Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Pemerintahan Prabowo Perlu Siapkan Mitigasi Risiko Bencana Pangan Paska Makan Siang Gratis

Pemerintahan Prabowo Perlu Siapkan Mitigasi Risiko Bencana Pangan Paska Makan Siang Gratis
FGD bertajuk “Kedaulatan Pangan di Indonesia (Beras, Kedelai dan Jagung)” yang dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi Bidang Nasional (Rakorbidnas) Pangan dan Pertanian PDI Perjuangan, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta, Kamis (15/8/2024). (ist)

JAKARTA (Waspada): Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dwi Andreas Santosa menyatakan bahwa program makan siang gratis yang dijanjikan Presiden terpilih Prabowo Subianto diprediksi akan melonjakkan impor pangan. Sementara saat ini ada kecenderungan produktivitas pertanian padi di Indonesia menurun.

Artinya, menurut Dwi, ada selisih yang kemungkinan besar ditutupi dengan impor yang makin meningkat. Karenanya, Pemerintah diminta berpikir soal hal ini, mempersiapkan mitigasi dampaknya dengan serius.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pemerintahan Prabowo Perlu Siapkan Mitigasi Risiko Bencana Pangan Paska Makan Siang Gratis

IKLAN

Hal itu disampaikan Prof. Dwi Andreas dalam Focus Group Discussion (FGD), bertajuk “Kedaulatan Pangan di Indonesia (Beras, Kedelai dan Jagung)” yang dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi Bidang Nasional (Rakorbidnas) Pangan dan Pertanian PDI Perjuangan, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

“Rencana makan siang gratis akan melonjakkan impor pangan. Kita harus hati-hati akan hal ini. Apalagi produktivitas padi kita cenderung menurun,” kata Prof. Andreas.

Andreas menjadi pembicara di seminar itu, yang dipandu Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pangan dan Pertanian Mindo Sianipar. Narasumber lainnya adalah Dr. Peter Tangka, Moh Agus Zamroni, Prof. Hendrawan Supratikno dan Antonius Supit.

Pada bagian lain, Prof. Andreas menyoroti ketergantungan pada impor pangan dan perubahan iklim yang mempengaruhi produksi pangan. Baginya, apa yang disampaikan para Founding Father soal pentingnya sektor pertanian dan pangan, harus dihidupkan lagi.

“Ketika Presiden Bung Karno meresmikan Kampus Fakultas Pertanian UI 1952, beliau menyatakan dalam naskahnya, pangan adalah soal hidup atau mati. Ini sangat betul. Ketika kita melupakan pangan, selesai sudah,” ujarnya.

Ia menilai saat ini, sangat bisa mendebat jika Pemerintah Indonesia mengklaim bisa mengalahkan produktivitas pangan negara tetangga. Dan orang bisa mendebat jika Indonesia menyebut diri sebagai lumbung pangan dunia. Sebab faktanya, papar Andreas, saat ini hanya dalam 10 tahun dari 2013 sampai 2023, nilai impor Indonesia di sektor pangan melonjak hampir dua kali lipat.

“Terlepas setuju atau tidak, progam makan siang gratis ini akan dilakukan. Tapi harus disiapkan bagaimana mitigasi risiko program ini sehingga sehingga tidak menjadi bencana,” terang Prof. Andreas.

Ia pun mengingatkan sekiranya susu menjadi salah satu item program makan siang gratis, maka akan dipastikan hal ini meningkatkan impor susu. Karena kondisi di Tanah Air tidak cukup sapi perah dan pemeliharaan sapi perahnya.

“Sehingga impor susu pun bisa melonjak lima kali lipat,” ulasnya.

Dengan begitu, ia menilai Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mengemas sebuah program diversifikasi pangan. Kalau tidak, bisa-bisa impor beras misalnya akan melonjak tinggi.

                                                                   Tak Serius Kelola Pangan

Andreas kembali mengingatkan suatu pemerintahan bisa jatuh apabila tidak baik dalam mengelola pangan. Ia pun mengamini pendapat proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno yang menyebut pangan adalah persoalan hidup matinya negeri.

“Ini yang disampaikan beliau dan ini sangat betul. Ketika kita melupakan pangan, selesailah sudah,” tukasnya.

Ia mencontohkan ketika tahun 2011 terjadi krisis pangan dunia. Saat itu, negara-negara terutama Afrika Utara dan Timur Tengah sangat tergantung pada impor gandum.

“Dan saat itu terjadi kenaikan harga gandum hampir dua kali, di tahun 2011, runtuhlah semua negara-negara tersebut,” ujar Dwi.

Menurutnya, akibat kejadian tersebut sebanyak 2 juta orang akhirnya mengungsi, terbesar secara sejarah perang dunia kedua. Selain itu, sambungnya, bencana pangan terjadi di Negara Afrika Bagian Utara, yakni Sudan pada tahun 2018.

Ia menyebut bahwa ketika itu harga gandum naik relatif tinggi, pemerintah Sudan menaikkan harga roti 3 kali lipat. Hasil akhirnya, pemerintahan jatuh pada April 2019.

Lalu, Ia juga mengungkit kasus Presiden Sri Lanka melarikan diri pada tahun 2022 akibat protes dari warga negara dipicu penurunan produksi pangan.

“Lalu apa yang terjadi? Kita menyaksikan di berita-berita. Rakyat masuk ke istana dan berenang di kolam renang istana. Dan Presiden Sri Lanka melarikan diri. Itu juga persoalan pangan,” jelas Dwi.

Sementara di Indonesia, Dwi menjelaskan, juga sudah pernah mengalami ketika Pemerintahan Soeharto. Menurutnya, dari data internasional pada tahun 1998, Presiden Soeharto mengimpor beras sebanyak 6,4 juta ton. Pemerintahan Soeharto akhirnya tetap jatuh, meksipun mendapatkan dukungan kuat dari parlemen.

“Bisa dibayangkan pemerintah yang begitu kuat, menguasai parlemen, 74 persen, jatuh hanya dalam tempo satu tahun. Sekali lagi, karena apa? Karena pangan. Kalau kita tidak hati-hati terkait soal pangan ini, jangan-jangan pemerintah kita nanti ke depan jatuh lagi,” tegas Dwi.

Sementara, Mindo Sianipar mengatakan PDI Perjuangan selalu berkomitmen agar Indonesia berdaulat di bidang pangan dan memperkuat produktivitas padi. Mindo pun mengamini Prof. Andreas yang mengatakan pentingnya diversifikasi pangan.

“Ibu Megawati selalu menggalakkan 10 makanan pendamping beras bagi kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan ,” sebut Mindo Sianipar.

Oleh karenanya, Mindo Sianipar mengatakan PDI Perjuangan akan mendukung upaya kedaulatan pangan dengan melaksanakan training center untuk pertanian terpadu.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE