Pelatih Tanjungbalai Sukimin alias Kim Su In berdiskusi dengan asistennya Dedi Suriono. Waspada/Nurkarim Nehe
PERANG Badar Selat Malaka terjadi dalam semifinal sepakbola Porprovsu 2022 di “Ancak Locah” (Tempat berlumpur atau becek, istilah pesisir-red), Lapangan PPLP Sumut, Rabu (2/11) sore, antara Tanjungbalai dan Asahan.
Musim ini agaknya menciptakan kondisi demikian bagi pengulangan takdir “perang saudara PSTS Tanjungalai versus PSSA Asahan di era 1970-1980-an”.
Bedanya dahulu perang selalu terjadi di atas rumput segar menghijau Stadion Mutiara Kisaran atau Stadion Asahan Sakti Kota Tanjungbalai. Di Porprovsu 2022 ini perang justru di rumput bercampur lumpur.
“Jangan maen locah sajo ko yo (baca: jangan bermain di lumpur saja kau ya-red),” selalu demikian teriakan ibu kepada anaknya jika bermain di halaman yang becek. Artinya, emak-emak sangat melarang anak anak bermain di arena seperti itu.
Perang Badar Selat Malaka Rabu sore dimenangkan pasukan yang dipoles Kim Su In alias Sukimin, pelatih Tanjungbalai mantan pemain PSSA Asahan 2-1 untuk Tanjungbalai, lewat perpanjangan waktu.
Ini bukan reinkarnasi hasil PSTS-PSSA tetapi pengulangan takdir tangan dingin Sukimin mengalahkan kampung halamannya Asahan saat membawa pasukan Labura di semifinal Porprovsu 2014 di Stadion Mini USU dengan hasil 3-1 (1-1) juga lewat perpanjangan waktu. “Luar biasa sampeyan Kim…”
Kim bersama asisten pelatih Tanjungbalai Dedi Suriono asal Labura tidak serta merta merasa puas bisa menjinakkan Badai Selat Malaka favorit juara, Asahan, karena di final Jumat (4/11) Tanjungbalai akan berhadapan dengan raksasa Medan yang berhasil menyingkirkan Sergai di semifinal dengan kondisi pemain Tanjungbalai satu terkena kartu merah di semifinal lalu sebagian besar pemainnya cedera akibat Perang Badar dengan saudara kandungnya, Asahan.
Kondisi Tanjungbalai ini tentu saja menguntungkan Medan yang relatif lebih fresh karena laga yang dilakoninya di Stadion Mini USU berbeda dengan enerji ke luar di Lapangan PPLP Sumut.
Istirahat satu hari tidak layak bagi Tanjungbalai untuk pulih dari keterkurasan power menyingkirkan Asahan lalu harus tegak menumbangkan raksasa Medan. Tapi bola masih tetap bulat.
Sebagai Laksmana Diraja Selat Malaka sebaliknya anak-anak Asahan Sakti (Stadion Kota Tanjungbalai) tidak mungkin menyurutkan langkah nan gagah. Sekali Tepak Sirih terhidang maka seribu rentak rebana membahana membentuk gerak tarian ombak bergulung menghempas pantai dari Tanjung Sarang Helang sampai Gabion Belawan.
“Kita lihat Jumat ini bagaimana pemulihan kondisi anak-anak, meski mustahil sehari istirahat bisa kembali prima, kita akan manfaatkan kelemahan Medan di final,” ujar pelatih Tanjungbalai Kim Su In, Rabu (2/11) malam.
Kim mengaku secara teknis anak-anaknya di atas level anak-anak Medan, problem yang harus diatasi Tanjungbalai justru bukan di final tetapi masa pemulihan pemain setelah Perang Badar Selat Malaka versus Asahan.
Keuntungan Tanjungbalai bahwa final dilaksanakan di Stadion Mini USU yang relatif layak untuk event level provinsi bukan di lapangan becek seperti PPLP Sumut. Selain berambisi memenangkan final juga tak berlebihan jika Tanjungbalai ingin menunjukkan materinya layak masuk nominasi kerangka Tim Sepakbola Sumut PON 2024.
Medan wajib waspada terhadap ancaman Badai Selat Malaka yang pasti berpindah dari Lapangan PPLP Sumut ke Stadion Mini USU.
Semoga dari Ancak Locah PPLP dan Rumput Hijau USU bisa didapatkan hasil maksimal talent scouting calon pemain Sumut proyeksi PON 2024. *Nurkarim Nehe