Menteri PPPA Ajak Perempuan Berani Bersuara

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Pelibatan perempuan Indonesia dalam menyuarakan perubahan dan turut berperan dalam pengambilan keputusan adalah hal yang penting dalam mewujudkan kesetaraan gender demi mendorong pembangunan berkelanjutan.

Apalagi saat kondisi pandemi Covid-19 yang membuat posisi perempuan semakin rentan sehingga keterlibatan perempuan dalam ambil peran, baik melalui aksi nyata maupun suara, khususnya dalam pengambilan kebijakan mengenai pengentasan dampak-dampak pandemi menjadi penting demi mewujudkan kesejahteraan.

“Pelibatan perempuan dalam menyuarakan perubahan dan ambil peran dalam pengambilan keputusan, hingga tingkat terkecil, seperti rumah tangga, amatlah penting dalam mewujudkan kesetaraan gender demi mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam acara Women in Charge for Change, yang diselenggarakan Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos) dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2022, Selasa (8/3). Tema global Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 adalah ‘Gender Equality Today for a Sustainable Tomorrow’.

Jika ditelisik secara mendalam, lanjut Bintang, berbagai masalah yang masih melingkupi perempuan tersebut bukan terjadi karena perempuan lemah atau tidak mampu. Sebagian besar justeru disebabkan oleh konstruksi sosial patriarkis yang terbentuk dari berbagai cara pandang, sejarah, ideologi, dan budaya. Tatanan budaya patriarki yang telah dijalankan selama turun temurun itulah yang menempatkan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Konstruksi sosial ini juga telah menciptakan berbagai kebiasaan, pola perilaku, kebijakan, dan cara pandang menjadi tidak adil atau bias gender.

“Dengan jumlah perempuan yang mengisi hampir setengah dari total populasi, situasi ini tentunya akan berdampak pada tingkat kualitas hidup SDM Indonesia secara keseluruhan,” ujar Bintang.

Pemerintah Indonesia terus mendorong berbagai pihak untuk menciptakan inklusi sosial, serta memajukan kesetaraan dan keadilan gender melalui berbagai komitmen dan praktik baik.

Pada kesempatan ini, Menteri PPPA juga mengajak pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, lembaga masyarakat, dan organisasi pemerhati perempuan untuk membumikan kesetaraan gender dan ikut memastikan kebijakan/program perlindungan perempuan, termasuk pada kelompok marginal. Menurut Menteri PPPA, pemerintah tidak bisa mencapai hasil yang maksimal tanpa adanya sinergitas dari berbagai stakeholder terkait.

“Bersama-sama mari kita patahkan bias dan kesalahpahaman yang sering kali dilekatkan pada perempuan demi menciptakan dunia yang lebih inklusif dan setara. Sinergi dan dukungan dari semua pihak merupakan kunci dalam mewujudkan perempuan-perempuan yang berdaya, para ibu bangsa pembuat perubahan. Percayalah, langkah sekecil apapun, jika dilakukan dengan bersama-sama, maka dampaknya pun akan luar biasa,” tegas Menteri PPPA.

Senada dengan Menteri PPPA, Irene Yusiana Putri Roba, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyatakan suara perempuan sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan publik dan suara perempuan harus dapat didengar oleh semua pihak.

“Perempuan tidak akan pernah memikirkan dirinya sendiri. Artinya, perempuan akan hadir sebagai seorang ibu, anak, istri, ataupun sebagai masyarakat yang utuh. Jadi mengapa selalu ada statement ‘perempuan berdaya, negara kuat’? Karena ketika perempuan memiliki peran, maka ia akan memikirkan banyak sektor. Perempuan akan memikirkan banyak sekali lini. Inilah yang perlu digaris-bawahi, harusnya ini dapat mematahkan statement bahwa perempuan di politik hanya menjadi simbol. Bukan hanya soal kepemimpinan perempuan, tetapi juga bagaimana seorang manusia diberikan kesempatan dalam memimpin,” tegas Irene.

Sementara itu, Purwani Dyah Prabandari, Pemimpin Redaksi Tempo English Weekly dan English Tempo.co menyatakan budaya patriarkal sudah melekat di masyarakat dan sulit sekali untuk mengubahnya.

“Kita bisa melihat dalam gambaran besar di area publik dimana ada batasan bagi perempuan. Bahkan di keluarga pun masih ada perempuan yang termarginalisasi. Kita bisa mengubahnya, namun tidak bisa melakukannya sendiri. Kita harus bekerja sama agar bisa menggeser budaya tersebut,” tambahnya.

“Tantangan kesetaraan itu dihadapi perempuan dimanapun mereka berada. Membawa misi ataupun melawan ketidakadilan gender dalam bentuk budgeting (penganggaran) ataupun policy (kebijakan), itu adalah pekerjaan yang masih sangat berat,” ujar Purwani.

Lebih lanjut, Purwani menyatakan untuk dapat memperkuat perempuan di ranah publik harus saling berkolaborasi dengan berbagai pihak. “Mengenai perempuan di ruang publik, kita bisa memanfaatkan media dan ruang publik lainnya untuk mengekspose keberhasilan perempuan. Hal ini dapat memperkuat posisi perempuan di media. Kita juga harus terbuka untuk dapat melakukan kolaborasi dengan setiap individu, organisasi, atau media lain dalam melakukan pekerjaan ini karena kita tidak bisa melakukannya sendiri,” ujar Purwani.(J02)

  • Bagikan