BANGKINANG (Waspada): Sidang Lapangan atau lebih dikenal dengan Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) Perkara Gugatan PTP IV Regional III (dulu PTPN V) terhadap Petani KOPPSA M selama dua hari sejak Senin (3/2) hingga Selasa (4/2), berlangsung alot.
Majelis Hakim diketuai Soni Nugraha, S.H., yang menyidangkan perkara ini melihat langsung kondisi sebagian besar kebun serta prasarana penunjang kebun mulai dari saluran air, jalan dan sarana lainnya yang terbengkalai dan memprihatinkan. Bahkan sebagian area tidak terbangun.
Karena kondisi medan yang sulit, Majelis Hakim dan tim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang tidak bisa menjangkau seluruh wilayah kebun KOPPSA M.
Apalagi sebagian wilayah kebun masih berupa hutan dan sebagian besar sarana jalannya rusak parah dan tidak sesuai dengan standar perkebunan.
Melihat kondisi medan yang sulit dan luasnya area perkebunan itu, pihak Kuasa Hukum tergugat menyiapkan drone sebagai produk tekonologi yang bisa menghimpun data dari kondisi area terperkara tersebut.
“Sayangnya, Ketua Majelis menolak penggunaan drone,” kata Armilis Ramaini, S.H, kuasa hukum tergugat KOPPSA M dalam press releasenya yang diterima waspada.id, Rabu (05/02/2025).
“Aneh jadinya, kan? Kenapa majelis tidak bersedia menggunakan drone. Padahal, kami sudah menyiapkannya,” lanjut Armilis.
Kata Armilis, pihak KOPPSA M selaku tergugat, menyambut baik adanya acara pemeriksaan setempat ini agar majelis hakim dapat melihat langsung secara objektif kondisi kebun yang selama ini dikeluhkan petani karena sangat memprihatinkan.
Armilis menegaskan semua pihak mesti mengakui bahwa sumber semua masalah ini karena tidak adanya pembinaan dari pihak PTP N V selaku penjamin dan “bapak angkat” bagi petani.
Padahal, jika drone digunakan, kedua pihak berperkara bisa memperoleh data lebih akurat dari fakta-fakta lapangan tentang kondisi area kebun yang bermasalah. “Inilah yang membuat petani dirugikan sehingga kebun tidak berhasil,” jelas Armilis.
Dalam kondisi begini, lanjut Armilis, petani digugat pula ke pengadilan karena dinilai wan prestasi atas utang di bank untuk membangun kebun itu.
“Sudahlah dana tidak digunakan untuk bangun kebun, malah digugat pula untuk membayarnya. Ngeri banget!” ujar Armilis.
Seperti ramai diberitakan sebelumnya, Ketua KOPPSA-M (Koperasi Produsen Sukses Sawit Makmur), Nusirwan, diframing seolah-olah menggelapkan keuangan negara hingga Rp140 miliar. Tudingan Inilah yang kemudian ditantang keras kuasa hukum Nusirwan, Armilis Ramaini, SH.
“Itu jelas misleading dan mengada-ada,” ujar Armilis menjawab framing kuasa hukum PTPN IV Regional III (dulu PTPN V).
Armilis menjelaskan adapun nilai Rp140 miliar tersebut sebenarnya merupakan nilai yang dibayarkan oleh PTPN kepada bank atas dana kredit/pinjaman dari bank untuk pembangunan kebun di Desa Pangkalan Baru, Kampar, Riau.
Sejatinya, kata Armilis, pembayaran kredit perbankan ini diatur dalam perjanjian KKPA dan Keputusan Gubernur Riau No. 7 tahun 2001 dimana seharusnya pembayaran kredit perbankan bersumber dari sepertiga hasil kebun.
Tapi faktanya, jelas Armilis, proporsi sepertiga dari hasil kebun tersebut tidak mencukupi karena PTPN lalai dalam menjalankan pembangunan dan pengelolaan kebun sesuai perjanjian KKPA.
“Hingga saat ini, setelah hampir 25 tahun kebun dibangun, luasan areal kebun yang dibangun oleh PTPN tidak sampai setengah dari yang diperjanjikan,” Armilis.
Ditambahkan Armilis, luasan kebun yang berhasil dibangun oleh PTPN hanya sekitar 600 hektare dari 1.650 hektare yang diperjanjikan dalam Perjanjian KKPA.
“Parahnya kondisi 600 hektare kebun tersebut juga sebagian besar terbengkalai tidak terawat dan tidak maksimal produktifitasnya,” katanya.
Armilis menyebutkan perihal kegagalan PTPN dalam membangun kebun ini sebenarnya telah terungkap sejak 2018 dalam laporan Pemerintah Kabupaten Kampar melalui laporan dan temuan Dinas Perkebunan setempat.
Tim KOPPSA-M, lanjut Armilis, juga menemukan titik kegagalan itu setelah melakukan audit agronomi atas kebun sawit yang dibangun oleh PTPN.
“Tidak optimalnya produksi sawit karena kelalaian PTPN dalam membangun dan mengelola kebun ini, menyebabkan proporsi hasil kebun yang dialokasikan sebagai pembayaran hutang tidak mencukupi. Karenanya PTPN sebagai avalist (penjamin utang) berkewajiban untuk membayar hutang ke pihak perbankan tersebut hingga nilai hutang berikut bunganya membengkak sampai 140 miliar rupiah,” tambah Armilis.
Bagaimana klaim kuasa hukum PTPN soal tudingan bahwa dana Rp140 miliar digelapkan oleh koperasi? “Itu karena yang bersangkutan tidak mengerti duduk perkara sehingga mengeluarkan pernyataan konyol,” tegas Armilis.
Armilis menjelaskan dana kredit dari bank senilai puluhan miliar untuk pembangunan kebun sawit di Desa Pangkalan Baru itu seluruhnya masuk ke rekening PTPN dan dikelola sendiri oleh PTPN.
“Jadi aneh, kan, apabila PTPN menuduh koperasi yang menggelapkan dana tersebut. Duitnya dikelola mereka, kok, malah koperasi yang diframing menggelapkan. Diari mana jalannya,” tegas Armilis.
Di ujung rilisnya, Armilis menegaskan bawah sejak awal sikap koperasi sudah jelas agar BPK dan KPK turun langsung memeriksa dan melakukan audit atas penggunaan dana kredit pembangunan kebun tersebut. “Karena hingga saat ini PTPN tidak pernah terbuka mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut kepada koperasi dan masyarakat pemilik kebun,” tutup Armilis.
Direktur Utama PTPN-IV Palmco, Jatmiko Krisna Santosa, tak menjawab konfirmasi yang dilayangkan waspada.id via pesan whatsapp, Sabtu hingga berita ini ditayang Rabu 5/2/2025. Pertanyaan yang dilayangkan via WA tak direspon oleh Jatmiko.(ram)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.