JIKA disebutkan ada kemajuan dalam Timnas Sepakbola Indonesia, tentu saja Thailand menyandang kelebihan di final Piala AFF barusan. Faktanya memang Indonesia belum mampu jadi juara AFF.
Sosok dan kinerja Shin Tae-yong (STY) tercatat pernah kontroversial, selalu diskusi bahkan berdebat dengan Indra Sjafrie asistennya yang kemudian digeser jadi Direktur Teknik PSSI.
STY juga dikritik secara terbuka oleh pelatih PSM Makasar Milomir Seslija pasalnya PSM yang hanya memakai dua pemain asing membuktikan tebal slot pemain lokal tidak dilirik STY. Milomir mengkritik timnas yang kebanyakan di fitness, katanya STY tidak boleh melakukan apa yang diperbuatnya di Korsel, STY harus beradaptasi dengan potensi lokal Indonesia.
Artinya, kontroversi STY tentu harus dibaca prilaku teknisnya di luar kebiasaan yang ada selama ini. STY membawa asisten pelatih fisik ke Indonesia, mitranya menangani Korsel di Piala Dunia 2018 dengan mengejutkan dunia memukul Jerman 2-0.
Dus, pergeseran Indra Sjafrie sebagai asisten STY langkah bijak dan strategis oleh PSSI di mana Indra lebih dominan mengambil peran mengawasi ketimbang menjalankan perintah coach. Posisi Direktur Teknik memberi kesempatan Indra sebagai “user” dan STY selaku pemberi jasa.
Realita ini dihubungkan dengan hasil Piala AFF barusan dan dua event sebelumnya membuktikan terjadinya perubahan di Timnas Sepakbola Indonesia. Paling ketara sangat adalah bangunan teamwork di lapangan begitu kokoh, solid dan rapi dibanding teamwork timnas sebelum ala STY.
Apakah sempurna? Tentu saja belum. Buktinya hasil masih dibungkam Thailand. Ketidak sempurnaan itu terlihat passing pemain di bawah skill Thailand, namun mesti diingat bahwa passing persoalan dasar di usia dini tak mudah diubah ketika usia remaja apalagi dewasa.
Lalu inkonsistensi terlihat jelas di final leg1 nyaris sepanjang usia laga pemain tidak bisa mengolah bola karena dilanda Gegen Pressing Alexandre Polking. Begitu juga di leg 2 setelah unggul 1-0 tidak konsisten mempertahankan akselerasi bahkan tragisnya tidak mampu memanfaatkan kepanikan Thailand begitu tersengat oleh gol lunak Kambuaya.
Babak kedua membuktikan inkonsistensi dengan grafik sangat melebar antara top perform dengan low perform. Artinya Asnawi dkk bisa memuncak penampilan tapi bisa leluasa lupa konsistensi pola hingga landai ke low perform seperti di awal babak kedua leg 2.
Patut dicatat, semangat yang disandang dengan gagah perkasa ksatria sebagaimana layaknya birahi tim sepakbola modern sudah sangat tertera di dada Garuda Muda Indonesia ini hasil Kawah Candradimuka STY dan timnya, jangan lupa Direktur Teknik PSSI saat ini adalah Indra Sjafrie jagoan talenta muda Indonesia.
Jika benar desas desus PSSI mempertahankan STY setelah Piala AFF ini salah satu bukti perubahan mendasar telah terjadi dalam sepakbola nasional kita, setidaknya telah menyadarkan elit pengelola sepakbola bahwa untuk menjadi juara tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak ada perubahan instan karena wajib menjalani proses.
Nah, proses inilah yang harus diamati bersama jika menginginkan Indonesia maju dan berkembang dalam sepakbola, bukan hanya menerima atau menolak hasilnya dengan takaran event. *Nurkarim Nehe
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.