Pengenaan Tarif Timbal Balik AS Harus Menjadi Momentum Membangun Kebersamaan

  • Bagikan
Pengenaan Tarif Timbal Balik AS Harus Menjadi Momentum Membangun Kebersamaan
Ketua Umum DPP KSPSI Moh Jumhur Hidayat didampingi Sekjen KSPSI Arif Minardi saat menyampaikan keterangannya di Jakarta Selasa (8/4). (ist)

JAKARTA (Waspada): Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menilai kebijakan Presiden AS Donald Trump pengenaan tarif timbal balik 32% harus menjadi momentum membangun kebersamaan antar semua pemangku kepentingan yaitu Pemerintah dan DPR, swasta pelaku industri, kaum buruh/pekerja termasuk pekerja migran atau bisa disebut Indonesia Incorporated. Dengan kata lain, kejadian ini bisa menjadi dorongan untuk menjadikan Indonesia yang berdikari dengan menjalankan sirkulasi ekonomi domestik yang semakin kokoh, sehingga tidak terguncang keras bila terjadi gejolak pada pasar global.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum DPP KSPSI Moh Jumhur Hidayat didampingi Sekjen KSPSI Arif Minardi dalam rilisnya yang disampaikan di Jakarta Selasa (8/4).

Sekalipun demikian menurut Jumhur, perlu dilakukan diplomasi ekonomi dengan langsung mendatangi Otoritas di AS dan meminta untuk tidak memberlakukan dulu tarif timbal balik tersebut dengan maksud agar tidak mengguncang baik perekonomian Indonesia maupun AS. “Bila memang tarif timbal balik ini harus diberlakukan maka agar diberlakukannya secara bertahap misalnya selama 10 tahun untuk mencapai tarif 32%. Hal ini dilakukan agar ada proses penyesuaian baik dalam dinamika pasar di Indonesia maupun di AS,”ungkapnya.

Jumhur berpendapat, Presiden RI perlu memanggil semua Kepala Perwakilan RI beserta Fungsi Ekonomi KBRI/KJRI untuk lebih bekerja keras dan cerdas membuka pasar baru di negara-negara new emerging market seperti di Afrika dan Amerika Latin, khususnya untuk pemasaran produk industri Garmen, Alas Kaki dan Mesin serta Perlengkapan Elektrik dan Furniture yang nilai ekspornya ke AS relatif besar selama ini. Adapun untuk negara-negara yang struktur demografinya kekurangan tenaga kerja produktif (elderly society) agar bisa dibuka peluang luas untuk penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Dalam hubungan itu, Perlu ada tindakan nyata agar berbagai penyelundupan khususnya produk garmen, alas kaki dan elektronik bisa dihilangkan. Demikian juga agar hambatan impor (Import Safeguards) ke Indonesia bisa ditingkatkan setidak-tidaknya disamakan dengan rata-rata negara Asean. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya pengalihan perdagangan (trade diversion) produk-produk yang selama ini bisa dijual ke AS tapi dialihkan ke Indonesia sehingga pasti akan mengganggu industri dalam negeri.

Untuk mencapai suatu sistem sirkulasi ekonomi domestik yang kokoh, maka Indonesia perlu meningkatkan daya beli rakyatnya, khususnya di pedesaan yang jumlah penduduknya sekitar 130 juta orang. Cara ini bisa dilakukan dengan memastikan Nilai Tukar Petani/Nelayan (NTP) ditingkatkan yaitu dengan adanya pengaturan harga komoditas di tingkat petani, sekaligus meningkatkan industrialisasi pedesaan. Peranan Bulog dan Koperasi di pedesaan harus ditingkatkan termasuk dengan cara mengucurkan dana pembelian produk pertanian sehingga NTP bisa berada di kisaran 120-140%. Dengan adanya daya beli yang memadai maka mereka pastinya akan membeli produk hasil industri di perkotaan.

KSPSI meminta perlu dilakukan mitigasi yang komprehensif dalam mengantisipasi dampak adanya PHK massal. Mitigasi bisa dilakukan dengan cara berbagi kesulitan (burden sharing) sambil menunggu pulihnya pasar baik pasar domestik maupun global. Hal ini misalnya bisa dilakukan dengan pengurangan jam kerja, berkerja selang-seling dan sebagainya sebelum dilakukannya PHK tersebut. Bila gelombang PHK ternyata tidak bisa dihindari, maka proses PHK itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan Uang Pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan sebagainya.

KSPSI mendukung program unggulan Presiden Prabowo Subianto tetap menjalankan bahkan dengan lebih memasifkan program khususnya Makan Bergizi Gratis (MBG), karena dengan program massal ini akan terjadi spillover effect berupa forward dan backward linkages yang bisa menggairahkan perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi di akar rumput.

Untuk menghadapi keadaan ini semua, Jumhur Hidayat mengatakan, diperlukan kerja gotong-royong dan menghindari sejauh mungkin kecurigaan-kecurigaan kepada Pemerintah yaitu dengan cara menunda terlebih dulu berbagai Revisi UU yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, sementara daya urgensinya masih rendah.(j04)


Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Pengenaan Tarif Timbal Balik AS Harus Menjadi Momentum Membangun Kebersamaan

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *