Indonesia Berpotensi Raih Pendapatan Rp8.000 T Dari Perdagangan Karbon

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia berpotensi neraih pendapatan sebesar US$565,9 miliar atau sekitar Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon dari hutan, mangrove dan gambut.

Sehingga Indonesia berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat ditransaksikan di tingkat global untuk pencapaian target penurunan emisi, lantaran memiliki hutan dan lautan yang luas. 

Saat ini harga jual karbon dunia berkisar antara US$5-10 per ton CO2. Harga jual karbon juga menjadi lebih tinggi setelah Hasil Kesepakatan COP-16, dimana semakin meningkatkan permintaan global terhadap kredit karbon. 

“Berbagai kebijakan telah disiapkan untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor tersebut,” kata Airlangga dalam siaran pers, Selasa (15/3). 

Setidaknya, terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon di Indonesia, yaitu kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk. 

Di bidang pertanahan, kebijakan yang disiapkan antara lain restorasi gambut, rehabilitasi mangrove, dan pencegahan deforestasi menjadi lahan pertanian. 

Di bidang persampahan, termasuk pengelolaan sampah melalui ekonomi sirkular. Selanjutnya, di sektor fiskal mencakup penerapan pajak karbon dan penghapusan subsidi energi secara menyeluruh pada 2030. 

Kemudian, kebijakan di bidang energi  dan transportasi misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik hingga 95 persen dari total kendaraan dan menggunakan Energi Baru dan Terbarukan mendekati 100 persen pada tahun 2060. 

Berkaitan dengan Energi Baru dan Terbarukan, Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia sudah menerapkan program mandatori biodiesel B30. 

“Program tersebut telah berhasil meningkatkan penggunaan energi terbarukan, mengurangi emisi karbon, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani kecil,” ungkapnya.(J03)

  • Bagikan