Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Untuk Dapatkan Pelayanan, RUU Kesehatan Harus Jamin Akses Bagi Masyarakat

Untuk Dapatkan Pelayanan, RUU Kesehatan Harus Jamin Akses Bagi Masyarakat
diskusi Gelora Talks bertajuk 'Pro-Kontra RUU Kesehatan, Bagaimana Memahaminya?, Rabu (5/7/2023) di Jakarta. (ist)

JAKARTA (Waspada): Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan yang akan disahkan DPR pada pekan depan dapat menjamin kemandirian tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada Indonesia.

“Kita berharap RUU Kesehatan yang baru ini, seharusnya dapat menjamin kemandirian tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Sebab, tropisme penyakit di Indonesia belum tentu bisa diobati oleh diaspora di luar,” kata Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora Indonesia dr. Rina Adeline SpMK., MKes., ABAARM., FAARM pada pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Pro-Kontra RUU Kesehatan, Bagaimana Memahaminya?, Rabu (5/7/2023) di Jakarta.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Untuk Dapatkan Pelayanan, RUU Kesehatan Harus Jamin Akses Bagi Masyarakat

IKLAN

Diskusi ini dihadiri Menteri Kesehatan RI 2004-2009 Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Tim RUU Kesehatan Kemenkes RI dr. Roy Sihotang, MARS, serta Ketua Biro Hukum Pembinaan Pembelaan Anggota, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Beni Satria, S.Ked, M.Kes.

Menurut Rina, kesehatan pasien tetap harus menjadi prioritas utama bagi insan tenaga kesehatan dan tenaga medis, meskipun organisasi profesi memprotes RUU ini, karena dianggap terlalu terburu-buru tanpa sosialisasi yang cukup.

“Menurut pendapat saya, yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan munculnya absurd power, yang mengarah kepada pembiayaan pembelanjaan negara yang lebih besar lagi, karena kapalnya terlalu besar. Lalu, meniadakan kemitraan antara organisasi profesi yang seharusnya bisa berjalan harmonis dengan pemerintah,” ujarnya.

Karena itu, Partai Gelora berharap RUU Kesehatan ini mampu menjamin akses kesehatan bagi masyarakat, seperti pelayanan kesehatan yang baik, obat murah dan berkualitas dan vaksin yang mudah dijangkau.

“Kemudian centre of excellence juga perlu diperbanyak agar tidak terpusat di Pulau Jawa. Harus ada di Papua, Sulawesi, Sumatera, NTT , NTB dan lain-lain. Saya lagi di NTB sekarang, ternyata itu kosong,” katanya.

Karena itu, RUU Kesehatan yang baru diharapkan mampu mendorong iklim pendidikan kesehatan yang baik, serta dapat menghasilkan dokter-dokter baru, disamping memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis.

“Hal-hal ini harus ada di RUU Kesehatan dan harus bisa dijalankan. Partai Gelora berharap pada RUU ini agar menjamin kelangsungan kita sebagai bangsa, tentu saja mewujudkan mimpi untuk menjadikan Indonesia superpower baru,” katanya.

Bukan Liberalisasi

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) RI 2004-2009 Dr. dr. Siti Fadilah Supari mengatakan, RUU Kesehatan yang baru dinilai bukan sebagai bentuk liberalisasi kesehatan, malahan bertujuan sebaliknya.

“Sama sekali tidak berbau liberal atau pasar bebas, justru akan mengembalikan peran pemerintah sesuai dengan Undang-undang Dasar. Masak kewenangan Menteri Kesehatan yang ditunjuk negara dikalahkan UU Praktek Kedokteran. IDI itu yang liberal, neolib,” kata Siti.

Siti mengaku paling lantang menolak upaya liberalisasi kesehatan saat menjadi Menkes di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diantaranya menolak keberadaan BPJS Kesehatan, dan mengusulkan program Jamkesmas.

“Tapi IDI malah waktu itu minta ke Pak SBY agar saya diganti. IDI protes kepada Pak SBY agar memecat saya. Sekarang kebalik-balik toh, justru UU Praktek Kedokteran sangat berperan di dalam sistem kesehatan nasional itu yang justru liberal. Ini yang menjauhkan tangan pemerintah untuk mengatur rakyatnya sendiri,” katanya.

Menkes 2004-2009 ini mengaku mendukung RUU Kesehatan yang baru, karena akan mengembalikan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Siti Fadilah Supari mengungkapkan, perubahan pelayanan sistem kesehatan nasional terjadi akibat amandemen UUD 1945 hingga mengalami perubahan empat kali, dan terakhir pada 2002.

“Akibatnya, negara tidak boleh mengurus rakyatnya sendiri, harus ada lembaga khusus yang minta bayaran, padahal rakyat bayar pajak. Ini kenapa BPJS terus dibelain, harusnya semua yang masuk rumah sakit tidak boleh ditolak, mau bayar atau tidak,” katanya.

Tim RUU Kesehatan Kemenkes RI dr. Roy Sihotang, MARS mengatakan, RUU Omnibus Law Kesehatan ini ingin mengurangi liberalisasi dalam aspek kesehatan.

“Dalam RUU ini negara ingin hadir dan mengambil perannya lagi,” kata Roy Sihotang.

Misalnya, dalam pelayanan kesehatan, unsur penetapan harga pelayanan harus ada kehadiran pemerintah, tidak bisa diserahkan ke dalam pasar bebas industri kesehatan, seperti ditentukan BPJS Kesehatan.

“Pemerintah ingin menjauhkan namanya liberalisme dan neoliberalisme. Semua kewenangan pemerintah harus full, sehingga bisa mengatur semua regulasi kesehatan,” Pemerintah itu harus pikirin kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan umum saja,” katanya.

Ketua Biro Hukum Pembinaan Pembelaan Anggota, ID dr. Beni Satria, S.Ked, M.Kes mengatakan, RUU Kesehatan yang akan disegerakan disahkan DPR masih kurang sosialisasi dan dilakukan terburu-buru, serta kurang transparansi.

“Sekarang ini ada tiga draf yang beredar, tidak pernah di upload di situs DPR. Sehingga kita tidak tahu mana yang digunakan. Transparansi sebagaimana proses pembentukan UU, sampai detik ini tidak ada,” katanya.

Beni Satria menyayangkan banyaknya pro kontra pendapat mengenai organisasi profesi yang dianggap hanya menetapkan etika standar sangat tinggi bagi anggotanya. Padahal organisasi profesi juga melakukan pengawasan terhadap anggotanya.

“Sebenarnya kita hanya ingin membantu pemerintah di dalam, bagaimana melakukan pembinaan, pengawasan terkait organisasi profesi,” katanya. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE