JAKARTA (Waspada): Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali merilis buku terbaru berjudul ‘Konstitusi Butuh Pintu Darurat: Urgensi Memulihkan Wewenang Subjektif Superlatif MPR RI’.
Buku tersebut mengulas tentang UUD NRI 1945 pasca reformasi yang tidak memiliki pintu darurat jika terjadi kebuntuan konstitusi dan politik. Sampai saat ini kita belum memiliki ketentuan hukum yang mengatur tentang tata cara pengisian jabatan publik yang disebabkan hasil pemilu tidak tepat waktu. Yakni, sebelum 1 Oktober untuk Pileg (DPR dan DPD), dan 20 Oktober untuk Pilpres.
“Mengapa buku ini penting kita pahami bersama tentang konstitusi butuh pintu darurat “? ujar Bamsoet saat memberi kata sambutan pada peluncuran bukunya itu di Parle Senayan Cafe & Rest Senayan Park Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Bamsoet menguraikan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak uji judicial review, uji materi atas
rancangan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) dan sempat menggagasi untuk memasukkan Ketetapan MPR (TAP MPR) ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan setelah UUD 1945.
Dengan adanya putusan MK Itu artinya pintu yang seyogyanya kita akan buka menjadi suatu perdebatan, kembali tertutup.
Intinya adalah kita belum memiliki protokol kedaruratan manakala terjadi suatu peristiwa yang berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan kita, ungkapnya.
Dia mencontohkan, seperri kita sekarang sedang mempersiapkan pemilihan umum pilpres dan pileg. Apakah kita semua di sini akan ada yang menjamin tidak terjadi sesuatu dalam menuju tanggal 14 Februari?.
Atau katakanlah setelah 14 Februari ketika terjadi penghitungan suara, terjadi kebuntuan, sehingga tidak terjadi kesepakatan siapa pemenang pilpres yang akan diputuskan, sehingga melampaui batas waktu 1 Oktober dan 20 Oktober yakni batas waktu di mana MPR/ DPR dan DPD harus berakhir, dan batas akhir presiden dan wakil presiden dan seluruh kabinet akan berakhir di tanggal 20 Oktober sebelum jam 00.
Sama seperti kita tidak menyangka adanya covid datang mendadak hingga duà tahun kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Kalau beberapa minggu ke depan terjadi bencana berskala besar, sehingga pemilu tidak bisa dilaksanakan tepat waktu, apa yang harus kita lakukan?. Siapa dan lembaga mana atau pihak mana yang memiliki kewenangan, untuk menunjuk jabatan-jabatan yang ditinggalkan daripada para pejabat yang dihasilkan dari pemilu seperti presiden dan wakil presiden dan anggota DPR serta DPD, pas batas waktunya sebagaimana diatur dalam konstitusi kita? Tidak ada, jawabnya.
“Emang ada presiden diberikan kewenangan, negara dalam keadaan bahaya sebagaimana Prof. Jimly telah menegaskan kepada saya sebagai muridnya,” tambah Bamsoet.
Hari ini, tambah Bamsoet, kita tidak bicara capres cawapres, tetapi bicara tentang kemungkinan pemilu tidak bisa dilaksanakan, pemilu bakal di tengah jalan, saat bencana datang, seluruh gedung gedung runtuh, termasuk gedung KPU dan lain-lain, apa yang harus kita lakukan.
“Itulah pikiran -pikiran saya walaupun agak sedikit sedih. Tetapi saya menghargai keputusan MK Karena itu adalah kewenangannya. Tetapi saya hanya mengingatkan, kita bangsa Indonesia dalam keadaan bahaya, kalau kita tidak punya pintu darurat, maka akan terjadi sesuatu yang di luar yang kita bisa selesaikan secara biasa, ujar Bamsoet.
Hadir dalam acara tersebut jajaran Pimpinan MPR RI diantaranya Fadel Muhammad, Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Hamdan Zoelva, Arsul Sani, dan Jimly Asshiddiqie.(j04)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.