Penunjukkan LBP Urusi Migor Dianggap Kurang Tepat

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada):  Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menganggap penunjukan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP), untuk mengurusi sengkarut minyak goreng (migor) sangat kurang tepat. 

“Pak Luhut itu kan sudah banyak pekerjaan sebagai Menko Marves. Kenapa sekarang diserahkan tugas mengambil alih pekerjaan Menko Ekuin, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian sekaligus? Selain menambah beban kerja LBP yang sudah menumpuk, penunjukan itu juga dari sisi waktu hanya akan membuat Luhut seperti satu-satunya solusi pemerintahan dan berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet,” ujar Deddy melalui keterangannya, Selasa (24/5/2022) di Jakarta.

Menurut Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, penunjukkan LBP berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan. Karena Luhut dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus migor. 

Sedikit banyak hal ini akan menimbulkan rumor negatif dalam penyelesaian kasus hukum yang sedang berjalan. Hal itu justru akan menjadi kontra produktif karena beliau dipersepsikan sebagai bagian dari masalah,” ujarnya.

Deddy menambahkan, nama LBP terlalu sering dikait-kaitkan dengan konflik kepentingan dalam urusan kebijakan yang dia tangani. Sebut saja ketika menjadi komandan penanganan masalah pandemi, muncul isu bisnis antigen dan polymerase chain reaction (PCR) yang bikin heboh. 

Demikian pula ketika ditunjuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, santer juga di media tentang keterlibatan LBP dalam perseteruan konsesi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terbesar di Asean yang rencananya dibangun di Sungai Kayan, Kalimantan Utara. 

“Saya khawatir, sebentar lagi isu kedekatan Pak Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir ditengah masyarakat,” terang Deddy. 

“Jika itu terjadi, kasihan Pak LBP yang sudah banyak tanggung jawab kembali jadi sasaran rumor lagi. Apalagi jabatannya sudah sangat banyak, kesannya jadi seolah-oleh tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain LBP,” katanya.

Lebih jauh Deddy mengatakan bahwa masalah minyak goreng itu adalah masalah konsistensi dalam penegakan aturan dan UU yang sudah ada. Urusan membangun sistem “penguasaan, distribusi dan cadangan”, baik pasokan bahan baku industri maupun produk untuk sampai ke masyarakat. 

Menurutnya, tugas dan kewajiban kementerian, lembaga, aparat penegak hukum, pemerintah daerah (Pemda) sudah sangat jelas. Musuh dari kelangkaan itu adalah regulasi yang tidak dilaksanakan, sinergi yang tidak berjalan, hingga akhirnya membuka ruang bagi spekulasi, manipulasi dan penyeludupan. 

“Jadi kata kuncinya ada pada proses penegakan hukum, pada sistem dan bukan pada sosok pribadi, karena sudah ada mekanisme untuk itu. Saya berpendapat, silakan para pihak yang berwenang sesuai undang-undang dan regulasi menjalankan tugasnya. Dan saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada,” pungkasnya. (irw)

  • Bagikan