JAKARTA (Waspada): Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan Mahkamah Agung, (MA), sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia harus memastikan bahwa penegakan hukum berdasarkan hukum dan data.
“Penegak hukum harus bertindak berdasarkan hukum dan fakta. Jangan ke kiri dan juga jangan ke kanan,” kata Margarito Kamis seusai diskusi Dialektika Demokrasi bertajjuk Mendukung Upaya Pemerintah Dalam Penegakan Hukum di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Menurut Margarito, peradilan harus menjalankan hukum sesuai peraturan yang berlaku.
“Kalau aturan itu bilang A, ya A. Misalnya dalam satu kasus di Kutai Kertanegara (Kukar). Ada seseorang yang menurut MK, (Mahkamah Konsitusi), orang itu dua periode. Menurut aturan, kalau orang dua periode itu tidak bisa maju lagi,” ujar Margarito.
Namun, kata Margarito, ternyata masih diloloskan juga oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Menurut saya, institusi yang berada di bidang ini harus mengoreksi itu,” tegas Margarito Kamis.
Menurut Margarito, calon bupati petahana Kukar, Edi Damansyah seyogyanya dinilai telah dua periode.
Menurut Margarito, UU Pilkada (pemilihan kepala daerah) secara jelas mengatur bahwa petahana yang sudah dua periode itu tidak boleh mencalonkan diri lagi.
“Orang yang menjabat lebih dari setengah periode,atau 2,5 tahun dianggap satu periode oleh MK dikualifikasi sebagai satu periode. Orang seperti ini tidak bisa calon. Kalau diloloskan menurut saya, harus ditegakkan aturan ini,” tukasnya
Menurut saya, caranya adalah orang yang merasa dirugikan melaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Kalau Bawaslu tolak, katanya, pergi laporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika PTUN tolak, mereka pergi melaporkan ke Mahkamah Agung (MA).
Oleh karena itu, MA harus memperhatikan agar membuat keputusan yang adil, apalagi sudah dinyatakan oleh MK.
Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Konstitusi Profesor Dr. Andi Muhammad Asrun juga mengharapkan MA dan pihak terkait untuk menghormati UU PIlkada dan ketentuan yang berlaku.(J05)