Oleh Suwardi Lubis
Kita tidak cukup hanya merasa bangga dengan munculnya Putri Ariani di kancah internasional. Tetapi kita juga mesti mempersiapkan talenta seperti Putri di berbagai bidang kehidupan. Negeri ini akan melaju kencang melampaui negeri-negeri lainnya manakala berbagai debu sistemik yang melingkupi bakat-bakat muda kita bisa dibersihkan.
Putri Ariani, 17 tahun atau dengan nama lahir Ariani Nisma Putri tiba-tiba menjadi fenomena. Dia banyak dibicarakan orang dari seantero negeri. Mungkin juga tidak hanya di negeri ini saja, tetapi sangat mungkin di seluruh dunia. Karena memang fenomena Putri adalah fenomena global, setelah dia tampil di arena America’s Got Talent 2023.
Dia menjadi fenomena, bukan hanya karena Simon Cowell memberikan apresiasi yang tinggi kepada Putri. Bukan juga karena kemampuannya olah vokal dan kemampuan bermusiknya yang mempesona, tetapi lebih dari itu karena dia adalah orang dengan keterbasan fisik. Matanya tidak dapat melihat.
Namun sebetulnya ada satu lagi yang lebih penting dari sekedar kondisi yang dialami Putri, itulah pendidikan. Putri adalah produk pendidikan yang sebagaimana mestinya. Sehingga dengan demikian orang dengan kemampuan fisik yang terbatas sekalipun, akan mampu menembus batas kemampuan orang sehat fisik. Dia bisa lancar mengejar cita-citanya.
Seperti dilaporkan di banyak media, Putri menginspirasi banyak orang agar menolak patah asa mencapai puncak cita. Putri baru saja mendapatkan golden buzzer ketika mengikuti audisi America’s Got Talent 2023, dari juri yang dikenal paling keras, Simon Cowell. Keberhasilan Putri juga berkat kegigihan orang tuanya.
Ketika menyaksikan olah vokal yang mempesona, orang kemudian dengan gampang mengagumi Putri. Tapi itu belum apa-apa karena ketika tahu bahwa lagu yang dibawakannya itu adalah lagu ciptaannya sendiri, orang semakin terperanjat. Tapi itu juga belum apa-apa, karena ternyata Putri telah menciptakan puluhan lagu berbahasa Indonesia dan Inggris.
Dalam audisi itu, ia membawakan tembang ciptaan sendiri berjudul ”Loneliness”. ”… You break my heart, break my hope. Make me so down in a loneliness. You left me when I deep….” Lirik lagu ini dengan cepat akan ditafsirkan orang sebagai pengalaman pribadi Putri sebagai penyandang disabilitas. Sebagai manusia tentu saja ia juga pernah merasa kecewa, lelah, patah hati, putus harapan, merasa sepi dan tak berdaya.
Tapi pengalaman itu telah membuatnya bangkit dan menghasilkan karya seni yang memukau banyak orang. Cowell tak bisa menahan diri untuk tidak menghadiahinya ”tiket emas”—sebagai tiket yang hanya diberikan kepada peserta audisi yang berpenampilan extraordinary. Warga dunia yang ikut menyaksikan tontonan tersebut juga terkesima. Cowell bahkan meminta Putri menyanyikan satu lagu lagu. Dalam bahasa Minang yang biasa dibahasakan orang Medan dengan tamboh ciek.
Maka kemudian Putri membuat seluruh Indonesia menjadi bangga. Apalagi dia adalah anak yang sejak lama punya banyak prestasi. Seperti juara Indonesia Got Talent 2014 saat usianya baru delapan tahun. Tidak banyak yang tahu bahwa dia sebenarnya orang yang menyanyikan theme song Asia Para Games 2018.
Apa yang dilakukan Cowell dengan memberi penghargaan kepada Putri sebenarnya hanya menyadarkan penduduk negeri ini bahwa orang dengan talenta seperti Putri pantas mendapatkan penghargaan lebih. Benar saja orang mulai menyadari keberadaan Putri, pujian pun membanjiri. Akun media sosialnya pun ramai kunjungan tak henti.
Buah Pendidikan
Putri adalah buah dari pendidikan yang sebagaimana mestinya. Kehadirannya telah memberi pesan yang kuat bahwa dia memiliki kemampuan mengesankan karena ditopang oleh pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik itu dimulai dari pendidikan di tingkat keluarganya, lingkungan, baru kemudian sekolah.
Ismawan Kurnianto, sang ayah menceritakan kalau sebagai orangtua dirinya selalu membebaskan anaknya dalam segala hal, termasuk dalam hal pendidikan. Begitulah dengan Putri yang diberi kebebasan untuk bersekolah di tempat yang diinginkannya yakni sekolah reguler. Dia melihat kepercayaan diri anaknya itu muncul sejak kecil terbiasa dalam bersosialisasi di lingkungan masyarakat normal.
”Putri tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan kuat karena sejak awal berada di lingkungan yang bukan zona nyaman dia. Ketika jika sejak awal dia ditempa lingkungan khusus, dia akan canggung saat berada di masyarakat umum,” kata Ismawan.
Kisah putri, saat usianya tiga tahun, dokter telah memvonisnya dengan kondisi difabel. Dengan kondisi ini tentu banyak sekali keterbatasan yang dimiliknya. Tidak seperti orang lain. Tapi Putri menerima keadaannya, dia tidak suruh ke belakang. Mentalnya terjaga. Karena itu Ismawan mengalihkan biaya yang digunakan selama ini untuk pengobatan anaknya menjai biaya untuk pendidikan Putri. “Hingga umur tiga tahun dia masih di playgroup. setelah masuk usia sekolah, saya menyekolahkan Putri di sekolah reguler terbaik di Riau,” ujar Ismawan.
Komitmen untuk memberikan dukungan pendidikan inilah yang membuat Ismawan memboyong anaknya itu ke Yogyakarta. Pada tahun 2016 Ismawan memasukkan Putri ke sekolah di Yogyakarta. “Karena waktu itu, di Riau masih terbatas pengajar braile, maka Putri kami pindahkan ke Yogyakarta,” katanya.
Menurut sang ayah dengan kurikulum pendidikan kini yang memberikan kebebasan anak didik serta guru memilih metode dan perangkat ajar dalam proses belajar mengajar. Lingkungan pendidikan di Indonesia juga makin baik. “Mungkin karena dia selalu berada di sekolah terbaik, lingkungannya juga pasti menerima sesama,” ujarnya.
Pesan Putri
Ada yang menarik setelah Putri meraih prestasi internasional dan menjadi pembicaraan orang-orang dari seluruh negeri. Pesan ini menunjukkan tekadnya yang kuat untuk maju dan berkembang serta mengembangkan semua potensi yang dimiliki.
Selain itu, Putri Ariani juga mengatakan masih belum percaya mendapatkan golden buzzer dari Simon Cowell yang dikenal sebagai juri killer. “Perasaannya enggak bisa didefinisikan pakai kata-kata. Sampai sekarang juga masih merasa seperti mimpi,” ujar perempuan berusia 17 tahun itu.
“Tapi yang jelas Putri sangat bersyukur, sangat bahagia, dan yang pasti bangga. Enggak menyangka apresiasi dari masyarakat Indonesia dan dunia itu luar biasa banget,” lanjutnya.
Ucapannya itu kemudian diselingi dengan pernyataan yang menjadi pesannya bagi semua anak muda Indonesia khususnya. “Putri cuma mau bilang: we are able, we are capable, we are equal,” kata Putri Ariani media kemarin. Pesan ini sungguh bermakna. Dari sudut pandang komunikasi, pesan ini dilandasi oleh background yang berbobot sehingga maknanya lebih berat. Bahwa di balik setiap ketidakmampuan, akan ada celah untuk bangkit berdiri dan berjaya. Putri telah membutikannya. Dia tidak sekedar berkata-kata dan beretorikan, tetapi dia berdiri di atas prestasi yang telah dibuktikannya sendiri.
“Karena kita mampu, kita bisa, kita sama. Jadi harusnya enggak ada lagi yang namanya diskriminasi karena berdasarkan stereotipe,” lanjut Putri kepada media.
Penutup
Fenomena Putri Ariani sebenarnya adalah fenomena gunung es bangsa Indonesia. Negeri ini sesungguhnya dipenuhi oleh talenta berbakat yang siap diasah untuk mengkilap dan bersinar. Hanya saja debu-debu sistemik saat ini masih menutupi bakat-bakat muda anak negeri ini.
Kita tidak cukup hanya merasa bangga dengan munculnya Putri Ariani di kancah internasional. Tetapi kita juga mesti mempersiapkan talenta seperti Putri di berbagai bidang kehidupan. Negeri ini akan melaju kencang melampaui negeri-negeri lainnya manakala berbagai debu sistemik yang melingkupi bakat-bakat muda kita bisa dibersihkan.
Penulis adalah Guru Besar USU dan STIK-P Medan.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.