JAKARTA (Waspada): Puan Maharani menunjukan ketidaksukaannya ketika berkunjung ke daerah tidak disambut gubernur.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai ketidaksukaan Puan itu tentu sangat disayangkan. Sebagai Ketua DPR, tentu aneh bila Puan masih berharap disambut gubernur. Gubernur sebagai eksekutif di daerah tidak punya kewajiban untuk menyambut ketua DPR (legislatif) yang berkunjung ke daerahnya.
Jadi, Puan tampaknya tidak bisa membedakan seseorang itu sebagi gubernur dan kader partainya. Sebagai kader partai, memang harus menyambut petinggi partainya. Namun kader tentu tidak harus menyambut seorang Ketua DPR RI, ujar M. Jamiluddin Ritonga dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (11/2/2022) di Jakarta.
Apalagi di era demokrasi ini, sambung Jamiluddin Ritonga, persoalan sambut menyambut seharusnya sudah diminimalkan. Pemimpin itu bukan untuk dihormati, tapi bekerja untuk kepentingan rakyatnya.
Karena itu, pemimpin yang gila hormat sudah tak layak di negara demokrasi. Pemimpin seperti ini hanya wah di seremonial tapi minim prestasi kerjanya, tandasnya.
Lagi pula, tambahnya, pemimpin yang suka disambut umumnya di negara otoriter. Pemimpin bangga dielu-elukan. Apa ini yang memang dikehendaki Puan ? Kalau itu, Puan tampaknya tak cocok menjadi pemimpin di era demokrasi, tukas M. Jamiluddin Ritonga (J05)