Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Parpol Mulai Tawar Menawar Koalisi Menuju Pilpres 2024

JAKARTA (Waspada): Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan mengevaluasi keberadaan mereka di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada Musyawarah Kerja Nasional, (Mukernas), mendatang.

Sementara itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan, mereka didekati Partai Golkar, meski masih terus mematangkan komunikasi dengan Nasdem dan Partai Demokrat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Parpol Mulai Tawar Menawar Koalisi Menuju Pilpres 2024

IKLAN

“Ya ini tawar menawar karena persoalan di sana. Kalau satu partai mangkat, keluar maka akan berat dengan yang lain. Sehingga tiap partai di sini punya posisi yang kuat. Karena itu setiap partai belum bisa menyatakan buru-buru untuk bergabung dengan partai A, B selama belum jelas keuntungan politik yang mereka dapatkan dari koalisi itu,“ tegas Pengamat Politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, dalam relis yang diterima di Jakarta, Jumat (30/9/2022).

Dia menambahkan, selama kalkulasinya belum pas, maka proses tawar menawar akan jalan terus, termasuk gertak akan keluar dari koalisi.

Diberitakan sebelumnya, keberadaan PPP di KIB dipertanyakan ketika partai berlambang Ka’bah itu memiliki ketua umum baru, Mardiono.

Namun Mardiono sebelumnya mengatakan bahwa PPP masih akan berada di KIB.

Tatapi Wakil Ketua Umum PPP, Asrul Sani mengisyaratkan nasib PPP di KIB akan diputuskan dalam Mukernas.

“Koalisi, tidak ada yang pasti. Baru pasti kalau sudah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) . Sekarang, mau pakai salam-salaman, hitam diatas putih, itu masih bisa cair, kalau partai partai ini belum mendapatkan keuntungan yang signifikan dari bentuk koalisi-koalisi mereka.” jelas Ray.

Selain itu, kemungkinan PKS untuk berkoalisi dengan Partai Golkar maupun lainnya disebut Ray, tergantung Anies Baswedan.

“Kenyataan politik PKS itu Anies. Kalau Anies dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Nasdem, Demokrat, siapa saja, PKS pasti akan ikut,” ungkap Ray.

Wakil Sekretaris Jenderal PKS Ahmad Fathul Bari mengungkapkan, PKS memang tengah menjalin komunikasi intensif dengan Demokrat dan Nasdem.

Koalisi itu dimaksudkan untuk bisa mengusung bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang memiliki karakter nasionalis-religius dan berpeluang besar untuk menang di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Dengan hasil keputusan tersebut, PKS sudah lebih intensif melakukan komunikasi politik, antara lain dengan Nasdem dan Demokrat, dengan melihat tokoh-tokoh potensial yang mendekati dengan kriteria tersebut,” tambahnya.

Meski demikian, PKS tidak menutup komunikasi politik dengan partai lain.

Menurut Ahmad, PKS berpegang pada hasil Musyawarah Majelis Syura (MMS) VII PKS dalam menentukan arah koalisi.

“Tetapi komunikasi dengan parpol lain juga tetap berjalan, selama konfigurasi koalisi dapat memenuhi syarat serta tokoh yang akan diusung mendekati dengan kriteria yang diputuskan oleh MMS VII PKS,” tegasnya.

Tergantung Anies

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam menilai PPP berada dalam dilema.

Menurutnya, PPP lebih cocok bergabung dengan koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS.

Hal itu didasarkan pada sejumlah hal, utamanya kemungkinan capres yang bakal diusung yakni Anies Baswedan.

“PPP akan menghadapi dilema besar. Di satu sisi, PPP akan lebih cocok untuk bergabung dengan koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS yang kabarnya akan mengusung Anies sebagai capres,” terangnya.

Menurut Umam, ketika PPP mengusung Anies dalam Pilpres 2024, risiko keterpecahan pada basis elektoral relatif bisa dimitigasi. Karena Anies diidentikkan dengan kekuatan politik Islam.

“Dengan ikut mengusung Anies, PPP tidak akan mengalami split ticket voting dan lebih mudah mengonsolidasikan basis pemilih loyalnya, mengingat Anies cukup identik dengan representasi kekuatan politik Islam,” tuturnya.

Meski demikian, ada kemungkinan PPP akan merapat ke PDIP yang tengah membutuhkan legitimasi kekuatan politik Islam moderat untuk bertarung di Pilpres 2024. Kemungkinan itu juga didukung sejumlah hal, yakni kondisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

“Di sisi lain, PKB sudah punya orientasi koalisi sendiri dan PAN rasanya kurang memiliki chemistry yang kuat dengan PDIP. Selain itu, PPP juga harus membayar hutang budi pada PDIP yang dinilai sejumlah kalangan memiliki jasa dalam menyelamatkan partainya dari proses degradasi ‘parliamentary threshold’ di Pemilu 2019 lalu,” pungkasnya. (J05)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE