Scroll Untuk Membaca

HeadlinesNusantara

Polemik Rp 349 T Akan Berlanjut Dalam Rapat Ketiga

JAKARTA (Waspada): Komisi III DPR RI sudah menjadwalkan ra
pat ketiga bersama Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana untuk membahas lanjutan isu polemik soal transaksi keuangan janggal senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Mahfud akan hadir dalam posisinya sebagai Ketua Komite Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan Sri Mulyani sebagai anggota.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Polemik Rp 349 T Akan Berlanjut Dalam Rapat Ketiga

IKLAN

Sebelum itu Komisi III yang membidangi masalah hukum itu akan mengundang ahli untuk mereview hasil rapat pertama yang digelar sepekan yang lalu antara Komisi III DPR bersama Ketua Komite Nasional Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) Mahfud Md membahas dugaan TPPU Rp 349 triliun.

Rapat yang berlangsung sekitar tujuh jam itu berakhir setelah diwarnai debat panas antara Komisi III DPR dengan Mahfud.

” Kami undang ahli, tidak sebutkan dululah orangnya. Tapi sudah konfirmasi. Setelah itu sebelum reses kita akan rapat ketiga. Saya dapat informasi baik pak Mahfud, ibu Sri Mulyani dan bapak Ivan sudah konfirmasi akan hadir,”ungkap Wakil Ketua MPR RI H.Arsul sani S.H,M.Si dalam diskusi Empat Pilar, Polemik 349 T, Peran Legislator Ungkap Keadilan Sosial Demi Selamatkan Pajak Negara di Jakarta Rabu (5/4).

Arsul yang juga anggota Komisi III Fraksi PPP DPR itu kehadiran Mahffud MD, Sri Mulyani dan Ivan supaya kasus itu menjadi bagian yang jelas.

“Nah untuk apa hadir? Hadir itu bukan untuk juga ribut. Kalau kemarin pakai bunga-bunga gak apa apa. Saling tukar dalil atau ayat gak apa apa. Saya ingin beritahu sama bapak Mahfud bahwa yang santri itu bukan hanya bapak Mahfud,”ujar Arsul.

Menurut dia, tujuan kita pertama datanya harus jelas.

“Kita yang paling ingin tahu yang namanya 349 itu sebagaimana juga diakui oleh pak Mahfud, itu kan jumlah agregat. Artinya jumlah bisa jadi ada yang bagian misalnya 100 miliar tapi karena ditransaksikan sampai 20 kali, itukan terhitungnya menjadi dua triliun juga misalnya. Kira-kira menurut saya nanti ketika ketemu (rapat) yang ketiga harus jelas. Itu agregat akumulasi transaksi, yang agregat apa aslinya itu berapa kira-kira, saya pakai istilah aslinya, apakah misalnya 100 sekian triliun atau berapa dari jumlah yang itu. Karena ini sekali lagi menyangkut keadilan sosial, kan harus jelas juga mana yang kemudian menjadi satu keharusan untuk dilakukan proses hukum dan proses recovery atas kerugian negara,”urai Arsul.

Dia mengatakan, kalau bicara proses hukum, kita tentukan kemudian, pertama tindak pidana asalnya harus jelas jika kita bicara tindak pidana asal yang diproses hukum. Berarti alat buktinya juga harus mencukupi, paling tidak ada dua alat bukti.

Yang berikutnya, kata Arsul lagi, kalau itu alat buktinya misalnya tidak memadai, apa alternatif, saya kira Ibu Menkeu juga menyebutkan antara lain, ternyata diselidiki yang urusan expermas itu susah dicari-cari tidak pidana kepabeannya.

“Tapi kan belum dicari tindak pidana korupsinya. Ada apa enggak. Yang baru dicari kan kepabeanan dan bea cukai. Karena kalau begitu ada hengky fengki ada lirik-lirik kan ada kerjasama gitukan. Nah di situlah kemudian berlaku Undang-Undang Tipikor,”ujarnya.

Arsul belum menyatakan sepakatnya dia apabila DPR membentuk Pansus 349 T. “Saya mungkin walaupun tidak 100% tidak sepakat ataupun sepakat, tapi saya kira banyak arsiran yang sepakat dengan Mas Kamrussamad. Saya tidak menafikan kemungkinan dibentuknya Pansus (panitia khusus). Tapi enggak boleh juga kita bikin Pansus ini untuk gagah-gagahan, apalagi Pansus itu kemudian dijadikan alat untuk kepentingan.

Harusnya ada orang yang bisa diproses hukum. Karena kemudian lewat pansus malah enggak, jangan sampai begitu juga,”katanya.

Arsul menegaskan lagi, ini kan persoalan hukum, penegakan hukum, yang proses hukumnya harus jalan. Kalau kemudian itu bisa kita harapkan jalan, kita kasih kesempatan.

“Kita berasumsi bahwa Prof Mahfud semangatnya tidak hanya bicara. Tidak hanya pidato. Tapi mengawal betul dalam kedudukannya sebagai Menkopolhukam untuk rapat dan kita minta sering rapat koordinasinya, jangan enggak pakai rapat koordinasi kemudian diumumkan di publik, itu kan semua kaget dan berbantah-bantahan, ujar Arsul Sani.

Anggota MPR Ir.Kamrussamad S.H,M.Si dalam diskusi itu membenarkan memang ada perbedaan berkaitan dengan yang sudah dibahas di Komisi III dengan pak Mahfud.

Menurut saya memang ada perbedaan data yang mendasar, dari pernyataan pak Mahfud yang jelas mengatakan bahwa dari 349 triliun ada 35,5 triliun yang terkait dengan 461 ASN, sementara Bu Sri Mulyani di Komisi XI mengatakan 3,3 triliun yang terkait dengan ASN, jadi ini jauh bedanya, ini jelas ini ada perbedaan mendasar menurut saya dan harus dituntaskan ke publik, katanya.

“Kalau ditanya mana yang kita lebih percaya secara moral? Saya lebih percaya profesor Mahfud MD. Tapi secara data saya meyakini bahwa pemicu lebih siap membedah setiap data karena hidupnya sehari-hari menghitung menghitung angka APBN kita, baik penerimaan maupun belanja negara, sehingga prof Mahfud saran saya harus menyiapkan tim untuk data, dalam rangka konsolidasi atau komparasi data antara apa yang disampaikan Ibu Sri Mulyani di Komisi XI dan apa yang disampaikan oleh prof Mahfud di Komisi III, kalau kita ingin menuntaskan di depan publik karena polemik itu sudah menjadi konsumsi publik,” ujar Kamrussamad.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE