SURABAYA (Waspada): Presiden Kelima RI Prof.Dr.(H.C) Megawati Soekarnoputri meminta agar pernyataannya tidak diplintir dan disalahartikan oleh media massa sehingga menjadi bahan “bully” di forum media sosial.
Permintaan itu berkali-kali disampaikan Megawati saat memberi pidato di acara peresmian Kebun Raya Mangrove Surabaya, pada Rabu (26/7/2023).
Awalnya, Megawati menjelaskan sejarah pendirian Kebun Raya Mangrove itu, yang berawal dari diskusinya bersama Tri Rismaharini, yang lalu dilanjutkan oleh Eri Cahyadi sebagai walikota Surabaya. Saat itu, concernnya adalah memastikan lahan di Surabaya yang panas tidak gersang. Megawati lalu mengusulkan penanaman jenis pohon mangrove, yang selain bisa menjadi peneduh, juga penahan hantaman rob maupun tsunami jika terjadi.
Semuanya dijelaskan detil oleh Megawati, menunjukkan pengetahuan dan passionnya yang besar untuk lingkungan hidup. Dia berharap media massa juga memberi perhatian yang sama terhadap isu lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati Indonesia yang kaya.
“Ini untuk mendidik anak-anak generasi akan datang,” kata Megawati.
Masalahnya, ia merasa aneh ketika concern demikian kerap dianggap tak boleh dilakukan oleh seorang ketua umum partai politik seperti dirinya.
“Banyak orang tanya ‘ibu kenapa sih ketua umum partai kan itu urusan politik, tapi ibu ya kerjakan stunting’? Lho memangnya kalau politik itu ndak boleh mengerjakan stunting?” kata Megawati.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menceritakan bagaimana Presiden Joko Widodo terus mendorongnya agar terlibat memastikan Indonesia memastikan memperoleh dampak positif bonus demografi. Namun bagi Megawati, bonus demografi tersebut takkan tercapai bila stunting tak dijadikan 0 persen.
“Saya cuma tanya gini, Pak Jokowi, jangan ngomongin yang jauh-dulu dah pak. Ayo Pak, gotong royong, bapak teriak-teriak sama semua kementerian, sama warga masyarakat untuk menghapuskan stunting. Jadi ndak usah nurun-nurunin persentase, mestinya stunting itu 0,” ujar Mega.
Berbekal pengalaman luas, Megawati mengaku tak sekadar memiliki kemampuan berpolitik saja. Namun juga tahu banyak tentang berbagai isu kehidupan. Itu sebabnya juga Presiden Jokowi memberi banyak penugasan kepada dirinya.
“Kenapa saya disuruh Pak Jokowi jadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Padahal saya bilang, pak udahlah, capek saya pak, saya udah di Badan Pembinaaan Ideologi Pancasial (BPIP). Beban BPIP itu lebih berat karena ideologi Pancasila. Tapi (akhirnya saya bersedia) BRIN (karena) saya lihat juga research kita nggak jelas, apa yang sudah (pernah) di riset saya sendiri ndak tahu,” ulasnya menegaskan kenapa dirinya bersedia menjadi Dewan Pengarah BRIN.
Namun kerap kali hal tersebut kurang dipahami dan bahkan dipelintir. Megawati mengatakan, jika ada yang kurang sependapat, sebaiknya langsung mendebat di hadapan dirinya. Masalahnya, kerap kali ketidaksetujuan itu dibicarakan di belakangnya. Dan bahkan diplintir-plintir.
Megawati mengatakan dirinya siap berdiskusi dan berdebat tentang berbagai topik yang dibahasnya. Topik-topik yang kerap disalahartikan hingga menjadi bahan bully di media sosial. Bahkan soal nuklir sekalipun, Megawati siap berdebat.
Bagi Megawati, menghentikan plintiran dan bully-membully demikian menjadi penting. Apalagi Indonesia akan menghadapi pemilu di dalam waktu dekat.
“Iya di sini saya harus ngomong seperti ini. Why? Karena sebentar lagi kan mau pemilu, saya nggak mau digoreng-goreng lagi. Ini pernyataan saya tolong ditulis yang benar,” tegas Megawati.
Megawati lalu memberi contoh, hal yang biasa dialaminya. Misal di dalam kegiatan peresmian kebun raya itu. Karena penjelasannya mengenai mangrove di hadapan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko yang hadir, maka pemberitaan yang beredar bukanlah substansi penjelasan itu sendiri.
“Nanti pasti saya di bilang gini, ‘Ibu Mega sedang menunjukkan kekuasaan dan kepintarannya, gile he, wartawan itu gorengnya itu enak banget gitu lho, aih enggak kapok-kapok,” kata Megawati.
Megawati berharap agar ke depan, wartawan dan media massa memberi perhatian pada isu lingkungan hidup. Ia beri contoh soal El Nino yang melanda Indonesia.
“Jadi sekarang harus bersiap, wartawan juga harus menginisiasi kalau El Nino itu kekeringan, jadi kamu mesti nanya bagaimana nanti kehidupan petani, dan sawah,” kata Megawati. (irw)