-besaran sebagai tanggapan atas kepanikan perbankan, yang mana berdampak pada pihak asing yang akan kehilangan kepercayaan pada komitmen Amerika Serikat terhadap sistem Gold Standard.
Hal ini bisa menyebabkan arus keluar emas yang besar, dan Amerika Serikat bisa saja terpaksa mendevaluasi. Kemudian, jikalau Federal Reserve tidak memperketat jumlah uang beredar pada musim gugur 1931, terdapat kemungkinan bahwa akan ada serangan spekulatif terhadap dolar dan Amerika Serikat akan terpaksa meninggalkan sistem Gold Standard bersama dengan Inggris Raya (Pells dan Romer, 2019).
Great Depression memengaruhi hampir setiap negara di dunia. Namun, besarnya penurunan bervariasi secara substansial bagi seluruh negara yang terdampak.
Inggris Raya berjuang dengan pertumbuhan yang rendah dan mengalami resesi selama sebagian besar paruh kedua tahun 1920-an. Namun, Inggris Raya tidak tergelincir ke dalam Great Depression, sampai awal tahun 1930, dan penurunan produksi industri dari puncak ke titik terendahnya kira-kira sepertiga dari Amerika Serikat.
Prancis juga mengalami penurunan yang relatif singkat pada awal 1930-an, namun, Prancis berhasil melakukan pemulihan pada tahun 1932 dan 1933. Produksi industri Prancis turun secara substansial antara tahun 1933 dan 1936.
Ekonomi Jerman juga mengalami penurunan pada awal tahun 1928 dan kemudian stabil sebelum kembali turun pada kuartal ketiga tahun 1929. Penurunan produksi industri Jerman diperkirakan sama dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Sejumlah negara di Amerika Latin juga mengalami efek dari Great Depression pada akhir 1928 dan awal 1929, sebelum terjadinya penurunan produksi AS.
Sementara beberapa negara kurang berkembang mengalami efek berat, seperti Argentina dan Brasil, yang mana mengalami penurunan yang relatif ringan. Jepang juga mengalami efek ringan, yang dimulai relatif terlambat dan berakhir relatif awal (Pells dan Romer, 2019).
Brown (1995) menjelaskan bahwa Keynesianisme adalah sebuah konsep, teori dan sistem ekonomi yang dikembangkan oleh seorang ekonom Inggris, John Maynard Keynes.
Konsep yang digagas Keynes pada dasarnya berusaha menjelaskan model pasar kapitalis yang memiliki tren yang tergabung dalam permintaan efektif barang atau produk melalui investasi dalam sistem akumulasi modal dalam penggunaan kemampuan yang tersedia secara efisien. Pemikiran yang dikemukakan oleh Keynes tersebut dikenal dengan model manajemen permintaan atau manajemen permintaan Keynesianisme.
Kemunculan Keynesianisme dalam dinamika ekonomi politik internasional didasari oleh kritik terhadap pasar. Keynes berasumsi bahwa dalam mengatasi kejatuhan, seperti Great Depression, money world antar bangsa atau negara sangat diperlukan untuk menjamin keseimbangan antara investasi dan produksi barang-barang konsumsi (Brown, 1995).
Novidá (2019) menjelaskan bahwa Fordisme menunjukkan sistem ekonomi dan sosial modern dari produksi dan konsumsi massal. Sistem ini dinamai untuk menghormati Henry Ford, dan digunakan dalam teori sosial, ekonomi, dan manajemen mengenai konsumsi, produksi, dan kondisi kerja serta konsep terkait lainnya khususnya mengenai abad ke-20.
Ford memiliki asumsi bahwa model organisasi produk ditetapkan berdasarkan produksi massal barang standar di perusahaan besar, konsumsi massal, dan regulasi ekonomi Keynesianisme (Gramsci, 1971).
Melalui penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi politik internasional tidak lepas dari berbagai peristiwa dan teori berdasarkan dinamika yang ada.
Dinamika dalam ekonomi politik internasional bersifat dinamis, yang mana terdapat berbagai asumsi yang telah dikemukakan oleh para ahli dalam kajian ekonomi politik internasional. Analisis yang telah dilakukan oleh peneliti telah melahirkan berbagai perspektif, teori dan konsep terhadap fenomena yang ada dalam ekonomi politik internasional. Mulai dari Great Depression yang mana menyebabkan lahirnya konsep Keynesianisme dan Fordisme.
Munculnya Keynesianisme didasari oleh kritik Keynes terhadap pasar. Kemudian, Fordisme merupakan sistem ultramodern dalam pengembangan cara kerja dan produksi yang dilakukan secara masif, efektif dan efisien. Konsep Keynesianisme dan Fordisme merupakan dua teori yang memperkaya substansi kajian ekonomi politik internasional.
Kedua teori tersebut tidak hanya relevan digunakan untuk masalah Great Depression yang terjadi pada tahun 1930-an, namun teori-teori tersebut juga relevan untuk digunakan untuk menjawab dan menganalisis permasalahan dan fenomena ekonomi politik internasional yang akan terjadi di masa depan. (Penulis Mahasiswa Fisip Jurusan Hubungan Internasional Universitas Airlangga Surabaya)
Daftar Pustaka:
Brown, Michael B., 1995. “The Keynesian Model”, dalam Models in Political Economy. London: Penguin.
Costly, A. 2010. John Maynard Keynes and the Revolution in Economic Thought – Constitutional Rights Foundation. (Online). Tersedia di: https://www.crf-usa.org/bill-of-rights-in-action/bria-25-3-john-maynard-keynes-and-the-revolution-in-economic-thought.html. (Diakses 30 Maret 2022).
Frieden, Jeffrey. 2006. “The Bretton-Woods in Action”, dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W. Norton&Co. Inc.
Gramsci, Antonio. 1971. “Americanism and Fordism”, dalam Selections from the Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart.
Novidá. 2019. Fordism – What is it and what are its main characteristics?. (Online). Tersedia di: https://www.novida.com/blog/fordism/ (Diakses 30 Maret 2022).
Pells, R.H. dan Romer, C.D. 2019. Great Depression | Definition, History, Causes, Effects, & Facts. In: Encyclopædia Britannica. (Online). Tersedia di: https://www.britannica.com/event/Great-Depression (Diakses 30 Maret 2022).