Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Pemda Dan Pihak Terkait Dituntut Berperan Aktif Mengawasi Lembaga Penitipan Anak

Pemda Dan Pihak Terkait Dituntut Berperan Aktif Mengawasi Lembaga Penitipan Anak
Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk 'Mencari Solusi Mencegah Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8). (Waspada/Andy Yanto Aritonang)

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mendorong pemerintah daerah, pemangku kepentingan serta pihak terkait lebih berperan aktif dalam mengawasi proses dan jalannya kegiatan penitipan anak di lembaga penitipan anak atau daycare.

Pernyataan disampailan Arzeti menyusul terungkapnya k
asus penganiayaan anak di sebuah daycare di Depok, Jawa Barat mendapat perhatian besar masyarakat. Akibat penganiayaan itu, balita yang menjadi korban tersebut mengalami trauma psikologis yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi kembang tumbuh berkepanjangan anak hingga dewasa.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Pemda Dan Pihak Terkait Dituntut Berperan Aktif Mengawasi Lembaga Penitipan Anak

IKLAN

Penegasan disampaikan Arzeti Bilbina dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Mencari Solusi Mencegah Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia’ di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8).

Sebenarnya, menurut Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu, aturan mengenai penyelenggaraan penitipan anak sudah jelas dan rinci diberlakukan. Ketentuan ini berdasarkan
Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nomor 61 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Taman Pengasuhan Anak Berbasis Hak Anak/Daycare Ramah Anak Bagi Pekerja di Daerah.

Aturan tersebut, sambung politisii berlatar belakang selebritis itu, memberikan aturan-aturan yang jelas yang memang dibuat secara tertulis, dan berharap kepada pemilik daycare menaati aturan-aturan tersebut.

“Artinya pemerintah melalui dinas kabupaten/kota maupun provinsi, harus melakukan pengawasan, melakukan edukasi, juga meminta laporan setidaknya dua bulan sekali agar anak-anak yang dititipkan kepada pemilik perusahaan atau daycare bisa selalu terawasi oleh pemerintah, juga orang tua,” saran Arzeti.

Terkait kekerasan pada anak oleh lembaga penitipan anak seperi yang terjadi di salah satu daycare di Depok, Jawa Barat, Arzeti mengatakan dia tidak menyalahkan orang tua yang menitipkan anaknya di daycare karena ketika orang tua menitipkan anaknya di daycare bertujuan agar memiliki rasa aman dan nyaman ketika dititpkan di daycare.

“Karena merasa disitu ada lingkungan juga. Artinya di situ ada teman-teman sesama anak-anak sebayanya yang memanbg tempatnya mereka untuk berinteraksi dan bersosialisasi,” ujarnya.

Lebih jauh, Arzeti meminta agar penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang bersalah dan melanggar ketentuan perundangan yang ada benar-benar ditegakkan dengan serisu, agar ada efek jera, disiplin dan semua harus taat aturan.

“Saya berharap ini merupakan pembelajaran untuk kita semua. Pemilik daycare harus diberi punishment ketika melakukan kesalahan, juga orang tua ibu tidak boleh disalahkan ketika memasukan anaknya di daycare,” tegas Arzeti.

Di forum sama, Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan mengungkapkan rekomendasi KPAI terhadap kasus Depok dan juga di tempat lainnya adalah meminta semua pemangku kepentingan untuk mendata kembali status legalitas kelembagaan daycare yang banyak tersebar di penjuru negeri.

Kawiyan menyatakan dirinya miris, sebab dari 110 daycare yang terdata di wilayah Kota Depok, Jawa Barat ternyata hanya 12 daycare yang memiliki izin, s mengatakan berarti yang lain bisa disebut abal-abal.

“Ada hikmahnya juga kasus ini terbongkar sehingga pemerintah jadi mengetahui ternyata ada masalah. Dan Dinas Pendidikan Kota Depok yang kemudian melakukan sidak (inspeksi mendadak) ternyata diperoleh fakta dari 110 daycare yang ada, hanya 12 yang punya izin. Lalu bagaimana kalau di 38 provinsi,” ungkap Kawiyan.

Pendataan kembali status legalitas daycare yang ada, menurutnya penting untuk memastikan kelayakannya, bagaimana lingkungannya, juga sumber daya manusia (SDM) nya terutama pengajar, guru-guru atau perawat yang diamahi untuk mengurus dan merawat anak yang dititipi.

“Apakah SDM-nya sesuai yang ditentukan, apa tidak kemudian selanjutnya KPAI,” sebutnya.

Selain itu, KPAI juga merekomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat regulasi yang mampu melindungi anak agar anak terjamin rasa amannya, terjamin keselamatannya, dan ke depan daycare yang menyelenggarakan penitipan harus ramah anak.

“Payung hukumnya ikut ke peraturan Permendikbud Nomor 84 Tahun 2014 itu pun sudah sudah 10 tahun peraturan itu dibuat. Dan karena sudah 10 tahun tentu banyak perkembangan, perubahan teknologi dan sebagainya maka perlu dibuat regulasi baru yang mengatur pendidikan anak usia dini termasuk di dalam daycare,” kata Kawiyan.

Senada Praktisi Media, Eko Dimas Riyandi berharap negara dalam hal ini pemerintah berwenang sesuai dengan tingkatannya untuk hadir dan lebih peduli atas tumbuh kembang anak.

“Negara gagal hadir dalam persoalan tumbuh kembang anak. Ke depan syaa berharap ada upaya-upaya serius yang terstruktur, masif dan berkelanjutan agar rantai kekerasan anak ini bisa tidak terulang,” kata Dimas.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE