Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Perlindungan Konsumen Sangat Lemah, Undang -Undangnya Sudah Terlalu Tua

JAKARTA (Waspada): Perlindungan konsumen di Indonesia sangat lemah baik dari segi hukumnya maupun perlindungan dari lembaga yang diamanahkan untuk melindungi konsumen yang dirugikan oleh pihak lain.

Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah terlalu ‘tua’ untuk bisa melindungi konsumen, sehingga menjadi keharusan, UU itu untuk direvisi.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Perlindungan Konsumen Sangat Lemah, Undang -Undangnya Sudah Terlalu Tua

IKLAN

“Saya melihat sistem hukum perlindungan konsumen ini bermasalah,”ungkap Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto dalam diskusi Forum Legislasi, Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen di Media Center MPR-DPR RI, Jakarta, Selasa (14/3).

Ironisnya selain perlindungan terhadap konsumen lemah, politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menyoroti keberadaan Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) di wilayah Kota dan Kabupaten tidak berdaya membela konsumen yang menghadapi permasalahan. Hal itu disebabkan substansi hukum UU No 8/99 banyak bermasalah.

“Seperti Pasal 54 dan 56. Di pasal 54, kalau putusannya nggak final, di pasal 56, pelaku usaha bisa mengajukan kasasi, sehingga menyulitkan BPSK. Itu salah satu pasal, tapi banyak lagi,” kata Darmadi.

Selain itu, struktur hukumnya, penegak hukum di BPSK tidak berdaya, karena UU Pemda semua penyelesaian sengketa konsumen ditarik dari Kota dan Kabupaten ke Provinsi.

Provinsi karena kekurangan dana dan nggak ada yang ngurus, akhirnya BPSK hampir di seluruh Indonesia tutup atau anggarannya turun.

Bayangkan majelis hakim di BPSK, itu ada yang doktor, gajinya 500.000 rupiah, ujarnya.

Akibatnya apa? Hampir seluruh Kabupaten, Kota BPSK-nya kosong. Itu yang terjadi.

” Saya datangin BPSK di beberapa daerah seperti Pontianak, di Medan dan tempat lain, mereka hampir mengeluh semuanya. Padahal amanah undang-undang untuk menyelesaikan sengketa konsumen itu ada di BPSK,” tambah Darmadi.

Sedangkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang ada di Pusat tidak punya wewenang.

“BPKN ini kagak ada kerjaannya. Komisionernya banyak. Tiap ke daerah hanya rapat-rapat saja. Tapi dia enggak punya wewenang dia hanya memberi saran dan pertimbangan kepada Presiden.

Terus kita tuntut dia menyelesaikan masalah? Mana bisa, dia hanya menerima laporan, dia enggak bisa membuat penyelesaian,” ucap Darmadi.

Menurut dia, UU itu jelas aneh. Kalau dikaji semuanya lemah, sehingga memang perlu ada revisi UU NO 88/99 dan ada pembaharuan hukum.

“Maka saya mengatakan UU itu dulu dibuat untuk melindungi pengusaha, bukan melindungi konsumen saat itu, karena IMF,” urai Darmadi Durianto.

Kepala Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul dalam diskusi itu mengatakan, undang-undang itu sebenarnya wujud dari demokrasi ekonomi.

Menurut Inosentius, tidak mudah melahirkan inisiatif-inisiatif yang merata yang kemudian memberikan suatu hak yang kuat kepada konsumen, sementara pada sisi lain pelaku usaha ingin mendominasi kegiatan, bahkan mengeksploitasi konsumen dan produk-produk yang yang bermutu rendah bahkan merugikan konsumen.

“Yang penting dapat untung,”katanya.

Urgensinya revisi UU No 8/99 selain sudah lebih dari 20 tahun, kita sudah ketinggalan.

“Kita sudah kalah standar perlindungan dengan Singapura, kita kalah dengan perlindungan standar Malaysia, kita kalah di kawasan ASEAN,” ungkapnya.

Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengharapkan undang undang perlindungan konsumen itu segera dilakukan pembahasan.

“Kami mohon Pak Darmadi titip Pak, untuk segera, karena ini memang sangat penting. Setiap orang adalah konsumen. Satu hal lagi bahwa tanggal 15 Maret adalah hari hak konsumen sedunia,” ujar Sularsi.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE