Oleh Ahmad Muda Harahap
Generasi muda kita saat ini sedang dilanda dehidrasi spiritual yang gejalanya berupa anarkisme (tawuran), hedonisme, dan materialisme. Sehingga hidup hampa nilai dan makna (meaningless)
Krisis terbesar bangsa ini bukan terletak pada ekonomi dan politiknya, melainkan terletak pada etik dan moralnya. Jika dulu bangsa ini dikenal dengan moral yang tinggi oleh dunia internasional, sekarang malah terburuk, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Tren dekadensi moral bangsa ini terjadi disemua lapisan masyarakat, bahkan lebih buruk ditingkat elit politiknya yang notabene telah menyandang gelar pendidikan tinggi.
Di layar kaca, kita sering disuguhi dengan berita-berita a-moral dengan tindakan-tindakan asusila yang menyayat hati dan mengelus dada. Mulai dari prilaku para politisi yang saling menjatuhkan, kasus korupsi dan suap yang semakin menjamur dan merajalela, kasus mutilasi, hingga pemerkosaan dan pembunuhan, semua tindakan a-moral it uterus saja terjadi tanpa jeda.
Lantas, apakah kita apatis dan hanya diam berpangku tangan menyaksikan dekadensi moral seperti ini? Tentu kita sebagai komponen bangsa tidak boleh membiarkan hal itu terjadi dan mencari solusi dari semua masalah itu.
Loss of Adab
Jika ditelusuri secara mendasar, terjadinya dekadensi moral dapat disebebkan oleh banyak faktor, eksternal dan internal. Secara eksternal, budaya sopan dan santun yang dimiliki bangsa ini telah dirusak oleh pemikiran-pemikiran (ideolgi) dan budaya Barat yang merusak. Namun, terdapat masalah internal paling mendasar berupa “loss of adab” atau hilangnya adab dalam diri masyarakat kita.
Seorang beradab akan memahami dan mengakui posisinya yang tepat dengan dirinya sendiri, di masyarakat, dan dengan komunitasnya. Ia juga memahami dan menyikapi dengan betul potensi-potensi fisik, intelektual, dan spiritualnya. Juga, ia memiliki sikap yang betul terhadap kenyataan. Jadi, apabila manusia tidak mafhum dan tidak memiliki sikap yang benar terhadap dirinya, lingkungan, dan ilmu pengetahuan, ia akan kehilangan kendali dan menerabas seluruh sendi-sendi kemasyarakatan.
Kehilangan adab juga akan berdampak pada kekakuan intekektual seseorang. Dalam sebuah riwayat dikatakan, “Semakin tinggi adab seseorang, maka semakin tajam pemikirannya”, kata Hasan Al-Basri. Maka sangat masuk akal jika mereka yang sering membuat onar, melakukan pelanggaran hukum, korupsi, dan kejahatan-kejahatan lainnya, adalah mereka yang pendek akal. Perilaku korupsi hanya bisa dilakukan oleh mereka yang pendek akal, yang tidak bisa berfikir jauh tentang masa depan bangsa.
Mereka yang mencuri adalah mereka yang pendek akal karena tidak bisa berfikir tentang bagaimana berusaha dengan baik. Bahkan mereka yang membunuh adalah mereka yang pendek akal dan tidak bisa berfikir jernih akan kebaikan. Oleh sebab itu, adab secara internal bersemanyam dalam diri setiap manusia. Apabila sikap adab ini hilang, maka tindakan moralnya akan meraja lela, tidak terkendali, bahkan akan menjelma seperti “binatang”.
Pendidikan Miss-Orientasi
Pendidikan merupakan wadah paling strategis untuk menyemai adab. Tapi sayangnya, Pendidikan kita telah salah memposisikan tingkat kesuksesan. Kesuksesan hanya dinilai dengan aspek kognitif teoritis semata. Anak didik dikatakan sukses apabila mereka telah masuk perguruan tinggi di program studi favorit yang berpotensial mendatangkan banyak uang. Sedangkan pendidikan adab atau karakter dianggap beban baru dan tabu, sekalipun sering digaungkan.
Pendidikan karakter masih diklaim sebagai patron terpenting dalam pendidikan kita, walaupun hanya celotehan tanpa diiringi dengan tindakan. Buktinya, porsi pembelajaran agama khususnya di sekolah-sekolah umum mempunyai waktu jam belajar paling sedikit di antara mata pelajaran lainnya. Seolah-oleh pendidikan karakter-moral dianggap sebagai beban baru bagi dunia pembelajaran kita.
Jika moral telah dianggap “beban baru”, maka secara perlahan akan menjadi usang tak diperhatikan. Sehingga anak bangsa ini akan terjerumus dalam keserakahan (greedy),tuna moral, akhirnya membutakan mata hati, dekadensi moral semakin tinggi, wal hasil akan terjerumus pada kehancuran. Manusia saling bersaing untuk untuk menjatuhkan manusia lainnya yang pada akhirnya berlakulah hukum rimba (jungle of law).
Akibatnya, timbullah penyimpangan-penyimpangan. Sikap para pejabat yang notabene alumnus universitas terkenal (dalam negeri maupun luar negeri) dengan gelar yang berjejer, eh ternyata masih doyan mengais uang Negara tanpa merasa berdosa. Para kiyai yang dipandang sebagai teladan (uswah) masyarakat dan panutan santri-santrinya, malah berjubah dan bersorban politik tuna-moral.
Ketika “publik figur” yang seharusnya menjadi contoh dan panutan, ternyata terbius oleh tindakan amoral dan asusila, maka bukan sesuatu yang mustahil jika rakyat kecil akan melakukan tindakan kriminal yang lebih sadis lantaran tidak ada pijakan hidup yang baik dari para pemimpinnya. Hidup seakan-akan penuh panggung sandiwara dengan tipu muslihat tanpa maslahat.
Terkait dengan moral, tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangakan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan UU di atas, sekolah yang merupakan lokomotif pencetak manusia cendekia, dapat menjadi perantara (wasilah) untuk mengatasi degradasi moral saat ini. Sudah sepatutnya pembinaan karakter diterapkan di bangku sekolah. Guru sebagai aktor utama tidak hanya menjadi dasar pijakan koginitif (transfer ilmu), tetapi juga harus menjadi sumber belajar psikomotorik (keterampilan), dan afektif (nilai-nilai yang baik) bagi anak didik. Guru harus berhati-hati dalam bertindak, bersikap, dan harus bisa digugu dan ditiru oleh anak didiknya. Jangan sampai terjadi “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Maka dari itu, penanaman karakter merupakan suatu keniscayaan.
Pendidikan Karakter Sebagai Solusi
Oleh sebab itu, kita tidak boleh berputus asa. Pendidikan karakter yang telah dicangkan mestinya harus membumi dan menyatu secara internal di seluruh lembaga pendidikan kita. Bahkan sebagai masyarakat umum, kita harus ambil bagian dalam hal ini, dengan menampilkan tindakan yang baik dan benar, yang dapt memberikan contoh bagi anak-anak kita.
Menurut Edi Sugianto dalam bukunya Menyalakan Api Pendidikan Karakter (2016), pendidikan karakter senantiasa akan terwujud jika tertanam nilai-nilai yang baik berikut ini; Pertama, nilai-nilai spiritual (spiritual quotient). Generasi muda kita saat ini sedang dilanda dehidrasi spiritual yang gejalanya berupa anarkisme (tawuran), hedonisme, dan materialisme. Sehingga hidup hampa nilai dan makna (meaningless).
Kedua, nilai-nilai toleransi. Pendidikan yang terlalu memberhalakan angka-angka hitam di atas putih (kognitif) akan memisahkan kaum pelajar dari masyarakatnya. Maka “belajar untuk hidup bersama” (learning to live together) sangat penting untuk dilakukan.
Ketiga, nilai-nilai kejujuran (trustworthiness). Kejujuran merupakan sesuatu yang sangat urgen karena bencana birokratif (korupsi), kemanusiaan (kriminalitas), dan pendidikan (manipulasi nilai) berawal dari suatu kebohongan dan keserakahan sistemik.
Keempat, nilai-nilai kedisiplinan. Guru harus membudayakan budaya disiplin diri (self discipline) berupa datang ke sekolah tepat waktu, mengontrol emosi dan lain-lain. Disiplin sosial (social discipline) berupa cara interaksi dengan teman atau guru. Dan disiplin lingkungan (environment discipline) seperti menjaga kebersihan dan kesehatan. Dengan nilai-nilai itu, moral bangsa ini akan semakin membaik dalam mencapai cita-citanya. Wallahu ‘Alam.
Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Tapanuli (STAITA) Padangsidimpuan.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.