JAKARTA (Waspada): Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa ide presidential threshold, (PT), bukan untuk menghalangi setiap warga negara menjadi Presiden RI. Namun, PT untuk memastikan sosok yang didukung sudah matang dan melalui proses pengujian.
Hasto mengibaratkan seorang calon mahasiswa yang ingin masuk kampus ternama. Calon mahasiswa wajib memenuhi sejumlah persyaratan sebelum menjalani tes masuk kampus. Misalnya syarat angka TOEFL yang harus dipenuhi, dan persyaratan masuk kampus itu juga bermakna sebagai threshold, sama seperti PT di pemilihan presiden (pilpres).
“Anda bisa bayangkan jika semua orang menuntut dengan menghapuskan threshold itu, sehingga semua orang berhak ke universitas ternama. Bisa kita bayangkan bagaimana pengajaran di universitas. Apalagi ini suatu bangsa, suatu negara yang bertanggung jawab pada lebih 270 juta rakyat Indonesia,” kata Hasto menjawab wartawan saat menghadiri Festival Kuliner Pendamping Beras dalam rangka menyambut HUT Ke-49 PDIP di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (7/1/2022).
Hasto menjelaskan, untuk masuk universitas ternama itu ada ambang batas, berupa syarat TOEFL, nilai akademis, dan seterusnya. Setiap calon mahasiswa tidak boleh mengambil jalan pintas.
Dalam konteks pemilihan umum, (pemilu), kata Hasto, hal itu pun diperlukan untuk memastikan pemimpin Indonesia benar-benar matang
“Tidak bisa kita mengambil jalan pintas, meniadakan suatu hal yang secara nature itu sebenarnya diperlukan bagi kepentingan stabilitas dan efektivitas pemerintah itu,” kata politikus asal Yogyakarta itu.
Alumnus UGM itu juga memastikan PDIP terus berkomunikasi dengan partai politik koalisi Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin untuk memerkuat PT.
Hasto juga mengingatkan pengalaman ketika Jokowi pertama kali memimpin pada periode pertama. Saat itu dia hanya didukung 20 persen dari jumlah kursi di parlemen. Artinya hanya memenuhi syarat PT saja. Dan saat itu, keadaan sulit walau Jokowi mendapat dukungan kuat dari rakyat.
“Saat itu, kita lihat bagaimana manuver kekuasaan yang tidak puas pada pemilu sebelumnya. Ini yang tidak boleh terjadi, sehingga PT 20 persen itu seharusnya malah ditambah, guna memastikan bagaimana efektivitas pemerintahan itu bisa berjalan dengan baik,” tukasnya.
Hasto juga mengingatkan bahwa Pemilu merupakan manifestasi demokrasi yang tertinggi dengan wujud rakyat memberikan suaranya. Sedangkan PT merupakan bentuk penjaringan awal menampilkan calon-calon pemimpin berkualitas.
“Jadi diperlukan regulasi-regulasi untuk memastikan pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu itu juga mampu menjalankan tugas-tugasnya secara efektif,” pungkas Hasto. (irw)