JAKARTA (Waspada): Bank Indonesia menegaskan, semua merchant yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib menerima uang tunai rupiah sebagai alat pembayaran.
Pernyataan ini disampaikan BI dalam konteks meningkatnya penggunaan pembayaran digital, di mana banyak merchant di pusat perbelanjaan menolak menerima uang tunai.
Menurut Pasal 21 UU Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011, setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI.
“Ini menegaskan bahwa baik uang tunai maupun nontunai adalah cara bayar yang sah, tetapi pada dasarnya tetap merupakan bentuk rupiah,” ungkap Deputi BI Donny Bayu Purnomo di Jakarta, di kutip Kamis (17/10/2024).
Dia menekankan pentingnya merchant untuk tetap menerima uang tunai meskipun Bank Indonesia aktif mendorong digitalisasi dalam sistem pembayaran.
“Kami tetap mendorong merchant untuk menerima rupiah dalam bentuk fisik. Ini adalah hal yang sangat penting,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan penerapan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS nol persen untuk transaksi hingga Rp 500 ribu di merchant Usaha Mikro (UMI), efektif 1 Desember 2024.
Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Karena kami ingin memastikan bahwa masyarakat dapat mengakses sistem pembayaran digital dengan lebih mudah dan terjangkau,” ujar Perry.
BI mencatat bahwa transaksi QRIS terus tumbuh pesat, meningkat sebesar 209,61 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant sebanyak 34,23 juta.
Selama ini, QRIS berfungsi sebagai pendorong daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah bawah dan sektor informal.
BI mencatat, transaksi QRIS telah mencapai 4,8 miliar, melampaui target tahun 2024 yang ditetapkan sebesar 2,5 miliar, atau meningkat 163,63 persen.
Pengguna QRIS saat ini juga mencapai 53,3 juta, hampir 82 persen dari target 55 juta, dan terdapat 34,2 juta merchant yang terdaftar. (J03).