Apache 13, Bergek dan ISBI Aceh

  • Bagikan
Apache 13, Bergek dan ISBI Aceh

Oleh Tabrani Yunis

Ketika sedang menyeruput secangkir Black coffee Arabica Gayo di Gerobak Arabica Gayo coffee di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh yang berjarak hanya 20 meter dari POTRET Gallery, penulis ikut pula menikmati lagu-lagu Aceh dari Apache 13, band asli dari Aceh yang saat ini banyak digemari kawula muda di Aceh khususnya. Sehingga, muncul pula ide untuk menulis sebuah artikel yang berjudul Apache 13, Bergek dan ISBI Aceh. Ide tersebut bagi penulis sangat menarik dan perlu ditulis. Mengapa perlu? Tentu ada alasan tersendiri yang akan diuraikan dalam tulisan ini terkait eksistensi grup musik atawa band kawula muda Aceh, penyanyi-penyanyi Aceh yang berbahasa Aceh dan dikaitkan dengan ISBI Aceh.

Sebagai basis awal mengapa penulis memilih grup band Apache 13 dalam ulasan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, tentu karena penulis suka menikmati lagu-lagu gubahan dan dinyanyikan oleh grup ini, grup band yang sebenarnya memiliki ciri yang khas. Apalagi anggota grup band ini merupakan band yang beranggotakan orang-orang muda yang dapat kita sebut sebagai bagian dari generasi milenial. Mereka adalah Nazar Shah Alam(vokal), Ikram Fahmi (perkusi), Amek Barli (gitar), Teuku Munawar (gitar), Dharma Putra (bass). Kedua, grup band ini adalah grup band yang merupakan barisan anak muda kreatif, kritis, romantis dan produktif dalam berkarya. Ketiga, grup ini saat ini cukup dikenal oleh masyarakat Aceh. Ke tiga, mengeluarkan lagu-lagu dengan lirik dan ritme yang sesuai dengan selera orang yang berbagai latar belakang, usia, status sosial dan lainnya.

Nah, ke empat, yang menjadi kata kunci yakni berbahasa daerah, Aceh yang benar dan konsisten. Cobalah simak lirik-lirik lagunya menggunakan bahasa daerah, bahasa Aceh yang baik, tidak merusak tatanan bahasa Aceh. Sangat berbeda dengan penyanyi-penyanyi Aceh yang lain yang membuat bahasa Aceh menjadi bahasa gado-gado, bercampur baur antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh.

Jadi, bisa disebut bahwa grup band ini adalah grup band Aceh yang secara sadar dan tidak sadar ikut memelihara eksistensi bahasa Aceh yang baik dan benar serta melestarikan bahasa Aceh dengan baik dan menarik. Oleh sebab itu, eksistensi grup band Apache ini perlu disinergikan dengan berbagai pihak yang bisa saling mendukung.

Lalu, bagaimana dengan Bergek? Apakah para pembaca sudah sering mendengar nama Bergek? Bagi orang Aceh yang suka musik, suka dengan lagu-lagu Aceh, pasti sudah tidak asing lagi dengan Bergek. Bahkan anak-anak pun banyak yang tahu dan ikut menyanyikan lagu-lagu Bergek. Para pembaca pun tahu bagaimana bahasa Aceh digunakan oleh Bergek. Serambi News.com edisi 24 November 2017 menulis bahwa Bergek, penyanyi Aceh yang bernama asli Zuhdi, meski belum pernah konser di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ternyata lagu-lagunya yang berbahasa Aceh sangat dikenal luas oleh remaja dan pemuda Lombok. Hal itu terungkap saat Serambinews.com tanpa sengaja mendengar lagu “Boh Hate Gadoh” sedang diputar dari handphone salah satu dari tiga pemuda awak boat Samudra Bahari di pantai Malaka, titik transit menuju Pulau Gilitrawangan, Lombok, NTB, Kamis (23/11/2017) siang.

Tak dapat dimungkiri bahwa popularitas Bergek, putera kelahiran Alue Dua, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara pada 4 Juli 1991 ini, disebabkan oleh jenis lagunya yang bergenre remix dengan bahasa gado-gado atawa campur antara bahasa Aceh dengan bahasa Indonesia. Konon, karena campur baurnya bahasa yang digunakan Bergek dalam lirik lagunya, membuat ia memiliki jutaan penggemar yang bukan saja di Aceh, tetapi juga di luar Aceh dan bahkan di negeri tetangga Malaysia. Bergek sebagai seorang penyanyi Aceh menjadi modal potensial bagi kemajuan Aceh.

Nah, ketika kita bicara soal penyanyi, seniman Aceh, tentu saja bukan hanya Apache 13 dan Bergek. Aceh memiliki banyak penyanyi yang menciptakan dan menyanyikannya dan sangat popular di negeri ini dan juga sampai ke mancanegara. Sebut saja satu di antara sekian banyak adalah Rafly Kande yang hingga kini masih sangat eksis. Lalu pertanyaan lanjutan adalah apa hubungan semua ini dengan ISBI Aceh?

Terus terang, seperti penulis sebutkan di atas, Apache 13 menginspirasi penulis menulis artikel atau tulisan ini. Lalu, kemudian memilih Bergek sebagai sosok penyanyi Aceh yang perlu dijadikan sebagai inspirasi lain yang berlawanan dengan Apache dalam menggunakan bahasa Aceh yang benar. Sebenarnya banyak penyanyi Aceh lainnya baik yang berasal dari pantai Timur Aceh, maupun yang berasal dari barat selatan atau Barsela untuk dijadikan sebagai sumber inspirasi dan pembahasan. Namun, tidak semua sempat diulas. Para penyanyi Aceh yang jumlah mereka lumayan banyak, harusnya bisa menjadi sumber inspirasi dan penguat ( strength) bagi eksistensi Institut Seni dan Budaya Indonesia, Aceh yang sudah ada di Aceh.

Ya, sebagaimana kita ketahui bahwa ISBI Aceh yang kini di bawah pimpinan Rektornya, Prof. Dr. Wildan itu, telah hadir di Aceh. Perguruan Tinggi ini didirikan pada tanggal 06 Oktober 2014, dijadikan sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi serta jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi di bidang seni dan budaya.

Sebagai PTN yang kini memiliki 2 jurusan masing- masing jurusan Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dan Desain dengan beberapa Prodi seperti . Seni Tari, Seni Karawitan, dan Seni Teater. Seni Rupa dan Desain memiliki Program Studi, yaitu: Seni Rupa Murni, Kriya Seni, dan Desain Komunikasi Visual, banyaknya orang pekerja seni, seniman, penyanyi, pencipta lagu dan sebagainya ini menjadi stake holders yang potensial untuk menjalin kerja sama. Para pekerja seni, grup band seperti Apache 13, penyanyi Aceh seperti Bergek, Rafly Kande dan lain-lain bisa diajak untuk secara bersama mengadakan berbagai upaya yang bisa saling menguntungkan, dalam konteks simbiosis mutualisme. ISBI Aceh bisa secara bersama membuat program bersama untuk menarik minat masyarakat belajar seni di ISBI Aceh. Juga harusnya bisa mengundang banyak siswa yang masih di SMA atau sekolah menengah untuk belajar dan mengembangkan potensi seni mereka di ISBI Aceh. pemerintah Aceh harus menyediakan beasiswa khusus calon mahasiswa yang memilih ISBI.

Kemudian, ISBI sebagai salah satu Perguruan Tinggi Seni, ISBI Aceh yang memiliki tugas untuk mewujudkan perguruan tinggi yang memiliki peran dalam pengembangan kreatifitas seni dan budaya di tingkat lokal, nasional dan internasional, banyaknya pelaku seni dapat dilibatkan secara aktif untuk melahirkan program dan kegiatan seni di ISBI. Misi ISBI Aceh Aceh menciptakan civitas Akademika yang berkarakter, berdaya saing, dan berkompetensi dalam penguasaan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan seni dan budaya, akan dapat diwujudkan dengan baik, bila para seniman Aceh yang telah memiliki pengetahuan, pengalaman serta karakter seni, menjadi katalisator bagi pengembangan ISBI Aceh masih seumur jagung.

Secara khusus untuk kelompok atau grup band Apache dan Bergek serta Rafly Kande yang sangat concern dengan syair lagu Aceh berbahasa Aceh, kiranya mereka perlu diajak untuk ikut serta mengembangkan program studi bahasa Aceh di ISBI Aceh lewat kegiatan seni. Karena mereka memiliki fans yang banyak. Tentu saja penglibatan sekaligus merancang kegiatan lomba lagu berbahasa Aceh dengan baik dan benar, bisa pula dengan kegiatan lain seperti upaya Pelestarian bahasa Aceh vs Pengrusakan yang kini melanda bahasa Aceh.

Penulis adalah pemerhati, mantan pegiat Pendidikan, Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Apache 13, Bergek dan ISBI Aceh

Apache 13, Bergek dan ISBI Aceh

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *