Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Kejagung Jangan Abaikan Suara Masyarakat

Kejagung Jangan Abaikan Suara Masyarakat
Suasana diskusi Dialektika Demokrasi ‘Mendukung Upaya Pemerintah Dalam Penegakan Hukum di Jakarta Kamis (14/11), di Gedung Nusantara I DPR RI Jakarta. (Waspada/Andy Yanto Aritonang)

JAKARTA (Waspada): Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Konstitusi Andi Muhammad Asrun mengingatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) bahwa suara publik, suara masyarakat tidak bisa diabaikan tentang kasus Thomas Lembong.

Dia mengharapkan Kejagung lebih transparan menyampaikan fakta-fakta pendahuluan supaya masyarakat tidak curiga.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kejagung Jangan Abaikan Suara Masyarakat

IKLAN

“Kok Tom Lembong adalah Co Kapten Anis, ya kira-kira gitu, seperti itu. Kemudian ada sebuah kebijakan impor gula sudah terjadi sebelumnya era sebelumnya. Kenapa tidak ada pemeriksaan terhadap menteri-menteri sebelumnya kira-kira itu pertanyaan masyarakat,’ ungkap Asrun dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Mendukung Upaya Pemerintah Dalam Penegakan Hukum di Jakarta Kamis (14/11), di Gedung Nusantara I DPR RI Jakarta.

Asrun minta Kejagung
bijaksana membuat paparan progres, dari apa yang telah dikerjakan harus dipaparkan di depan Presiden.

‘Ini penting supaya Presiden bisa mengikuti dan melihat dimana harus diberi penekanan dimana yang harus direvisi, seperti itu.’ ujarnya.

Bahkan, Komisi III DPR sudah mengingatkan bahwa Kejagung supaya transparan dan suara masyarakat. Suara publik tidak bisa diabaikan.

‘Saya mengapresiasi kerja Kejaksaan Agung mengungkap kasus-kasus besar dan bekerja juga mungkin ya melawan arus opini publik,”ujar Asrun.

Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menilai Instruksi Presiden Prabowo Subianto tentang pemberantasan korupsi, harus dianggap sebagai sumber etis kebijakan.

Selain itu juga harus dipandang sebagai panduan moral kepada organ pembantunya.

Organ pembantu presiden, hari ini dalam kontes penegakan hukum ada tiga yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Polri. Termasuk di dalamnya.
tambah Rudianto, adalah penegakan pemberantasan korupsi. Ini yang harus diterjemahkan oleh organ pembantu tersebut, supaya kejahatan korupsi bisa tuntas.

Namun dia menyesalkan, sebab Indonesia memiliki tiga penegak hukum, tapi sampai hari ini, korupsi tidak pernah tuntas.

“Sampai kapan pendekatan represif dilakukan, namun tidak bisa menyelesaikan kasus korupsi. Apalagi, sudah diawasi Presiden, sudah ada satuan tugasnya, tapi banyak permasalahan yang tidak tuntas,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi III
Nasir Djamil melihat persoalan penegakan hukum sering kali menjadi isu sensitif yang jadi perbincangan hangat di ruang publik.

Tidak sedikit hal yang berkaitan dengan penegakan hukum memicu reaksi kuat dari masyarakat, terutama jika dianggap tidak adil atau tidak mengedepankan hati nurani.

“Masalah hukum adalah masalah yang sangat sensitif karena menyangkut rasa kemanusiaan,” ujar politikus dari Fraksi PKS tersebut.

Dia mencontohkan bagaimana protes masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada keadilan sering kali menjadi perbincangan dan viral di media sosial saat ini.

Sementara, isu lain seperti antrean minyak tanah atau BBM jarang mendapat perhatian yang sama.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE