Bahasa Melayu Indonesia, Bahasa Asean

  • Bagikan

Oleh Shafwan Hadi Umry

Istilah bahasa Melayu Indonesia patut disebatikan sebagai istilah baku dan alternatif bagi bahasa pengantar resmi di Asean. Posisi Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia yang terbesar dewasa ini yang asal-usulnya berasal dari bahasa Melayu perlu mengakomodasi kepentingan semua pihak untuk memartabatkan bahasa Melayu Indonesia sebagai jati diri berbangsa

Saat kongres pemuda 1928 banyak tokoh Jawa yang tidak bisa berbahasa Melayu, mereka berpidato menggunakan bahasa Belanda. Lalu menggema suara peserta meminta pada pimpinan sidang agar pidato mereka itu dimelayukan. Artinya, pidato bahasa Belanda itu diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Dimelayukan. Lalu kini ada suara riuh : bukan bahasa Melayu namanya, tapi bahasa Indonesia (Azhari,10/4/2022)

Dari aspek historis Indonesia sebagai negara belum ada saat bahasa Melayu menjadi bahasa dalam literasi dunia. Kitab-kitab terjemahan dan pelajaran agama Islam dari bahasa Arab ke bahasa Melayu sudah ada sejak abad 13.

Untuk orang Eropa, literasi Injil pertama dalam bahasa Melayu ditulis orang Portugis tahun 1514 dalam huruf Jawi/Arab Melayu. Bible pertama yang diterjemahkan di luar bahasa Eropa dilakukan ke dalam bahasa Melayu, tahun 1618 dengan aksara latin. Bahkan hanya bertaut beberapa tahun saja dari terjemahan Bible pertama dalam bahasa Inggris.

Penerjemahan lengkap Bible dalam bahasa Melayu ini mendahului tafsir Al Qur’an lengkap 30 Juz pertama dalam bahasa Melayu Karya Abdurrauf Singkil tahun 1675, sepanjang manuskripnya dengan aksara Jawi/Melayu sampai saat ini ditemukan.

Tafsir Al Qur’an pertama di dunia dalam bahasa Melayu. Dunia literasi Melayu ini selama 300 tahun menjadi satu satunya kitab tafsir al Qur’an lengkap berbahasa Melayu dan beredar luas di Timur Tengah. Kitab ini dicetak di Makkah, Kairo, Bombay, Turki, Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Kitab Dakwah

Penggunaan dan penyebutan bahasa Melayu sebagai penerjemahan Al Qur’an terus berlangsung. Bahkan 10 tahun sejak anak sekolah itu berkongres di Jakarta dan mengganti sebutan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.Namun sebutan bahasa Melayu terlanjur populer dibandingkan bahasa Indonesia.

Salah satu bukti, kitab terjemahan Al Qur’an yang diterbitkan di Jogyakarta tahun 1938 terlampir menyebut judulnya “Qoer’an Tardjamah Melajoe”. Bahkan di bagian belakang kitab ini ada iklan buku “Tardjamah Melajoe” termasuk kitab Hadis Boechari.

Iklan ini memperlihatkan buku dengan corak Bahasa Melayu itu beredar mulai dari Bandung, Gorontalo, Semarang, Pladjoe, Pontianak, Takengon Atjeh, Palembang, Pematangsiantar, Mataram, Palembang. Bahasa Melayu dipakai dalam iklan buku tahun 1938.

Ketika Kongres bahasa Indonesia II (1954) di Medan salah satu putusannya yakni bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu dan menyesuaikan dirinya dengan perkembangan bahasa yang modern.

Bahasa Melayu Indonesia

Dalam setiap seminar, simposium bahasa dan sastra serta budaya di Malaysia, yang juga dihadiri para tokoh bahasawan Indonesia, Ketua Gapena Malaysia Tan Sri Ismail Hussein (1990) tetap menggunakan istilah bahasa Melayu/Indonesia yang merujuk kepada bahasa Indonesia.

Beliau menghormati kedudukan dan peran Indonesia memartabatkan bahasa Melayu yang didukung hampir 350 juta pemakai bahasa Melayu di Indonesia Brunei, Singapura, Malaysia, Thailand Selatan dan Filipina Selatan.

Timbul pertanyaan, bahasa apakah yg bakal diglobalkan sebagai bahasa resmi Asean? Timbulnya polemik kebahasaan di bidang pengusulan bahasa pengantar Asean adalah bahasa Melayu seperti yang diusulkan PM Malaysia mendapat reaksi keras dari Mendikbud dan Ristek RI. Nadiem Makarim yang mempertahankan bahasa Indonesia yang layak sebagai bahasa pengantar resmi Asean.

Dari sudut penghuni alam keIndonesian dan kemelayuan terbesar nusantara pemakai bahasa Melayu modern itu adalah bahasa Indonesia. Namun, keberadaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar utama bagi negara serumpun di Asia Tenggara ini perlu juga mendapat apresiasi yang konstruktif dan akomodatif.

Untuk mencari jalan keluar yang lebih apresiatif dan akomodatif, istilah bahasa Melayu Indonesia patut disebatikan sebagai istilah baku dan alternatif bagi bahasa pengantar resmi di Asean. Posisi Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia yang terbesar dewasa ini yang asal-usulnya berasal dari bahasa Melayu perlu mengakomodasi kepentingan semua pihak untuk memartabatkan bahasa Melayu Indonesia sebagai jati diri berbangsa.

Sama halnya kerjasama yang ulet dan gigih selama ini atas keberhasilan Malaysia dan Riau (Indonesia) yang menyimpankan warisan pantun di Unesco Tahun 2020. Kita perlu mendahulukan win-win solution untuk mendaulatkan bahasa Melayu Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di Asean.

Penulis adalah Dosen UMN Al Washliyah, Dan Sastrawan.

  • Bagikan