NAMA panggilannya Ucok Sibreh (foto). Sejatinya, pria ini periang. Ia energik. Sakit yang membuat geraknya jadi sempit. Ia diserang stroke beberapa waktu lalu. Akibat penyakit ini, ia tak bisa jalan normal. Pita suara menjadi sengau. Tapi semangatnya buat orang terpukau.
Dalam beberapa bulan terakhir, Ucok sudah bisa berucap banyak kalimat. Tangan kanannya masih sulit diajak salaman. Mau tidak mau, tangan kiri yang mengganti fungsi tangan kanan. Tapi tongkat kaki empat masih menjadi teman setia ke mana saja.
Padahal sebelumnya, Ucok selalu harus di papah. Belum bisa pegang tongkat. Sekarang sudah banyak kemajuan. Bicara pun sudah mulai terdengar jelas, tak lagi sengau.
Nama aslinya Muhibuddin Ibrahim. Ketua Umum KONI Aceh Besar. Dia politisi muda. Ketua DPD Golkar Aceh Besar dan anggota DPRK setempat. Ia juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan.
Kiprahnya tak diragukan lagi. Sosok penuh tanggung jawab. Mungkin itu alasan banyak pelaku olahraga memilihnya secara aklamasi pada 2020 lalu guna memimpin KONI Aceh Besar.
Ia punya tugas berat karena Bupati Aceh Besar Ir H Mawardi Ali memberi target tinggi. Mempertahankan juara umum Pekan Olahraga Aceh (Pora) di Pidie tahun 2022. Aceh Besar juara umum Pora XIII tahun 2018 saat menjadi tuan rumah.
“Kecuali mempertahankan prestasi, tugas KONI Aceh Besar ke depan adalah melakukan pembinaan kepada semua cabor dan atlet secara kontinyu,” titah Mawardi pada saat suksesi.
Wakil Ketua KONI Aceh, Teuku Rayuan Sukma mewakili Ketua Umum KONI Aceh H Muzakir Manaf yang menjadi ‘saksi’ ikut melempar pendapat. Kata dia, pengurus KONI Aceh Besar yang lama sudah terbukti juara umum Pora XIII di Kota Jantho.
Karena itu, ia meminta kepada Ucok dan kawan-kawan agar prestasi juara umum yang diraih itu dapat dipertahankan pada Pora XIV di Kabupaten Pidie pada November nanti. “Agar menjadi bukti bahwa Aceh Besar tidak hanya jago kandang,” tukas Rayuan.
Senin berapa pekan lalu, Ucok kembali bertemu Rayuan Sukma. Kali ini di Kantor KONI Aceh. Keduanya sudah janjian via telepon. Bukan pertemuan dadakan. Ucok berjalan masih dibantu tongkat. Assalamualaikum, ucapnya saat melangkah pelan masuk ruangan. “Maaf, saya tidak bisa salam,” sela Ucok seketika.
Ada tiga insan di dalam ruangan, termasuk saya. Karena sudah saling kenal, ada sedikit basa basi di antara kami. Lalu saya persilakan dia duduk di kursi depan meja Pak Rayuan. Keduanya saling ‘poh cakra’ alias cerita penuh canda. Meski terlihat bercanda, topiknya serius.
Tujuan Ucok, ia ingin menyerahkan surat keputusan perombakan kepengurusan KONI Aceh Besar. Kecuali itu, ia ingin juga minta petuah-petuah lain kepada tokoh sepuh olahraga itu. Termasuk tata kelola kesekretariatan KONI Aceh Besar. Sebelum semuanya, tuntas, saya sudah pamit duluan. Tak bisa menemani hingga ‘meupakat’ itu kelar.
Namun, sebelum Ucok tiba di ruangan. Saya dan Rayuan sempat menyentil sosok Ucok. Dia ikut memuji motivasi tinggi politisi muda itu. Ia punya tanggung jawab moral. Terhadap semua cabor di bawah binaan lembaga yang dipimpinnya. Tidak pilih kasih. Tak juga memberi prioritas lebih untuk olahraga yang menjadi hobinya.
Bukti konkrit. Salah satu yang dilakukan Ucok adalah saat menonton pertandingan cabang sepakbola Prakualifikasi Pekan Olahraga Aceh (Pora) di Stadion Mini Carlos, Lhoknga, awal November lalu. Jaraknya 14 kilometer dari Banda Aceh. Boleh dibilang ia dalam kondisi tak laik nonton. Ucok abaikan rasa sakitnya. Meski ia baru sembuh.
Saat itu belum seperti sekarang. Ia harus dipapah dua orang. Naik tangga dibantu gendongan. Memang, ia baru bisa berjalan dibantu tongkat. Tapi hasratnya hadir memberi dukungan langsung kepada tim polesan Wahyu AW dan Sisgiardi patut dipuji. Padahal, jika dia mau, dengan alasan kesehatan, tentu dia bisa rehat di rumah saja.
Tapi, itu bukan tipikal Ucok. “Saya juga ingin mendukung langsung anak-anak di lapangan. Saya tak peduli sedang kurang sehat. Itu komitmen saya,” ungkap Ucok suatu ketika.
KONI Aceh Besar berharap banyak pada sepakbola. “Apabila lolos, kita pasang target minimal medali perunggu,” ucap dia ketika menghadiri pembukaan rapat kerja (Raker) Askab PSSI Aceh Besar 2020 di Aula Sekretariat KONI Aceh Besar, Lambaro, Sabtu (17/10/2020).
Tekad itu bukan di atas kertas saja. Ia buktikan dengan turun langsung ke lapangan, meski badan tak sehat. Tak cukup itu saja. Ia juga memberi bonus. Hasilnya, tim sepakbola Aceh Besar melaju ke Pora Pidie 2022. Di penyisihan mereka tak terkalahkan.
Tim Banda Aceh saja yang wali kotanya suka bola malah dikolongin. Lebih memalukan lagi tim ibukota ini juga tak lolos ke Pora untuk kedua kali berturut-turut. Sungguh ironis. Tapi, tidak dengan Ucok. Tanggungjawabnya nyata. Bukan pura-pura atau saat kampanye saja.
Tanggung jawab Ucok bukan saja di sepakbola. Semua cabang olahraga dia kawal. Hasilnya di Pora Pidie, Aceh Besar mengikuti 34 dari 36 cabang olahraga yang dipertandingkan. “Hanya dua cabor yang tidak kita ikuti, layar dan arung jeram,” tukas dia.
Hasilnya, selama Pra Pora, Kontingen Aceh Besar tampil dominan. Dari data bidang prestasi, ada belasan cabor sukses meraih status juara umum. Karena kepentingan tertentu, maka Ucok tak ingin membeberkan secara terbuka. “Alhamdulillah, kita banyak yang juara umum di Pra Pora,” ujar dia.
Tak dinyana, Rayuan Sukma juga mengakui hal itu. Dia pun salut dengan Ucok. Dalam kondisi kurang sehat tapi tetap bertanggung jawab. Rayuan pun memberi apresiasi atas capaian daerah itu di ajang Pra Pora. Bahkan, ia tak segan-segan memberi pujian. “Layak dapat penghargaan,” sebut dia.
“Tapi bukan penghargaan abal-abal yang bisa dibarter dengan fulus. Seperti yang diterima orang-orang yang mengaku pegiat olahraga,” sambung saya.
Rayuan melempar senyum simpul mendengar ocehan saya. Rayuan, sepakat sosok seperti Ucok amat layak diganjar penghargaan sebagai tokoh olahraga. Ia tak mengayomi satu cabor saja. Ucok juga memberi atensi yang sama kepada semua cabang.
Tak ada anak emas. Semua anak kandung. Mungkin Ucok bukan tipe orang bangga dengan prestasi pribadinya. Ia lebih bangga dan bahagia kalau nama daerahnya terangkat. Salutlah semangat Ucok untuk olahraga. *Munawardi/F