Menu
Pusat Berita dan Informasi Kota Medan, Sumatera Utara, Aceh dan Nasional

Penguatan Gender Solusi Atasi Masalah Pembangunan

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Kesenjangan peran gender dalam pembangunan masih cukup tinggi. Hal itu sapat dilihat dari perbedaan pada empat hal yakni akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat hasil pembangunan.

Empat faktor ini menjadi tolak ukur kesenjangan gender dalam konteks pembangunan antara perempuan dan laki-laki yakni dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya pembangunan, partisipasi dalam kegiatan pembangunan dan pengambilan keputusan, serta mendapat manfaat dari hasil pembangunan.

“Jika ketidakadilan pada faktor-faktor tadi terjadi pada mereka (perempuan dan laki-laki) inilah yang akan melahirkan masalah-masalah dalam pembangunan,” ujar Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Lenny N Rosalin dalam kegiatan Ministerial Lecture dengan teman ‘Presidensi G20 Indonesia : Peningkatan Ketahanan Kesehatan Keluarga dan Penguatan Peran Gender Berbudaya’ yang diselenggarakan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (27/4) secara virtual.

Laporan Global Gender Gap Index 2021 yang dikeluarkan World Economic Forum Tahun 2021, Indonesia memiliki skor 0,688 untuk kesenjangan gender secara keseluruhan dengan peringkat 101 secara global. Indikator yang diukur diantaranya ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan politik, dengan poin capaian pada pemberdayaan politik (political empowerment) yang paling rendah.

“Kesetaraan gender menentukan kemajuan bangsa di masa kini dan masa depan. Kalau laki-laki dan perempuan tidak setara, bagaimana kita mau mencapai pembangunan yang optimal tidak hanya pembangunan yang maksimal. Oleh karena itu pengarusutamaan gender menjadi strategi yang ditawarkan,” tutur Lenny.

Menurut Lenny, perempuan menjadi kelompok yang paling tinggi mengalami diskriminasi gender. Baik itu di rumah, di ruang publik, maupun tempat kerja dengan beragam jenis diskriminasi yang kerap diterima seperti subordinasi, beban ganda, kekerasan, sterotype, hingga marginalisasi. Namun, Lenny menegaskan bukan berarti laki-laki tidak lepas dari ketimpangan gender.

“Isu kesenjangan gender itu tidak selalu harus ada pada perempuan, tetapi ada pada laki-laki juga bisa yang penting siapa yang dirugikan atau kelompok mana yang angkanya jauh lebih rendah satu dibanding lainnya, di situlah intervensi harus diberikan agar nanti muncul kesetaraan. Misalnya ketimpangan dalam faktor penunjang pemberdayaan ekonomi. Persentase pengguna internet ternyata lebih banyak perempuan dibanding laki-laki,” tambah Lenny.

Untuk menjawab tantangan dalam mengurangi kesenjangan gender, KemenPPPA berupaya menjalankan 5 (lima) Arahan Presiden yakni; Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan yang Berperspektif Gender; Peningkatan Peran Ibu dan Keluarga dalam Pendidikan/Pengasuhan Anak; Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; Penurunan Pekerja Anak; dan Pencegahan Perkawinan Anak.

Menurut Lenny, 5 arahan tersebut sangat berkorelasi dalam mengatasi kesenjangan gender di Indonesia dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk ikut berperan seperti melalui Kementerian/Lembaga, kelompok anak, keluarga, satuan pendidikan, dan lingkungan. Lenny berharap perguruan tinggi, khususnya UGM juga aktif terlibat dalam mendukung peningkatan kesetaraan gender di Indonesia.

“Tentunya institusi pendidikan tinggi di lingkungan kampus, ada tri dharma perguruan tinggi yang bisa kita perankan. Baik peran sebagai individu, sebagai anggota di kampus, dan sebagai anggota keluarga. Jadi intervensi dari perguruan tinggi dengan mendukung pengarusutamaan gender juga memberi dampak yang signifikan dan postif bagi kemajuan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan indikator-indikator IPM (Indek Pembangunan Manusia), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG),”pungkas Lenny.(J02)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *