Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Perlu Komitmen Bersama Berantas TPPO

Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Pemerintah tidak satu suara dan tidak terkoordinasi mencegah korban perdagangan orang, sehingga kasus korban perdagangan orang dan korban kematiannya semakin bertambah.

Anggota Komisi IX DPR RI Luluk Nurhamida mengungkapkan pernyataannya secara virtual dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan ‘Upaya Pemerintah dan DPR Lindungi Pekerja Migran Dari Kasus Kekerasan’ di Media Center DPR RI Jakarta Kamis (15/6).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Perlu Komitmen Bersama Berantas TPPO

IKLAN

“Saya membaca dan melihat dokumen yang terkait dengan jumlah lebih kurang jumlah korban TPPO (tindak pidana perdagangan orang) terbanyak adalah perempuan,”ujar politisi Fraksi PKB itu.

Menurut dia, kalau bicara dari hulu sampai hilir situasinya sangat kompleks. Selain masalah kemiskinan, kurang tersedianya lapangan pekerjaan, dan kurangnya persyaratan yang dimiliki oleh pencari kerja yang kebanyakan perempuan.

“Bagi saya ini situasi seperti lingkaran setan, ini kan dari sekian puluh tahun yang lalu situasi ini sudah sama-sama seringkali disampaikan,”ujarnya.

Kasus itu tambahnya, bukan barang baru, mengapa tidak bisa dicegah dan diminimalisir justru yang namanya korban perdagangan orang itu terus makin bertambah dan bahkan jumlah kematian tidak semakin sedikit.

Ketika negara tidak satu kata dalam menyikapi terkait dengan katakanlah perlindungan pada pekerja migran kemudian TPPO dan yang menyebabkan ini bisa terjadi, maka pasti ruang kejahatan itu akan terjadi, selalu seperti itu.

“Kita tidak menggunakan yang namanya saluran TVRI dan RRI sebagai media memberikan informasi yang terkait dengan bahaya dan modus TPPO. Kenapa? Karena inilah yang menjadi problem ketika di level pemerintah tidak satu suara, tidak terkoordinasi.

Inikan mirip sekali kayak stunting , pada kementerian kesehatan pasti ini akan gagal total. Karena banyak kultur dan disana banyak mengandung aspek sosial dan disana juga ada unsur ekonomi, ada unsur pendidikan, ada unsur-unsur yang lain yang saling terkait dengan satu sama yang lain,” paparnya.

Kalau bicara memutus mata rantai TPPO, kata Luluk, tidak mungkin dilakukan dari potongan-potongan kecil di pinggiran, kecuali harus ada semacam konsensus bersama dan juga sekaligus melakukan perang bersama terhadap kejahatan tindak perdagangan orang.

“Kemudian juga kita masih miris dengan politik anggaran yang sering kali tidak bersesuaian dengan yang sesungguhnya yang ingin kita tuntaskan. Ini membingungkan ketika ingin membantu petani tapi politik anggaran untuk pertanian juga dikurangi. Termasuk juga TPPO. Ketika kita anggap sebagai musuh besar dan perang besar negara menghadapi kejahatan, kegelapan yang begitu luar biasa besarnya, karena melibatkan aktor -aktor yang bisa jadi memang internasional dan global tidak bisa dianggap sebagai kerja yang sangat remeh dengan anggaran yang seperti gerimis, cuma gerimis bukan hujan,”tutur Luluk.

Komisioner Komnas Ham Anis Hidayah melihat baru-baru terjadi penangkapan pelaku kasus TPPO. Itupun setelah Kepala BP2MI Benny Ramdani bertemu Presiden Jokowi.

“Ada penangkapan di Batam, ada penangkapan di Ende, ada penangkapan di Bandung. Tapi yang ditangkap adalah calo-calonya saja. Pernahkah aparat penegak hukum misalnya menangkap aktor intelektualnya? Ini problem TPPO. Tetapi bisa dilakukan melalui TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) di mana aliran keuntungan TPPO itu mengalir ke personal maupun kelembagaan,”ungkap Anis.

Kepala BP2MI Benny Rhamdhani dalam diskusi tidak membantah pernyataan Anggota Komisi IX DPR dan Komisioner Komnas Ham Anis Hidayah.

“Itu memang kejahatan yang lama negara tidak berdaya.
Target BP2MI bukan hanya calo, tapi bandarnya, tekongnya sanpai ke penjara. Siapapun pemilik modal bandar TPPO kita lawan. Kita harus lawan bersama dan mudah-mudahan menjadi komitmen bersama,” kata Benny Ramdani.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE