Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Setuju Politik Kedepankan Sopan Santun Dan Etika, Tapi Wajar Bila Publik Mempersoalkan Keputusan MK

Setuju Politik Kedepankan Sopan Santun Dan Etika, Tapi Wajar Bila Publik Mempersoalkan Keputusan MK
Pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga. (Ist)
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan bahwa politik itu harus mengedepankan sopan santun dan etika ketika menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.

Pernyataan Puan tersebut diamini pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Setuju Politik Kedepankan Sopan Santun Dan Etika, Tapi Wajar Bila Publik Mempersoalkan Keputusan MK

IKLAN

Menurut Jamiluddin Ritonga, politik Indonesia ditunjukkan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan pejabat publik. Bahkan ada yang sudah jelas melakukan pelanggaran hukum atau etika.

“Kasus penetapan batas usia capres-cawapres oleh MK (Mahkamah Konstitusi) misalnya, sudah diputuskan MKMK. Dalam keputusan itu disebutkan Ketua MK melakukan pelanggaran etika berat,” tegas Jamiludin, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Sebelumnya, Luhut memberikan pernyataan terkait dengan perkembangan politik di tanah air. Ia menyebut jangan mudah untuk menilai seseorang ingusan hingga pengkhianat.

Merespons itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan politik harus mengedepankan sopan santun dan etika.

“Ya, itu Pak Luhut punya pendapat. Saya tidak akan mengomentari pendapatnya Pak Luhut, tapi yang pasti saya selalu mengedepankan politik itu harus dengan santun dan beretika,” jelas Puan.

Jamiluddin menilai wajar bila publik mempersoalkan keputusan MK. Karena keputusan itu dinilai menguntungkan Gibran yang sebelumnya susah digadang-gadang sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Kekhawatiran publik itu wajar karena dapat berdampak pada pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Publik khawatir Pilpres tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama netralitas penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu).

“Jadi, dalam konteks tersebut, tentu sangat beralasan bila publik menilai keputusan MK berpihak kepada Gibran, putra Jokowi. Justifikasi seperti ini tentu sangat logis, karena penilaian publik didasarkan pada putusan MKMK,” ungkapnya.

Jamiluddin justru menilai pendapat publik yang didasarkan pada fakta patut menjadi kontrol sosial atas perilaku penguasa.

“Pendapat seperti ini justru dibutuhkan untuk menegakkan kontrol sosial dari rakyat kepada pemerintahnya agar tidak semena-mena dalam memimpin negara tercinta,” tegasnya.

Tidak Menjaga Reformasi

Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, arah dukungan Luhut sangat terang-benderang.

“Iya, nggak perlu ada analisa yang rumit melihat statement pak Luhut, hidupnya dia bersama Jokowi sehingga yang dia ucapkan, utarakan, pasti ada kaitan dengan Jokowi. Kalau Jokowi sekarang membela Prabowo-Gibran, ya dia bicara tentang Prabowo-Gibran,” kata pria yang akrab disapa Hensat ini.

Dukungan Luhut kepada Presiden Jokowi adalah mutlak. Meski sahabatnya itu membangun dinasti politik dan oligarki, terlibat dalam skandal Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan pelanggaran konstitusi.  

“Kemudian apakah peduli dengan dinasti politik, dan lain-lain? Kan kepentingan Luhut tidak di situ. Itu kepentingan orang-orang yang menjaga amanah reformasi. Pak Luhut jaga reformasi atau tidak? Itu yang dipertanyakan masyarakat,“ kritik Hensat. (j05/Rel)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE