Scroll Untuk Membaca

HeadlinesNusantara

Hindari Rusaknya Demokrasi Dalam Pemilu, Karena Hasrat Kekuasaan

Hindari Rusaknya Demokrasi Dalam Pemilu, Karena Hasrat Kekuasaan
Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi saat berbicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi 'Bersama Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu' di Media Center Parlemen di Jakarta, Kamis (9/11). (Waspada/Ramadan Usman)

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi mengingatkan demokrasi yang sudah kita usung sangat maju sekarang ini, jangan sampai dirusak oleh karena hasrat kekuasaan.

Untuk itu Baidowi mengingatkan lagi, pentingnya Pemilihan Umum (Pemilu ) Serentak 2024 yang mengedepankan demokrasi yang Luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) guna mencegah kemungkinan penggunaan dan intervensi dari lembaga struktur negara untuk kemenangan partai politik dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) tertentu.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Hindari Rusaknya Demokrasi Dalam Pemilu, Karena Hasrat Kekuasaan

IKLAN

“Jangan sampai ada penggunaan struktur negara, aparatur negara untuk kemenangan calon-calon tertentu, kalau itu digunakan itu akan chaos dan kasihan demokrasi yang sudah kita usung sangat maju ini dirusak oleh misalkan karena hasrat kekuasaan,” ujar Achmad Baidowi dalam diskusi Dialektika Demokrasi ‘Bersama Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu’ di Media Center Parlemen di Jakarta, Kamis (9/11).

Baidowi pun menyinggung soalnya peristiwa drama politik akhir-akhir ini yang menurutnya arahnya pada pasangan capres cawapres pihak tertentu.

Dia menyebut drama putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu lembaga struktur negara soal dibolehkannya capres – cawapres di bawah usia 40 tahun asalkan pernah menjadi kepala daerah yang mendapat kecaman banyak masyarakat.

“Memang kemudian di pemilu kita ini, terlalu banyak ada drama-drama, drama Korea (drakor), saya tak tahu siapa yang menciptakan drakor dan siapa yang drakor. Siapa yang menjadi korban, karena sudah nggak jelas sekarang, antara pencipta, pelaksana, pelaku drakor dengan penikmat drakornya sama,”tuturnya.

Sekalipun demikian, Baidowi yang politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga Wakil ketua Badan Legisalasi (Baleg) DPR RI mengapresiasi hiruk pikuk pemilu saat ini yang agak berkurang dibanding Pemilu 2019 yang faktanya membuat rakyat terbelah.

“Kami berharap kondisi ini terus terjaga, karena kita diberi ruang memberikan kritik dan semacamnya, silahkan saja dan itu digunakan untuk mengkritisi putusan MK yang berakibat pada Gibran menjadi cawapres,” kata Baidowi.

Senada dengan itu pengamat politik Ujang Komarudin menekankan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu, termasuk aparat pemerintah mesti berdiri di semua golongan.

“Nggak bisa condong ke A atau ke B, kita menyaksikan Pemilu 2019 yang lalu kan sangat ketara,” ujarnya.

Ujang mengingatkan kalau stuktur negara memihak maka akan memicu konflik yang rentetannya akan memicu persoalan demokrasi ke depan.

“Misalkan pengalaman di MK kemarin, juga masih ada imbasnya dan mesti konsep nilainya objektif,” imbuhnya.

Ujang berpesan kepada semua pihak bahwa Pemilu merupakan jembatan mencari pemimpin yang berkualitas. Oleh karena itu, kalau prosesnya berjalan tidak bagus, kalau proses cacat maka kualitas demokrasi dan hasil yang didapatkan juga tidak bagus.

“Oleh karena itu kita sepakati bersama, kepada teman-teman media, saya yang di akademisi dan anggota DPR untuk menjaga kondusifitas Pilpres 2024 nanti,” tegas Ujang.

Lebih jauh, selain netralitas lembaga struktur negara yang menjadi salah satu variabel penting dalam menjaga kondusifitas iklim politik di tanah air agar tetap sejuk dan menyenangkan.

Menurut Ujang, ada tiga variabel lain yang juga penting, yaitu; regulasi atau aturan main. Terkait ini, ia mengingatkan agar gugatan atau judicial review (uji materi) UU sebagai aturan main tidak dilakukan ketika tahapan pemilu berjalan.

Varibel lainnya adalah kesadaran elit dan publik yang biasanya dilakukan oleh para ketua umum partai politik dengan melakukan pakta integritas dalam banyak hal. Misalnya, komitmen untuk anti penyebaran hoaks dan sebagainya.

Maka sejatinya kesadaran yang dibangun itu harus diikuti variabel terakhir yaitu adanya langkah action yang jelas daripada petinggi partai.

Hal ini ditekankan Ujang karena terkadang fakta integritas yang dibuat tidak dibarengi dengan langkah nyata atau action.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE