JAKARTA (Waspada): Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai DPR RI selama dipimpin Puan Maharani terkesan menjadi lembaga stempel.
Indikasi itu, katanya terlihat dari pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU), dimana sebagian RUU inisiatif pemerintah terkesan cepat diselesaikan dan disahkan DPR RI.
RUU Cipta Kerja dan RUU Ibu Kota Negara (IKN) contohnya. Dua RUU ini terkesan dibahas tertutup dan disahkan sangat cepat, kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga daalam keterangan tertulisnya yang diterima, Minggu (14/2/2022) di Jakarta.
Masukan dari pemangku kepentingan juga terkesan tidak maksimal. Para pemangku kepentingan yang dilibatkan terkesan hanya yang pro terhadap substansi isu RUU tersebut, tambahnya.
DPR, sebut Ritonga, seolah membahas RUU tersebut sesuai waktu yang ditentukan pihak pemesan. DPR kemudian berpacu dengan waktu untuk mensahkan RUU tersebut sesuai target yang ditetapkan. Akibatnya, banyak masyarakat yang menolak RUU tersebut setelah disahkan menjadi UU. Terbukti UU Cipta Kerja digugat ke Mahkamah Konsitusi (MK), dan hasilnya UU tersebut harus direvisi.
UU IKN juga akan digugat oleh berbagai elemen masyarakat ke MK. Mereka menggugat karena UU tersebut dinilai tidak aspiratif, tukasnya
Jamiluddin Ritonga pun menilai hal itu bertolak belakang dengan pernyataan Puan Maharani dalam berbagai pidatonya yang sering menekankan pentingnya DPR menjadi lembaga yang aspiratif. DPR diharapkannya menjadi lembaga yang terus menampung, memahami, dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Hal itu juga terlihat dari pelaksanaan fungsi pengawasan. Ada kesan, selain Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS, DPR hanya yes man terhadap kebijakan pemerintah.
Kesannya, DPR justeru kerap mengamankan kebijakan pemerintah. DPR bukan menampung aspirasi rakyat, tapi kerap justeru membantahnya. Contohnya, saat sebagian anak bangsa mempersoalkan kebijakan pemerintah yang terkesan lebih pro pada investor daripada pekerja, sebagian anggota dewan dengan segala argumen coba mementahkannya.
Bahkan anggota DPR yang akan interupsi saat paripurna saja, mati mikrofonnya . Indikasi ini menguatkan dugaan, lemahnya fungsi pengawasan DPR RI saat ini, tukasnya.
Menurut M. Jamiluddin Ritonga, Puan harus buktikan DPR RI bukan lembaga stempel seperti di Orde Baru. Tunjukkan dengan mengoptimalkan fungsi DPR, bukan dengan slogan basi yang hanya indah di atas kertas. (J05)











