Amir Hamzah: Bangsawan Nasionalis

  • Bagikan
<strong>Amir Hamzah: Bangsawan Nasionalis</strong>

Pergaulannya dengan banyak kalangan dan menyaksikan bergeraknya gagasan kebangsaan yang bergeliat di Solo, Amir Hamzah terpesona dan menceburkan diri dalam arus besar perlawanan terhadap kekuasaan asing. Perlawanan itu diperlihatkan dengan tidak digunakannya bahasa Belanda dalam peragulan keseharian

Di awal abad kedua puluh Langkat, salah satu kesultanan di Sumatera Timur, salah satu kantong industri ekstraktif. Industri ekstrakstif itu adalah perkebunan tembakau, karet dan kelapa sawit yang berdiri sejak paruh ketiga abad kesembilan belas. Industri ekstraktif ini tidak saja menggelontorkan modal asing, pengusaha asing dan memodernkan wilayah Langkat bersentuhan dengan dunia kapitalis juga mendatangkan kekayaan dan keberlimpahan bagi Kesultanan Langkat.

Suasana inilah yang membuka wilayah kesultanan didatangi pendatang mencari kehidupan berkerja di sektor perkebunan, birokrasi tradisional kesultanan dan industri minyak. Selain industri ekstraktif perkebunan, ditemukan sumur minyak yang kemudian menjadi bisnis besar membuat penguasa kolonial, pemilik modal dan kesultanan Langkat meraup keuntungan sebagai pendongkrak pundi-pundi pendapatan baru.

Dari hasil industri ekstraktif inilah kesultanan berubah menjadi kota modern yang dilengkapi atribut modernitas yang menaikkan kehormatannya sebagai pusat orientasi kebudayaan Melayu di wilayahnya.

Menaiknya kehormatan terlihat dari membesarnya kekayaan kesultanan ini sampai akhirnya mengerek keluarga bangsawan tinggi bertransformasi menjadi aktor ekonomi dalam bangunan masyarakat kolonial. Atribut kemegahan sebagai kesultanan Melayu lainnya senantiasa dipancarkan ke ruang publik smenyinari martabat keluarga bangsawan di tengah bertakuknya kelas sosial masyarakat di wilayah itu.

Dalam formasi masyarakat yang keberlimpahan yang bertakuk sosial Tengku Amir Hamzah lahir (1911) dari pasangan bangsawan tinggi Tengku Muhmmad Adil dan Terngku Mahjiwa. Lingkungan sosialnya berjarak dengan orang kebanyakan. Ia bersekolah di Tanjungpura, Langkat dan diteruskan ke Medan. Dari Medan melanjutkan pendidikannya ke Solo.

Semasa ia bersekolah, Medan dipenuhi bangunan maskapai perkebunan, perbankan, perhotelan, gedung-gedung berasitektur Eropa dan perkantoran sebagai bekerjanya administrasi kolonial yang menguatkan cengkeraman kolonisasi di keresidenan Sumatera Timur. Transportasi, komunikasi, telegrap, kantor pos dan tempat hiburan sebagai simbol modernitas bermunculan di jantung kota Medan.

Pendidikan Barat berdiri mencerdaskan anak jajahan agar kelak sesudah selesai dari sekolahnya mendapat pekerjaan layak. Juga di masa itu surat kabar sebagai bacaan cerdas yang menyuarakan dan melawan kekuasaan kolonial yang rasis dibaca khalayak luas, terutama kalangan pergerakan bangsa.

  Di usia enam belas tahun tepat tahun 1924 Amir Hamzah bersekolah di MULO sederajat Sekolah Menengah Pertama di Medan. Di sekolah Amir Hamzah bergaul dan berkawan dari kalangan kelas menengah atas. Sekolah di Medan perlahan memengaruhi pribadi dan pemikirannya sebagai anak bangsawan. Tiga tahun di Medan ia meneruskan sekolahnya Di Batavia, sentrum kekuasaan kolonial di tanah jajahan. Pergaulan dan sekolah di Medan berbeda dengan di Batavia yang saat itu juga menjadi kota pergerakan. Tidak lama di Batavia, ia bersekolah di AMS setingkat Sekolah Menengah Atas Solo.

Mengenyam pendidikan di Solo tak pelak membawa perubahan dalam pribadi dan pemikiran Amir Hamzah. Ia menyaksikan dan merasakan gerakan kebangsaan bergeliat menentang kekuasaan kolonial. Ia juga terpesona dengan gadis Solo yang halus meski kandas dalam gemuruh hatinya. Di Solo pula ia mulai rajin menulis puisi dan prosa yang disebar di lingkaran dunia sastra dan budaya.

Amir Hamzah sebagai bangsawan Melayu tetap menegakkan kemelayuannya. Baginya Melayu itu sama sebangun dengan Islam. Orang memeluk Islam, menerapkan adat resam Melayu itulah Melayu. Di Solo meski bersekolah Barat, ia tetap Islam, Melayu, dan memola hidup Barat, tetapi tak menjadi Barat. Spirit kebangsaannya berkecambah kuat sewaktu Amir Hamzah di Solo yang di masa itu menjadi pusat gerakan radikal melawan kekuasaan kolonial.

Pulang

Pergaulannya dengan banyak kalangan dan menyaksikan bergeraknya gagasan kebangsaan yang bergeliat di Solo, Amir Hamzah terpesona dan menceburkan diri dalam arus besar perlawanan terhadap kekuasaan asing. Perlawanan itu diperlihatkan dengan tidak digunakannya bahasa Belanda dalam peragulan keseharian. Bahasa Belanda adalah bahasa keseharian kalangan kaum terpelajar.

Amir Hamzah lebih sering memakai bahasa Melayu (Indonesia) dalam pergaulannya dengan kawan-kawan sekolahnya. Ia hanya berbahasa Belanda dengan orang tertentu. Sebabnya dengan menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) ia tidak larut menggunakan bahasa penjajah itu untuk meneguhkan rasa kebangsaannya.

Setelah menyelesaikan studinya di Solo Amir Hamzah meneruskan studinya di Batavia di tawal tahun 1930-an. Batavia (Jakarta sekarang) di masa itu menjadi sentrum kekuasaan kolonial dan bergemuruhnya gerakan nasionalisme. Perhimpunan atau organisasi pergerakan dari berbagai ideologi besar (marxisme, sosialisme, Islam dan ideologi Jawa) saling bertinteraksi satu sama lain. Demikian juga penganjur pergerakan mereka saling bertemu dan saling berdiskusi tentang strategi melawan kekuasaan asing.

Menyaksikan pergumulan perhimpunan atau organisasi kebangsaan yang aktivisnya berasal ragam ideologi dan daerah ini bukannya menjauh dari arus besar ikatan ideologi itu layaknya kebanyakan bangsawaan. Apa yang telah dilakukannya di Solo masih melekat kuat di Batavia. Amir Hamzah menyekutukan dirinya dengan oraginsasi kebangsaa Indonesia Moeda. Nama Indonesia Moeda secara kasat mata mencirikan orang muda pergerakan yang sedang hidup, berteriak, dan berjiwa bergairah layaknya sebutan moeda melawan kekuasaan kolonial yang mencengkeram tanah jajahan.

Tidak hanya mencengkeram tanah jajahan, tangan kekuasaan kolonial sangat membatasi dan mengontrol bacaan-bacaan untuk anak tanah jajahan melalui Balai Pustaka. Balai Pustaka adalah institusi penerbitan yang menseleksi dan mensensor bacaan yang disebarkan ke ruang publik kolonial.

Amir Hamzah menentang pembatasan dan penyensoran bacaan sebagai instrumen pencerdasan bangsa. Apalagi Amir Hamzah yang produktif menulis puisi dan prosa yang kemudian menjadi penyair bertemu dengan penganjur nasionalisme yang juga pekerja kebudayaan dan satsra terkemuka di Batavia di antaranya Sutan Takdir Alisyahbana dan Sanusi Pane.

Dengan mereka ini Amir Hamzah tidak tidak berbahasa Belanda dalam percakapan keseharian. Amir Hamzah tetap menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa vernakular yang menegaskan jati diri bangsa terjajah sehingga tetap memakai bahasa Indonesia. Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisyahbana dan Sanusi Pane mendirikan Poedjangga Baroe tahun 1933.

Poedjangga Baroe adalah kumpulan penulis, pekerja budaya dan penggiat kesenian yang menerbitkan tulisan tentang budaya, sastra, seni, dan tulisan nasionalistik dan sebagainya yang dipublikasi dalam periodikal Poedjangga Baru.

Amir Hamzah semakin produktif dan kian menggelembung nasionalistiknya berkumpul dengan penganjur nasionalisme menggugat dan mengecam kekuasaan kolonial. Nama semakin menjulang sebagai penyair dan pekerja budaya di Poejangga Baroe. Di masa ini Amir Hamzah tidak lagi dikenal sebagai bangsawan Melayu melainkan penggiat kebangsaan. Kebangsawanannya tidak pernah dimunculkannya. Ia memerlakukan diri seperti orang kebanyakan tanpa gelar atau atribut asal usul keluarga.

Aktivitas kebangsaan Amir Hamzah sejak di Solo, Batavia, Indonesia Moeda dan Poedjanga Baroe diawasi pemerintah kolonial seperti halnya penganjur gerakan kebangsaan berpengaruh dari berbagai latar belakang dan daerah. Gerak-gerik anak bangsawan Langkat ini dianggap dapat menganggu relasi sosial politik kekuasaan kolonial dengan Kesultanan Langkat . Kekuasaan kolonial di Sumatera Timur menekan Sultan Langkat agar anak Langkat ini menjauh dari urusan politik. Kekuasaan kolonial menginginkan Amir Hamzah seperti anak bangsawan lainnya tidak mengurusi politik apalagi terlibat dalam politik.

Kesultanan Langkat demi menjaga relasi keamanan dan kenyamanan politik dengan cepat mengikut tekanan kekuasaan kolonial dan karena tak ingin berisiko dengan tuan besar kolonial dengan cepat pula memanggil pulang Amir Hamzah. Tak kuasa menolak titah Sultan bangsawan nasionalis ini pulang ke Langkat tahun 1937.

Sekembalinya di Langkat karena lingkungan yang feodalistik Amir Hamzah tidak bisa berbuat apapun malah aktivitas kebangsaan yang selama ini dibangunnya dengan kalangan nasionalis seakan tak berarti. Darah kebangsawannya yang menipis selama di Solo dan Jakarta memancar kembali di tempat kelahirannya.

Masa kepulangan Amir Hamzah ditandai dengan merebaknya ketegangan antara kaum pergerakan – kerajaan (Melayu). Sepulang dari Jakarta Amir Hamzah dianggap sebagai bagian dari kerajaan (Melayu) yang tiada hentinya dilawan oleh kaum pergerakan. Apalagi Amir Hamzah beroleh jabatan tinggi di Kesultanan Langkat dan menikah dengan sesama bangsawan Langkat, Tengku Kamilia. Komunikasi politiknya terputus dengan kaum pergerakan Sumatera Timur.

Setelah kemerdekaan ketegangan politik antara kaum pergerakan-kerajaan (Melayu) semakin meninggi. Amir Hamzah beroleh jabatan dari pemerintah lokal (Sumatera Timur) sebagai wakil republik di Kesultanan Langkat

Ketegangan politik antara kaum pergerakan dan kerajaan (Melayu).semakin menajam. Lima bulan sesudah kemerdekaa (Maret 1946) ketegangan politik itu kian tidak terkendali dan ketidaksenangan terhadap kerajaan (Melayu) melambung tinggi. Puncaknya meletup revolusim sosial 1946.

Revolusi sosial yang digerakkan kaum pergerakan yang memegang jabatan strategi situ membunuh Amir Hamzah Maret 1946. Amir Hamzah bangsawan nasionalis yang memerjuangkan kemerdekaan bangsa bersama gerakan kebangsaan di Batavia sebelum pulang dihabisi kaum pergerakan Sumatera Timur di tanah kelahirannya Kesultanan Langkat.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

<strong>Amir Hamzah: Bangsawan Nasionalis</strong>

<strong>Amir Hamzah: Bangsawan Nasionalis</strong>

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *