SETIAP pukul sepuluh pagi, pria ini selalu tepat waktu tiba di Kantor KONI Aceh. Itu jika tidak ada kegiatan partai atau acara lain yang harus diikutinya. Masuk kantor tepat waktu sudah menjadi khasnya.
Sehingga tak heran setiap jam sepuluh pagi, banyak orang yang sudah menunggunya. Mulai dari pengurus KONI, pengurus cabang olahraga, tokoh politik, pengusaha hingga orang biasa.
Pagi Senin 17 Februari lalu saya tidak bikin janji dengan dia. Tapi, langsung merangsek ke kantor KONI. Di sana, saya, disusul Bendahara KONI Kennedi Husen, masuk ke ruang kerja H Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak.
Tiba di ruang kerjanya, saya menyodorkan calon draf buku biografinya. Saya beri judul Jejak Abu Razak. Setelah melihat daftar isi, sebuah anggukan jatuh ringan. Bertanda dia setuju.
Buku ini masih calon. Butuh banyak sosok yang harus diwawancarai. Tapi, saya ingin menggali sisi masa kecilnya. Itu ada di bab pertama. Baru 30 menitan berjalan, sebuah ketukan terdengar. Dua orang masuk. Mereka ingin bertemu dengan Abu Razak.
“Nanti kita bisa lanjutkan wawancara secara bertahap,” titahnya singkat. “Ketika ada waktu, kita bisa kita sambung lagi.” Ia pun menambahkan, seraya merekomendasi beberapa nama untuk nara sumber.
Selama bulan Ramadhan, komunikasi terputus. Apalagi Abu Razak dan keluarga menunaikan ibadah umrah. Ia berangkat dari 3 Maret dan direncanakan baru pulang pada 3 April nanti. Abu pun memberi sinyal, rencana wawancara akan dilanjutkan setelah lebaran.
Namun, sebelum rencana itu tiba, Allah sudah punya rencana lain. Rabu pagi waktu Arab Saudi, Abu Razak menghembuskan nafas terakhir di tanah suci Mekkah. Sontak kabar ini membuat Aceh berkabung. Khususnya dunia olahraga tanah Rencong.
Kiprah Abu Razak di kancah olahraga Aceh dimulai saat menjadi Ketua Pertina. Juga pernah menjadi Chief de Mission Timnas U-19 ke Myanmar pada tahun 2011. Kala itu, Timnas U-19 bermaterikan pemain-pemain Aceh yang baru saja juara di Darwin, Australia.
Dia menjadi Ketua Harian KONI Aceh selama dua periode. Bersama Muzakir Manaf yang kini menjadi Gubernur Aceh, Abu Razak membawa harum nama Aceh di kancah olahraga, sekelas Pekan Olahraga Nasional (PON). Duet keduanya sukses menggerek prestasi.
Pertama, di PON XI di Jawa Barat, Aceh berada peringkat 17. Posisi Aceh naik dibandingkan di PON XVIII Riau tahun 2012 yang ada di peringkat 23 dari 34 provinsi. Empat tahun kemudian di tanah Papua, kontingen Aceh naik lagi ke posisi 12.
Pada PON XX 2021 ini, Abu Razak dalam posisi Ketua Umum KONI Aceh. Aceh menjadi tuan rumah PON XXI bersama Sumut. Aceh sukses besar. Awalnya mematok target 10 besar. Malahan Aceh hampir ada di posisi lima besar. Sialnya turun satu tingkat usai disalip Jawa Tengah di detik-detik terakhir. Aceh pun sangat puas di peringkat enam.
“Menjadi tuan rumah PON seratus tahun lagi belum tentu bisa kita ulangi,” katanya dalam beberapa pertemuan. Dia bahkan pernah menjadi Ketua Umum Persatuan Drum Band Indonesia (PDBI).
Di luar kiprahnya sebagai pelaku olahraga, Abu Razak juga seorang politisi. Dia Sekretaris Jenderal DPP Partai Aceh. Sebuah partai lokal yang lahir dari perjanjian damai Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia.
Abu Razak dan para tokoh GAM lain membentuk Partai Aceh untuk perjuangan lewat senjata ke jalur politik. Pria kelahiran Teupin Raya, Pidie pada 1 Mei 1967, salah satu sosok berpengaruh di kalangan gerilyawan GAM, khususnya di wilayah Pidie.
Setelah menamatkan pendidikan militer di Libya, Abu Razak kembali ke Aceh bersama rekan-rekannya. Termasuk mantan Bupati Pidie Roni Achmad yang kini juga sudah almarhum. “Sebelum kembali ke Aceh, kami pernah jualan es dan buah-buahan di Malaya,” ceritanya.
Kiprah militernya di GAM, ia pernah dipercaya sebagai juru bicara, Komandan Operasi GAM Komando Pusat di Tiro, hingga Wakil Panglima GAM. Lalu, menjadi panglima GAM Wilayah Pidie. Ia menjadi orang kedua setelah panglima tertinggi.
Usai bersengketa, GAM dan Pemerintah Indonesia berdamai di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005. Ia kehilangan semua anggota keluarganya ketika musiban tsunami melanda Aceh. Lalu ia memulai hidup baru.
Bersama keluarga baru bersama isteri tercintanya Rita Satria Syarbaini (37), sudah dikaruniai putra putri Naila Safira (18) serta Muntazar (16). Keduanya siswa SMA Modal Bangsa. Selamat Jalan Abu. Catatan Munawardi Ismail
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.