Dilema Dosen Generasi Strawberry

  • Bagikan
Dilema Dosen Generasi Strawberry

Dosen ataupun Guru menurut Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara sudah digariskan memiliki fungsi tugas mendidik, membimbing serta mendampingi anak didik dengan cara saling menjaga harkat dan martabat.

Dosen diwajibkan untuk mengembangkan kebaikan, kebenaran dan menuju kepada keadaban. Selain itu dosen juga bertanggung jawab untuk mengubah cara berpikir anak didiknya menuju cara berpikir yang memerdekakan dan membuat mereka sadar apa tujuan mereka belajar dan menjadi insan professional melalui ilmu yang ditekuninya.

Baik Guru maupun Dosen sama-sama penting dan memegang kunci untuk menempa peserta didik dalam memahami ilmu, pekerjaan, dunia sekitar dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat.
Dosen muda Indonesia saat ini berdasarkan pengamatan penulis memiliki keunggulan dalam hal jenjang pendidikan yang tinggi dan rata-rata berorientasi pendidikan dari luar negeri. Tentu saja mata mereka terbuka dengan kemajuan sistem pendidikan di tempat kuliah di luar negeri termasuk jika membandingkan dengan penghasilan yang didapatkan.

Dosen generasi milenial memiliki inovasi dan kreativitas yang tinggi, namun juga memikirkan dan mengharapkan orientasi keadilan dan kesejahteraan yang kuat. Hal lain adalah mereka ramai disebut dengan generasi Strawberry, yaitu generasi yang berasal dari sebuah neologisme bahasa Tionghoa untuk orang Taiwan yang lahir setelah 1990 yang “gampang mengkerut” seperti stroberi – artinya mereka tak dapat menghadapi tekanan sosial atau kerja keras seperti generasi orang tua mereka. Istilah tersebut merujuk kepada orang yang insubordinat, manja, penyendiri, arogan, dan malas kerja.
Jika melihat tugas dosen yang tidak hanya menerapkan nilai-nilai untuk membina dan mengembangkan orang lain, dosen juga dituntut memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan kewajiban tridharma yakni: Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Berdasarkan Keputusan Ditjendikti-Kemdikbud 12/E/KPT/2021 tentang Pedoman Operasional Beban Kerja Dosen, setiap dosen dari jabatan fungsional (jabfung) Asisten Ahli hingga Profesor memiliki Beban Kerja Dosen (BKD) dan Kewajiban Khusus Dosen (KKD). Keputusan ini memuat rincian tugas dan kewajiban profesional dosen yang harus ditunaikan setiap semester.

Meliputi kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian, dan penunjang. Setiap jenjang jabatan memiliki rincian BKD yang berbeda dengan besaran kredit antara 12—16 SKS per semester.
Laporan Beban Kerja Dosen antara lain: tugas melakukan pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 SKS yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan; Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Tugas penunjang perguruan tinggi dapat diperhitungkan SKS-nya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Tugas melakukan pengabdian kepada masyarakat dan tugas penunjang paling sedikit sepadan dengan 3 SKS dan Tugas melaksanakan kewajiban khusus bagi profesor sekurang-kurangnya sepadan dengan 3 SKS setiap tahun.
Selain tugas profesional seperti yang diuraikan di atas, Dosen juga diberikan beban administrasi yang menurut sejumlah dosen data kinerja tidak terintegrasi satu sama lain. Hal ini menyebabkan sebanyak 15 dosen melancarkan protes ke Menteri Pendidikan terkait batas waktu terkait kebijakan pemutakhiran data kinerja berupa input data tridharma Penilaian Angka Kredit (PAK) di aplikasi Sistem Jabatan Informasi Akademik (Sijali) dan aplikasi Sistem Informasi Jabatan Fungsional Go Online (Sijago).

Para dosen menilai tenggat waktu yang diberikan begitu sempit dan bisa mematikan karier para dosen jika melihat sanksi yang diberikan bagi mereka yang tidak melaporkan. Ditambah lagi untuk keperluan kenaikan jabatan, Ditjen Dikti kemudian menambah aplikasi baru yang disebut Sijali dan Sijago. Kondisi ini menyebabkan, dosen harus meng-input kembali secara manual data Tridarma yang telah ada di Sister itu ke Sijali. Ini semua tentu akan menghabiskan waktu, pikiran dan energi yang tidak sedikit, di tengah tugas tridharma yang semakin banyak harus dikerjakan.
Dari sejumlah tugas yang harus dilakukan dosen ini, bagaimana dengan pendapatan dan kesejahteraan mereka? Survey yang dilakukan menunjukkan bahwa gaji dosen di Indonesia jika dirata-ratakan berkisaran antara 3 sd 5 juta/bulan. Tidak heran jika dosen harus merangkap tugas lain diantaranya menduduki jabatan struktural di kampus dan tidak jarang harus merangkap mengajar di kampus lain dan tenaga ahli di dunia industri dan di pemerintahan.

Bisa dibayangkan bagaimana dengan profesionalitas yang bisa diharapkan untuk melakukan tugas Tri Dharmanya. Kisaran gaji yang hanya sekitar 5 juta-an jika diibaratkan tidak jauh beda dengan UMR kota Bekasi. Kasarnya bisa dikatakan tidak ada gunanya sekolah tinggi-tinggi dan menjadi dosen di Indonesia jika gajinya akan sama dengan UMR. Mirisnya lagi jika membandingkan dengan remunerasi dan kesejahteraan yang diterima ini dibandingkan dengan teman-temannya yang bekerja di instansi atau Kementerian lain yang kadang membuat dosen menjadi iri.

Padahal seperti yang telah disebutkan sebelum nya, dosen atau Guru memiliki peran penting dalam mencerdaskan generasi penerus. Apakah mungkin mereka akan tekun untuk membuat inovasi pengajaran jika kehidupan dasar mereka bersama keluarganya tidak terpenuhi?
Bekerja di struktural, mengajar di kampus lain, mencari proyek yang sesuai dengan bidang ilmunya adalah tindakan yang masuk dalam ranah “baik”. Bagaimana dengan oknum-oknum dosen yang (mungkin masih ada) melakukan tindakan tidak terpuji seperti melakukan jual beli nilai, “membuka jasa” membuat skripsi, tesis, disertasi atau bahkan yang trend saat ini yaitu menjadi joki membuat jurnal internasional dan diperjual belikan? Kemungkinan ini akan terjadi dan menjadi pembenaran meskipun dari sudut moral tidak dibenarkan karena akan menurunkan kredibilitas dan harga diri dosen itu sendiri di mata masyarakat dan mahasiswanya.


Faktor lain yang mendasari adalah rendahnya pendapatan yang mereka peroleh. Mereka yang baru masuk sebagai dosen muda harus rela bergaji pokok kurang dari Rp3 juta per bulan. Kalaupun dapat tunjangan, besarannya akan sangat relatif, bergantung pada kemampuan finansial setiap institusi tempat mereka bekerja. Dengan pendapatan seperti yang disebutkan di atas jumlah total keseluruhan gaji dan tunjangan dari profesi dosen muda di kampus rata-rata tidak sampai Rp 7 juta per bulan. Situasi itu harus dihadapi para dosen muda, minimal hingga mereka mendapatkan sertifikasi pada tahun kelima. Pada saat itu, para dosen muda baru akan menerima tambahan gaji sebesar satu kali gaji pokok.

Namun, sebagaimana yang sudah sering dibahas dalam banyak kesempatan, proses untuk lulus ujian sertifikasi tidaklah mudah. Hidup layak bagi seorang dosen di Indonesia baru didapat setelah puluhan tahun ‘mengabdi’ dan menjadi guru besar dengan nominal pendapatan dari gaji, tunjangan profesi, dan tunjangan kehormatan rata-rata sekitar Rp11 juta-Rp 17 juta per bulan. Jika ditambah dengan jabatan struktural dan aktif di berbagai kegiatan di kampus dan di luar kampus akan sangat mungkin seorang dosen dapat memperoleh pendapatan lebih dari Rp35 juta per bulan.


Keadilan merupakan kata kunci jika melihat perbandingan antara beban kerja dan insentif yang diterima. Teori keadilan yang dikemukakan oleh Adams menunjukkan upah yang adil dapat memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik.


Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut: Orang berusaha menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi keadilan; Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya; Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar memotivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu; Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan (misalnya menerima gaji yang terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji yang terlalu besar).


Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang selevel, setempat kerja maupun tempat lain. Apa solusi yang bisa ditawarkan?
Menanggapi persoalan-persoalan di atas, tampak jelas bahwa terjadi ketimpangan antara Beban Kerja Dosen dengan imbalan yang diterimanya, dengan kata lain system remunerasi/imbalan yang ada terkesan tidak adil atau berada dibawah yang seharusnya diterima.

Dalam hal ini pemerintah melakukan reformasi birokrasi untuk memperbaikinya. Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan. Salah satu bentuk reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah adalah dengan pemberian remunerasi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Remunerasi merupakan pemberian gaji/ honorarium/ tunjangan/ insentif yang diukur berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme. Penetapan remunerasi harus mempertimbangkan prinsip proporsionalitas, kesetaraan, Kepatutan dan kinerja operasional. Prinsip dasar remunerasi berbasis kinerja adalah adil dan proporsional. Sehingga gaji antara pegawai satu dengan yang lainnya akan berbeda berdasarkan bobot kerja masing – masing pegawai. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif berupa peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).


Kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang berhak menerima remunerasi. Jika kita melihat pada kenyataan di lapangan, pemberian remunerasi pada perguruan tinggi belum sesuai dengan prinsip – prinsip yang seharusnya. Pemberian remunerasi pegawainya belum dilakukan dengan cara single salary. Selain itu pembagian remunerasi masih belum dapat dikatakan transparan karena masih ditemukannya gaji/honor/tunjangan yang tidak resmi.
Remunerasi terdiri dari tiga komponen utama (Mahendra, 2014), yaitu:1) Pay for position, remunerasi yang diberikan atas dasar penghargaan terhadap pekerjaannya. Besarnya bersifat tetap dan dibayarakan secara periodik (setiap bulan). 2) Pay for performance, remunerasi yang diberikan atas dasar pencapain kinerjanya, besarnya bersifat tidak tetap sesuai dengan seberapa besar pencapaian kerjanya. 3) Pay for people, remunerasi atas dasar kondisi perorangan/individu, berupa premi asuransi, pesangon, pensiun, dan lain-lain.


Struktur remunerasi sendiri memiliki tujuh komponen didalamnya, yaitu: 1) Gaji, dalam struktur remunerasi tidak digunakan istilah gaji pokok tetapi gaji untuk menghindari dampak keuangan negara terhadap perubahan uang pensiun Pegawai Negeri yang telah pensiun sebelum peraturan tentang gaji ini berlaku dan terhadap penerapan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 16 ayat 2, tentang tunjangan profesi diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru). 2) Tunjangan biaya hidup (kemahalan), tunjangan ini diberikan untuk kebutuhan pangan, perumahan dan transport yang berbeda nilainya dari setiap daerah. 3) Tunjangan kinerja (insentif), tunjangan prestasi diberikan pada akhir tahun. Jumlahnya tergantung pada tingkat prestasi dan pencapaian target/output yang dicapai pegawai berdasarkan hasil penilaian kinerja tahunan.

Jumlah maksimum adalah 3 kali gaji. 4) Tunjangan hari raya, tunjangan diberikan setahun sekali dan besarnya adalah sama dengan gaji. 5) Tunjangan kompensasi, tunjangan kompensasi ini dapat diberikan kepada PNS yang ditugaskan di daerah terpencil, daerah yang bergolak; PNS yang bekerja di lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau beresiko tinggi. Besarnya tunjangan ditetapkan dengan memperhatikan tingkat ketidaknyamanan atau resiko yang dihadapi pegawai. 6) Iuran bagi pemeliharaan kesehatan PNS dan keluarganya. 7) Iuran dana pensiun dan tunjangan hari tua (THT).


Sistem remunerasi dirancang berdasarkan data-data yang didapat dari hasil Analisa Jabatan dan Analisa Beban Kerja sehingga diharapkan terciptanya keadilan atau kesesuaian antara beban kerja dosen dengan imbalan yang diterima, dengan kata lain semakin besar beban kerja dosen maka semakin besar juga imbalan yang diterima (pay for performance) yang dapat berupa insentif dan tunjangan lainnya.
Penyusunan analisis jabatan dan analisis beban kerja wajib dilakukan oleh setiap instansi pemerintah, bukan hanya untuk mengamalkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Namun, hasil dari penyusunan analisis jabatan dan analisis beban kerja dapat digunakan dalam menganalisis kebutuhan pegawai, penetapan kompetensi dan syarat dari suatu jabatan, serta sebagai indikator kinerja pegawai.


Dari kondisi kerja dan karakter yang dimiliki dosen muda maka memang cukup sulit bagi para dosen muda untuk menyesuaikan diri dengan kondisi remunerasi dan kesejahteraan yang belum menjadi perhatian untuk para dosen. Banyak sudah kalangan yang mengomentari dan meminta agar dikaji lagi hal tersebut kepada Pemerintah. Seperti yang disebutkan mengenai karakteristik kaum muda, mereka juga memiliki kelebihan. Selain kreatif dan berani berpendapat, mereka juga mengikuti passion dan suka menghadapi tantangan.

Karakteristik ini dibutuhkan untuk memajukan dunia Pendidikan kita dan mereka kreatif untuk mencari cara dalam menghadapi masalah. Mereka juga mengikuti perkembangan jaman. Hal yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan tuntutan dunia internasional. Internasionalisasi adalah hal yang mutlak saat ini agar Perguruan Tinggi Indonesia diakui dunia. Bagi generasi ini mereka memahami tuntutan tersebut dan mudah beradaptasi serta menyukai tantangannya dibandingkan generasi yang lebih tua dari mereka.


Potensi mereka tentu saja akan semakin berkembang dan menjadi kinerja yang baik untuk memajukan dunia Pendidikan kita. Asal pemegang regulasi juga memahami tuntutan dan mau untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Sinergi yang baik akan menghasilkan situasi yang menguntungkan dan terciptanya media tempat generasi muda belajar dan mengembangkan diri.

Note:
Kedua penulis adalah mahasiswa S3 Ilmu Manajemen FEB USU dengan konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia Angkatan 2022.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Dilema Dosen Generasi Strawberry

Dilema Dosen Generasi Strawberry

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *