Scroll Untuk Membaca

Nusantara

PPP Ajukan Tambahan Pasal Pidana Rekayasa Kasus

PPP Ajukan Tambahan Pasal Pidana Rekayasa Kasus
Anggota III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani (ist)

JAKARTA (Waspada): Fraksi PPP DPR RI  mengajukan pasal baru tentang tindak pidana rekayasa kasus. Pasal ini mengatur jika ada pihak, baik dia penegak hukum atau bukan yang merekayasa kasus dengan menciptakan, membuat atau memalsukan alat bukti yang dengan alat bukti itu seolah – olah seseorang melakukan tindak pidana maka yang membuat tersebut dengan ancaman pidana.

Pengajuan pasal tambahan ini disampaikan dalam rapat lanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) antara Pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan Komisi III DPR RI,  Rabu (9/11/2022) di Jakarta.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

PPP Ajukan Tambahan Pasal Pidana Rekayasa Kasus

IKLAN

Anggota III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani, menyatakan latar belakang pengajuan ini karena adanya pengaduan- pengaduan kepada Komisi III bahwa seseorang sebenarnya tidak melakukan atau berbuat kejahatan atau tidak pidana, namun dituduh melakukan kejahatan dengan alat- alat bukti yang difabrikasi atau diciptakan, utamanya dengan cara menaruh di tempat kejadian perkara (TKP) atau istilahnya alat buktinya merupakan fabricated evidence. Yang sering terdengar misalnya dalam kasus narkoba.

Menurut Arsul, hingga saat ini tidak ada tindak pidana yang bisa dikenakan kepada penegak hukum seandainya melakukan rekayasa kasus semacam itu, karena tidak ada pasal pidana yang secara spesifik mengaturnya.  Oleh karenanya, menurut Arsul, perlu ditambahkan dalam RKUHP.

Arsul Sani pun menyampaikan draf pasal yang masukan diterimanya dari sejumlah elemen masyarakat sipil sebagai berikut:

(1)  Setiap orang yang memalsukan bukti-bukti, atau membuat bukti-bukti palsu yang dimaksudkan untuk dipergunakan dalam proses peradilan diancam karena pemalsuan bukti dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda.

(2)  Dalam hal perbuatan pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat dalam proses peradilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun;

(3)  Apabila perbuatan sebagaimana ayat (2) dilakukan dengan tujuan agar seseorang yang seharusnya tidak bersalah menjadi dapat dinyatakan bersalah oleh pengadilan atau dengan maksud agar seseorang yang akan diadili dalam proses peradilan pidana mendapatkan hukuman yang lebih berat dari yang seharusnya diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Mengakhiri keterangannya, Arsul menyampaikan keyakinan jika KUHP kita kedepan mengatur soal rekayasa alat bukti atau kasus, maka ini juga akan berkontribusi dalam perbaikan penegakan hukum dan mentalitas penegak hukum kita. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE